- Sejarah mencatat, karhutla luar biasa, juga pernah terjadi 22 tahun silam, pada tahun 1997 di Riau dan Kalimantan. Dampaknya sangat parah,antara lain menyebabkan jatuhnya pesawat dan efek asap yang sampai ke negara-negara tetangga, bahkan hingga Australia.
- Karhutla tidak hanya terjadi di Sumatera dan Kalimantan. Ada satu pulau yang juga menyimpan sejarah karhutla yang cukup panjang, yaitu Pulau Sumba termasuk di Taman Nasional (TN) Matalawa
- Karhutla lah salah satu penyebab, mengapa Pulau Sumba di sebagian daerahnya tidak mempunyai keanekaragaman tumbuhan.
- Ada sekelompok masyarakat yang sengaja membakar padang rumput agar tumbuh tunas baru sebagai makanan ternak sapi mereka. TN Matalawa berkolaborasi dengan pihak terkait seperti masyarakat setempat untuk mencegah dan memadamkan karhutla.
- Tulisan ini merupakan tulisan ketiga dari lima serial tulisan tentang Ekspedisi Himakova IPB dan Mongabay Indonesia. Tulisan pertama bisa dibaca disini. Tulisan kedua bisa dibaca disini. Tulisan ketiga bisa dibaca disini. Dan tulisan keempat bisa dibaca disini.
Kebakaran hutan di Indonesia sudah sampai pada level bencana. Ribuan bahkan jutaan orang dirugikan karena adanya kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Korban-korban pun berjatuhan. Banyak yang terkena sakit pernapasan, bahkan sampai meninggal dunia. Korban-korban ini kebanyakan diderita oleh anak-anak dan orang lansia.
Bertahun-tahun bencana ini terus saja berulang, tanpa ada progress penanganan yang berarti. Penegakan hukum pun ada pada level terendah dan menengah saja. Padahal kunci dari penyelesaian adalah konsistensi dan keberanian untuk memutus akar permasalahannya, yaitu penegakan hukum di semua level pelaku karhutla.
Sejarah mencatat, karhutla luar biasa, juga pernah terjadi 22 tahun silam, pada tahun 1997 di Riau dan Kalimantan. Dampaknya sangat parah,antara lain menyebabkan jatuhnya pesawat dan efek asap yang sampai ke negara-negara tetangga, bahkan hingga Australia.
Dan di tahun 2019 ini pun karhula terjadi lagi. Sepanjang tahun 2019, menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, luas karhutla di Indonesia mencapai 328.722 hektar. Di Kalimantan Tengah tercatat seluas 44.769 hektar, Kalimantan Barat 25.900 hektar, Kalimantan Selatan 19.490 hektar, Sumatera Selatan 11.826 hektar, Jambi 11.022 hektar, dan Riau 49.266 hektar.
baca : Ekspedisi Himakova : Melihat Eksotisnya Burung Wallaceae di TN Matalawa [1]
Memang sering kali, selain data kebakaran hutan dari data Kementerian Lingkungan Hidup, orang mengira kebakaran hutan dan lahan di Indonesia hanya terjadi di sebagian Pulau Sumatera dan Kalimantan. Padahal di pulau-pulau lainnya di Indonesiapun terjadi bencana karhutla ini. di Pulau Jawa misalnya, karhutla melanda beberapa tempat seperti lereng Gunung arjuno, Merapi, dan yang terbaru adalah lereng Gunung Ijen, di Banyuwangi, serta beberapa tempat lainnya. walaupun tidak seluas Sumatera dan Kalimantan, tetapi tetap saja ini merupakan hal yang mengkuatirkan dan harus segera dilakukan penanganan khusus.
Di luar semua daerah yang disebutkan tadi, ada satu pulau yang juga menyimpan sejarah karhutla yang cukup panjang, yaitu Pulau Sumba. Sumba yang kita ketahui sekarang ini, merupakan pulau yang sangat eksotis dengan hamparan padang savana di mana-mana. Hampir di semua tempat di Sumba, ada padang savana nya. Dan ukurannya pun beraneka ragam, mulai dari yang kecil sampai pada yang luas. saking banyaknya padang savana ini, dan jarangnya jenis-jenis pohon yang tumbuh, banyak orang mengira jika Sumba tidak mempunyai hutan yang lebat.
Padahal kejadian yang sebenarnya, bukanlah seperti itu. Karhutla lah salah satu penyebab, mengapa Pulau Sumba di sebagian daerahnya tidak mempunyai keanekaragaman tumbuhan. Setiap tahun ada saja Karhutla yang terjadi di Pulau Sumba. Seringkali sudah dalam tahap yang cukup membahayakan. Selain tentu saja bagi penduduk setempat, karena terjadi di dekat pemukiman, karhutla juga merambat ke area konservasi Taman Nasional (TN) Matalawa.
baca juga : Ekspedisi Himakova : Melihat Edelweiss, Salah Satu Kekayaan Alam di TN Matalawa [2]
Pihak Balai TN Matalawa pun harus memutar otak untuk mencegah meluasnya karhutla ini sampai pada kawasan Taman Nasional. Menurut data yang tercatat oleh Balai TN Matalawa, karhutla yang terjadi di kawasan pada tahun 2018 adalah 30 kali dengan total luas dari seluruh kawasan adalah 181,475 hektar. Dan yang banyak terbakar adalah di Sumba Tengah.
Dan penyebab terbesarnya tentu saja adalah ulah manusia, ini dikuatkan oleh pernyataan Agung Nugraha, Polisi Hutan Pelaksana Lanjutan, Balai TN Matalawa. “Setahu saya, karhutla sebagian besar di Sumba terjadi karena ulah manusia yang membakar hutan dan lahan karena untuk kepentingan pakan ternak sapinya dan iseng belaka.”
Orang Sumba mempunyai kebiasaan melepaskan ternaknya di padang untuk mencari makanannya sendiri. Mulai dari kuda, kerbau sampai dengan sapi. Dan beberapa diantara ternak tersebut sangat pemilih dalam hal makanan, misalnya sapi. Sapi hanya makan tumbuhn yang hijau saja, lain halnya dengan kerbau yang memakan semuanya. Dan masyarakat membakar hutan dengan harapan setelah 3 hari akan tumbuh tunas baru yang akan menjadi makanan ternak mereka. Walupun tentu saja, selain faktor tumbuhnya tunas baru, karhutla di Sumba lebih banyak menimbulkan kerugiannya.
perlu dibaca : Matalawa, Taman Nasional di Tanah Marapu Sumba [3]
“Ekosistem jelas akan rusak akibat karhutla ini, kemudian lapisan tanah yang bagian atas yang untuk ditanamai tumbuhan (top soil) pasti akan berkurang, lalu kemudian menghilang. Padahal di Sumba ini top soil-nya sangat sedikit bila dibandingkan Pulau yang lainnya. Dan apabila dibakar terus menerus, maka top soil akan hilang, dan yang tersisa hanya karst, atau bebatuan saja. Serta rusaknya tumbuhan yang sudah ditanam oleh Pihak Balai, ikut rusak karena api,” tambah Agung.
Sebagian besar, kebakaran memang terjadi di luar kawasan TN Matalawa. Tetapi kemudian merembet ke dalam kawasan taman nasional. Apalagi ditambah dengan karakter angin di sumba yang cukup kencang.
Dalam kasus karhutla di Sumba, ada yang namanya siklus 5 tahunan. Yang mana selama 5 tahun, bagian yang tidak terbakar, seperti menumpuk bahan bakar untuk api. Dan ketika terjadi kebakaran, api akan dengan sangat cepat membesar dan merambat ke tempat lainnya. itu terakhir terjadi pada periode tahun 2013-2014. Saat itu api melahap hampir seribu hektar pada lokasi yang sama (daerah tana daru, Taman Mas, dan Lahona).
Untuk menangani karhutla ini, TN Matalawa mempunyai standar darurat yang harus dilakukan. Pertama tentu saja dengan bersama masyarakat setempat ,mencoba memadamkan secara swadaya terlebih dahulu. Baik dengan cara manual maupun mesin (gepyok dan jet shooter). Lalu apabila tidak bisa tertangani, baru dikoordinasikan ke tingkatan yang lebih tinggi seperti kerjasama dengan seluruh seksi di TN Matalawa.
menarik dibaca : Surga Burung Itu Ada di Taman Nasional Matalawa [4]
Hastoto Alifianto, Kasubag TU Balai TN Matalawa, kepada Mongabay, Jumat (6/9/2019) mengatakan untuk mengatasi Karhutla ini, TN Matalawa berkolaborasi dengan pihak-pihak terkait termasuk di dalamnya masyarakat setempat. Salah satunya dengan cara mengoptimalkankan masyarakat peduli api dan membentuk garda api. Garda api ini berisikan masyarakat yang memang memiliki jiwa konservasi dan mau berkolaborasi dengan Taman Nasional.
“Lalu untuk lahan-lahan yang sudah terbakar dan rusak, kami mempunyai program yang namanya restorasi pemulihan ekosistem, yaitu mengembalikan kepada kondisi alaminya dengan 3 mekanisme, yaitu mekanisme alam, pengkayaan jenis, dan penanaman atau rehabilitasi,” ujar Hastoto.
Penanaman ini disesuaikan dengan jenis-jenis tanah dan mendukung kebutuhan ekosistem yang ada di dalam kawasan TN Matalawa, seperti menanam pohon Mara (pohon yang biasa digunakan burung paruh bengkok bersarang) dan sebagainya.
Memang tidak semua orang Sumba yang mempunyai ternak dan melepasnya di padang liar menjadi tertuduh sebagai pembakar hutan. Setidaknya itu yang di ungkapkan Oftobius Wiritanaringu atau biasa di panggil Ivin Ringgu, seorang pengusaha dan juga penggiat penanaman pohon di Sumba, tentang penyebab karhutla di Sumba
“Yang membakar hutan itu adalah oknum saja, karena nenek moyang orang Sumba tidak pernah mengajarkan keturunannya untuk merusak alamnya. Orang Sumba Asli sangat mencintai alam mereka,” katanya.
Sumba adalah salah satu pulau dengan landscape yang cantik dan keragaman biodiversity yang luar biasa yang dimiliki Indonesia. Seharusnya pemerintah daerah dan instansi yang terkait, lebih detil lagi dalam menangani kebakaran hutan dan lahan ini. sSebab jika tidak mendapatkan perhatian yang serius, bukanlah hal yang mustahil apabila padang savana menghitam karena terpanggang api, hutan-hutan di Sumba pun hanya tinggal cerita para orang tua kepada anak-anaknya, yang kemudian hilang tak berbekas, ditelan jaman.