Mongabay.co.id

Mendekatkan Anak-anak Muda pada Kakao Lestari di Jembrana

 

Meskipun lahir dan besar di Jembrana, I Made Dwi Mertha Mahendra mengaku belum pernah mendengar sama sekali tentang potensi di daerahnya, kakao. Padahal kakao menjadi salah satu komoditas perkebunan andalan kabupaten paling barat di Provinsi Bali tersebut.

“Hingga berumur 16 tahun, saya baru tahu bahwa daerah saya memiliki potensi besar berupa kakao. Sekarang saya jadi lebih tahu tidak hanya tentang potensinya, tetapi juga cara budidaya, fermentasi, dan manfaatnya untuk kesehatan,” kata pelajar SMA 2 Mendoyo itu.

Mahendra baru mengetahui besarnya potensi kakao Jembrana setelah mengikuti program Anugerah Jurnalisme Siswa (AJS). Selama empat bulan terakhir, dia menjadi salah satu dari sepuluh finalis program AJS, beasiswa liputan untuk pelajar di Kabupaten Jembrana. Seperti sembilan finalis lain, Mahendra membuat artikel tentang program kakao lestari di daerahnya.

baca : Kakao Fermentasi Jembrana Menembus Pasar Dunia [Bagian 1]

 

Finalis AJS menulis tentang kakao berkelanjutan dalam beberapa tema termasuk manfaat cokelat. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

AJS 2019 merupakan program Yayasan Kalimajari, organisasi non-pemerintah yang mendukung petani kecil di Bali dan Papua. Menurut Direktur Yayasan Kalimajari, I Gusti Agung Widiastuti, program ini sebagai upaya untuk mengenalkan kakao kepada anak-anak muda di Jembrana.

Sejak 2011, Kalimajari mendukung petani di Jembrana untuk meningkatkan kualitas kakao mereka, termasuk melalui fermentasi. Program dilaksanakan bersama Koperasi Kerta Semaya Samaniya (KSS), koperasi dengan 609 petani anggota. Selain berupa perbaikan budidaya, program itu juga berusaha menghubungkan petani dengan para pembeli.

“Selama ini kami lebih fokus untuk mendampingi petani-petani tua dalam program kakao lestari. Sekarang kami ingin mengenalkan kakao ini kepada generasi muda, terutama anak-anak pelajar,” kata Widiastuti.

Menurut Widi, panggilan akrabnya, AJS bisa menjadi media tepat bagi pelajar untuk mengenal lebih dalam tentang kakao di daerah mereka sendiri. Apalagi, lanjutnya, peran anak muda tidak bisa dilepaskan jika berbicara tentang keberlanjutan.

“Tidak diragukan lagi, keterlibatan anak muda dalam pengembangan kakao berkelanjutan menjadi faktor yang tidak boleh lepas dari perhatian,” ujarnya.

baca juga : Kakao Fermentasi Jembrana Menembus Pasar Dunia [Bagian 2]

 

Pelajar Jembrana ketika berkunjung ke kebun kakao. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Bertahap

Pada Juli 2019, Yayasan Kalimajari pun memulai program AJS 2019 secara bertahap. Pada tahap seleksi, ada 64 pelajar dari SMA/Madrasah Aliyah (MA) se-Kabupaten Jembrana. Dari 64 pelajar itu kemudian disaring menjadi 10 finalis.

Sebulan kemudian, sejak Agustus, sepuluh finalis itu mendapatkan pendampingan secara intensif untuk membuat karya jurnalistik. Mereka dibagi dalam lima tema berbeda yaitu budidaya, gender dan anak muda, fermentasi dan sertifikasi, manajemen koperasi, dan kesehatan cokelat. Para finalis juga melakukan reportase ke beberapa tempat, termasuk kebun kakao, koperasi petani, dan pabrik cokelat.

Luh Komang Desita Anggraeni, siswa SMKN 4 Negara, misalnya menulis tentang fermentasi dan sertifikasi. Untuk itu, Desita melakukan liputan termasuk mewawancarai kakeknya sendiri, I Wayan Rata yang juga petani anggota koperasi.

Hasilnya, Desita membuat tulisan sepanjang lebih dari 2.500 dengan judul Satu Cara dan Selembar Kertas Membawa Dolar. “Inti tulisan saya adalah mengajak seluruh petani kakao Jembrana untuk melakukan proses fermentasi,” ujarnya.

Desita menambahkan fermentasi penting bagi kakao Jembrana karena bisa meningkatkan kualitas dan harga komoditas internasional tersebut. Kakao Jembrana memang termasuk sedikit dari kakao di Indonesia yang diproses dengan fermentasi, ketika kakao daerah lain masih dijual secara asalan.

“Selama mengikuti AJS ini banyak sekali pengalaman saya dapatkan,” lanjut Desita. Pengalaman paling berharga, menurut Desita, adalah dia diajarkan untuk menghargai perjuangan petani yang sangat susah. Mulai dari budidaya, pemeliharaan, sampai menjadi cokelat siap makan.

“Kebetulan kakek saya juga seorang petani kakao. Sekarang saya baru berpikir kenapa tidak dari dulu belajar tentang kakao,” ujarnya.

perlu dibaca : Kakao Fermentasi Jembrana Menembus Pasar Dunia [Bagian 3]

 

Program AJS bertujuan mengenalkan kakao berkelanjutan ke anak-anak muda. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Pilihan Terbaik

Dari sepuluh finalis tersebut, Yayasan Kalimajari dan Koperasi KSS memilih tiga karya terbaik dan satu karya favorit. Pengumuman dan pemberian penghargaan dilakukan Pada Senin (28/10/2019) lalu, bersamaan dengan perayaan Sumpah Pemuda. Tiga karya terbaik yaitu Gladys Desyani Putri (SMAN 1 Negara), Dewa Ayu Komang Tri Apriliani (SMKN 4 Negara), dan I Putu Angga Ardi Wilyandika (SMA 1 Melaya).

Karya para pelajar itu memiliki tema berbeda-beda. Gladys, misalnya, mengangkat tema kesetaraan gender dalam pertanian kakao lestari Jembrana. “Dari sana saya belajar bahwa peran perempuan sangat diperlukan. Tidak hanya di rumah, tetapi juga di kebun dan koperasi,” kata Gladys.

Adapun Apriliani membuat artikel tentang manfaat cokelat bagi kesehatan sedangkan Angga membahas tentang budidaya.

Menurut Direktur Yayasan Kalimajari I Gusti Agung Widiastuti karya-karya finalis AJS ini telah berhasil mengenalkan potensi kakao fermentasi dari Jembrana yang sudah dikenal luas sebagai produk berkualitas. Widi menambahkan, keberhasilan petani Jembrana memproduksi kakao fermentasi, telah berhasil tak hanya mengenalkan bahwa Indonesia juga bisa menghasilkan kakao berkualitas, tetapi juga memotivasi anak-anak muda untuk turun ke pertanian.

“Ini membuktikan bahwa menjadi petani kakao di Jembrana bukan lagi pilihan terakhir, tetapi memang pilihan terbaik bagi anak-anak muda saat ini,” kata Widi.

Salah satu petani muda tersebut adalah I Komang Sindu Yoga, 28 tahun, yang pada September 2018 lalu bahkan diundang ke Belanda untuk belajar bersama petani muda dari negara-negara lain. Bagi Sindu, pertanian kakao tidak hanya tentang budidaya, tetapi juga perubahan status sosial. Meski semula tidak lulus SMA, Sindu kemudian ikut kejar paket C kini juga belajar bahasa Inggris karena koperasinya makin sering dikunjungi tamu negara asing, seperti pembeli dan mahasiswa.

“Dengan perubahan ini saya merasa hidup lebih terarah. Masa depan juga lebih pasti karena sudah ada pegangan yaitu kebun yang terpelihara dan berkelanjutan,” ujarnya.

baca juga : Kakao Fermentasi Jembrana Menembus Pasar Dunia [Bagian 4]

 

Kakao fermentasi dari Jembrana, Bali, dianggap memiliki aroma khas buah madu dan bunga. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Jembrana sendiri merupakan sentra produksi kakao di Provinsi Bali selain Kabupaten Tabanan. Menurut data Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Jembrana, kebun kakao di kabupaten ini hingga Desember 2015 lalu seluas 6.070,34 hektare dengan areal produktif 4.281,24 Ha. Produksi kakao sekitar 2.741,46 ton atau dengan rata-rata produktivitas 640 kg per hektare per tahun. Jumlah petani dalam rantai kakao ini sebanyak 12.804 kepala keluarga.

Hal yang membedakan kakao Jembrana adalah karena diolah juga dengan cara fermentasi sehingga menjadi incaran pembeli, tidak hanya dari Indonesia tetapi juga Perancis, Amerika Serikat, dan Jepang.

Wakil Bupati Jembrana Made Kembang Hartawan dalam sambutannya ketika pengumuman AJS menyatakan komitmennya untuk mendukung program kakao lestari di daerahnya. “Saya akan menekan desa-desa agar fokus pada pengembangan kakao fermentasi karena desa sudah memiliki banyak sekali sumber daya seperti dana desa. Jika selama ini sekitar 70 persen hanya untuk fisik, sekarang sudah saatnya digunakan untuk program pengembangan ekonomi seperti kakao fermentasi ini,” katanya.

 

Exit mobile version