Mongabay.co.id

Musim Kemarau Lebih Panjang, 18 Kecamatan di Lamongan Gersang

 

Sumadi (70) wajahnya meringis gembira tatkala membopong galon berisi air bersih. Di usianya yang senja, pria ini beberapa kali berjalan kaki membawa air bersih dari pinggir jalan menuju rumahnya, yang berjaraknya sepelemparan batu. “Senang sekali tahun ini ada bantuan air, bisa buat mandi dan masak” katanya.

Selain Sumadi, puluhan warga lainnya antri mengambil air bantuan pemerintah itu melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di Desa Sendangharjo, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Selasa (29/10/2019).

Musim kemarau tahun lalu, tidak ada bantuan air bersih. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan air bersih, Sumadi dan warga harus mengambil air bersih dari desa sebelah, berjaraknya sekitar satu km.

baca : Kemarau Panjang, Lombok Krisis Air dan Gagal Panen, 30 Desa di Sumenep Kekeringan

 

Petugas BPBD mengisi ember saat droping air di Desa Sendangharjo, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Selasa (29/10/2019). Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Tahun ini, warga Lamongan merasakan musim kemarau lebih parah dari tahun-tahun sebelumnya. Data BPBD Lamongan menyebutkan kekeringan tahun ini meningkat. Sebanyak 84 desa di 18 Kecamatan terdampak kekeringan.

“Ada hampir 130 dusun yang terdampak kekeringan dan kekurangan air bersih,” jelas Muslimin, Kasi Tanggap Darurat BPBD Lamongan.

BPBD Lamongan telah memberikan bantuan 784 tangki air bersih di berbagai wilayah yang terdampak kekeringan mulai bulan Juli. Sedangkan musim kemarau 2019 diperkirakan terjadi sampai pertengahan September. “Insya Allah sudah ada tanda-tanda hujan,” kata Muslimin.

baca juga : Kemarau, Bekas Perkampungan Muncul di Waduk Gajah Mungkur

 

Warga mengambil air saat musim kemarau. Pemkab Lamongan sudah memberikan bantuan 784 tangki air bersih ke berbagai wilayah yang terdampak kekeringan. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Awal musim hujan diperkirakan tidak merata di wilayah Kabupaten Lamongan. Sehingga BPBD tetap bersiaga 24 jam melayani jika ada masyarakat yang butuh droping air bersih untuk mengantisipasi dampak sosial karena kesulitan air

Muslimin melanjutkan musim kemarau yang panjang tahun ini ditandai dengan masih dilakukan droping air bersih. Padahal pada pertengahan bulan Oktober 2018, BPBD Lamongan sudah tidak melakukan droping air karena sudah turun hujan.

Selain itu, saat ini air Bengawan Solo mengering. Biasannya, masyarakat masih mengkonsumsi air dari sungai terpanjang dan terbesar se-Jawa itu.

perlu dibaca : Saat Air Bengawan Solo Surut, Warga Lamongan Temukan Perahu diduga Era Belanda

 

Kondisi air sungai Bengawan Solo surut saat musim kemarau di Desa Plangwot, Kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Penyebab Bengawan Solo Surut

Muslimin menduga air Bengawan Solo sangat surut tahun ini karena karena pola tanam masyarakat yang tidak seusai. Saat ini, masih banyak petani yang menanam padi yang butuh banyak air. Sehingga mereka menyedot air dari sungai yang dulu bernama Wulayu ini.

“Sepanjang saya melakukan susur sungai antara Karanggeneng sampek Laren itu, saya hitung hampir ada 75-80 pompa irigasi yang digunakan untuk mengairi lahan pertanian,” ungkapnya. Seharusnya perlu mengatur dan mengubah pola tanam dengan menanam palawija seperti jagung saat musim kemarau.

Selain itu, ada beberapa pintu air Bengawan Solo juga di tutup, karena digunakan untuk mengaliri perusahaan Petrokimia dan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). “Makanya disana juga tidak berani membuka (pintu air). Kalau (pintu air) dibuka, maka Petrokimia bakal kekurangan air, PDAM Lamongan juga bisa terhambat,” pungkasnya.

menarik dibaca : Musim Kemarau, Petani Manfaatkan Rawa yang Mengering

 

Dua bocah bermain di sungai Bengawan Solo saat kondisi air surut karena musim kemaraudi Desa Plangwot, Kecamatan Laren, Lamongan, Jatim. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Jatim menyatakan saat ini di sebagian wilayah di Jatim sudah mulai memasuki masa peralihan musim kemarau ke musim hujan, mulai dasarian dua dan tiga bulan November.

Teguh Sutrisno, Kasi Data Informasi BMKG Juanda, dilansir dari Antara menjelaskan, saat ini memang masih akhir dari fase musim kemarau “Namun demikian, beberapa daerah di Jawa Timur sudah memasuki peralihan musim. Ini sesuai dengan prediksi musim,” ungkapnya, pada Selasa (29/10/2019).

Saat peralihan musim ini, Teguh menghimbau agar warga mewaspadai potensi cuaca ekstrim seperti hujan sesaat, angin kencang dan petir.

 

Warga melintas di deretan pohon yang meranggas karena musim kemarau. BPBD Lamongan menyebutkan kekeringan di Lamongan tahun ini meningkat. Ada 84 desa di 18 kecamatan terdampak kekeringan. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version