Mongabay.co.id

Pengusaha Sawit Diduga Otak Pembunuhan Martua dan Maraden

Puluhan ribu hektar hutan di Sumut sudah dikuasai korporasi jadi kebun sawit. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Pembunuhan dua warga Labuhanbatu di kebun sawit PT SAB/KSU Amelia, di Dusun VI Desa Wonosari, Kecamatan Panai Hilir, Labuhanbatu, Sumatera Utara, terungkap. Polda Sumatera Utara berhasil menangkap lima tersangka, termasuk terduga aktor di balik pembunuhan, Martua Parasian Siregar alias Sanjai, mantan wartawan surat kabar mingguan Pilar Indonesia (Pindo) Merdeka, dan Maraden Sianipar, kader Partai Nasdem Sumut.

Pada Kamis (7/11/19), sekitar pukul 14.00, otak pembunuhan, WP alias Hr (40), pemilik perkebunan sawit PT SAB/KSU Amelia, ditangkap di Kota Medan. Jadi, lima dari delapan tersangka sudah ditangkap dalam waktu berbeda.

Sebelum itu, VS (49), ditangkap Tim Reskrim Polres Labuhanbatu dan Reskrim Polsek Panai Hilir, Selasa (5/11/19), setengah jam kemudian polisi tangkap, SH (50) di Sei Berombang Panai Hilir. Pada hari sama, polisi tangkap DS(40) ditangkap di Desa Janji, Humbang Hasundutan. Pada Rabu (6/11/19) sekitar pukul 22.30, ditangkap JK.

Baca juga: Dua Warga Labuhanbatu Tewas di Kebun Sawit Berkonflik dan Masuk Kawasan Hutan

 Inspektur Jenderal Agus Andrianto, Kapolda Sumut, mengatakan, otak pelaku yang menyuruh delapan orang membunuh Maraden dan Sanjai, tak lain adalah pemilik perkebunan KSU Amelia, bernama Hr.

Otak pembunuhan terungkap, katanya, setelah tim polisi memburu para pelaku, dan menangkap lima dari delapan orang diduga pelaku pembunuhan.

Dari pemeriksaan, kata Agus, Sanjai dan Maraden dihabisi karena dianggap menggarap lahan di perkebunan sawit ‘milik’ Hr.

“Para pelaku bertugas sebagai orang suruhan untuk mengamankan lahan perkebunan sawit milik Hr. Kelompok Maraden Sianipar terus menggarap lahan perusahaan, menanam dan memanen sawit di lahan masuk kawasan hutan lindung.”

Pengakuan para tersangka, katanya, Hr memerintahkan agar mengusir mereka bila perlu dihabisi. “Itulah awal mula pembunuhan ini,” kata Agus.

Dia menjelaskan, kronologi pembantaian dua warga ini. Pada Selasa siang, (29/10/19), kedua korban akan menuju lahan mereka, dihadang para pelaku. Mereka dilarang melintas perkebunan apalagi sampai menggarap lahan yang diklaim punya Hr, padahal masuk kawasan hutan.

 

Ilustrasi. Tanaman sawit tumbuh di Indonesia, secara legal dan ilegal. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sekitar 3,4 juta hektar kawasan hutan menjadi kebun sawit, baik oleh perusahaan maupun warga. Tata kelola kebun sawit begitu buruk. Kini, kebun sawit ilegal di kawasan hutan memakan korban jiwa. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Kedua korban mengabaikan larangan itu, tetap bersikeras masuk. Kondisi makin memanas dan berujung bentrok. Para pelaku yang sudah mempersiapkan senjata tajam langsung membantai keduanya hingga tewas. Setelah itu, mereka malarikan diri. Kedua korban tewas dengan penuh luka bacok ditemukan keesokan harinya, 30 Oktober 2019.

“Pelaku lain masih kita buru. Tim gabungan Ditkrimum Polda Sumut, bersama tim dari Polres Labuhanbatu terus bergerak. Masih diperiksa siapa, melakukan apa. Peran mereka apa saja, ini masih terus Didalami. Para pelaku menghabisi kedua korban karena diimingi uang,” katanya.

Hr, katanya, masih mengelak sebagai orang yang memerintahkan menghabisi kedua korban, meski para tersangka mengaku mereka suruhan Harry. Polisi masih terus periksa kasus ini. “Siapapun yang terlihat akan diproses.”

Sementara itu, hasil pemeriksaan awal terhadap para pelaku, terungkap pula kalau sebelum menghabisi kelompok Maraden, ternyata salah seorang pelaku, JK juga pernah diperintahkan menghabisi kelompok penggarap masyarakat dipimpin Ranji Siallagan. Yang memerintahkan menghabisi Ranji adalah Hr. Joshua diberi upah Rp15 juta. Beruntung Ranji selamat.

Mengenai masalah ini, polisi akan pendalaman lebih lanjut dan mengumpulkan bahan maupun keterangan saksi. Tak menutup kemungkinan, katanya, tersangka terus bertambah.

 

Dampingi warga

Sosok Maraden dan Sanjai, merupakan dua orang yang aktif mendampingi warga untuk mendapatkan legalitas pengelolaan lahan di kawasan hutan dari pemerintah. Forum Investigasi Zoo Indonesia mencoba menelusuri rekam jejak kedua korban.

Menurut Andi Sinaga, Investigator Zoo Indonesia, kedua korban adalah pendamping masyarakat di Dusun VI Desa Wonosari, Kecamatan Panai Hilir, Labuhanbatu, yang sejak lama berkonflik dengan perusahaan yang beroperasi di kawasan hutan.

Keduanya sejak 2015, mencoba mengadvokasi warga menggunakan jalur benar supaya bisa mengelola hutan negara ini secara Iegal.

Keduanya dianggap perusahaan yang beroperasi ilegal ini sebagai ancaman. Acap kali kedua korban mendapat teror dari orang yang tak dikenal. Hal itu, tak menyurutkan langkah mereka mendampingi masyarakat desa di sana.

“Kami sudah bertemu dengan Burhan Nasution, salah satu saksi yang diperiksa polisi. Dia banyak bercerita bagaimana keduanya sering mendapatkan ancaman dan teror dari orang tak dikenal untuk tak mencampuri konflik lahan antara masyarakat dengan perusahaan,” kata Andi.

Dari pengamatan area yang mereka lakukan, lebih dari 270 hektar perkebunan sawit dikuasai PT.SAB/KSU Amelia di dalam kawasan hutan. Dalam area ini berdasarkan temuan tim Bukit Barisan Sumatran Tiger Rangers (BSTR), setidaknya ada dua harimau Sumatera pernah terekam.

“Manurut Burhan, saat akan melintas dari lahan perusahaan, ada penjaga palang yang terlihat. Kami menelusurinya dan ternyata ada sejumlah preman dibayar untuk menjaga,” katanya.

Dia berharap, kepolisian bisa menyelesaikan kasus ini hingga tuntas sampai ke aktor intelektualnya. Polisi, katanya, wajib mengusut siapa saja yang terlibat menguasai ilegal hutan negara.

Dinas Kehutanan Sumut, sudah menyegel kebun sawit perusahaan ini sejak 2018, tetapi penyelesaian masalah hingga kini tak ada kejelasan. Dia menduga, ada keterlibatan oknum-oknum tertentu. “Polisi harus dalami ini juga.”

 

Keterangan foto utama: Ilustrasi. Kala penegakan aturan hukum  lemah, ada perusahaan sawit beroperasi di kawasan hutan tetapi seakan tak ada ketegasan hukum. walau sudah disegel tetapi terap ‘berkuasa’. Sisi lain,  legalitas warga yang ingin mengelola kawasan hutan juga berlarut. Hasilnya,  konflik di lapangan. Warga tewas di tangan orang-orang suruhan pemilik usaha kebun sawit. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version