Mongabay.co.id

Ini Cara Pengusaha Muda Ende Hasilkan Produk Ramah Lingkungan. Seperti Apa?

 

Sebanyak 24 pemuda terpilih dari kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT) mendeklarasikan sumpah untuk menjadi wirausaha yang selaras dengan rencana aksi dunia Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).

Deklarasi Ethicalpreneur Ende yang dibacakan bersamaan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda di Kantor Bupati Ende, Senin (28/10/2019)  menyuarakan agar semua pengusaha harus menghasilkan produk yang dapat diperbaiki dan tahan lama.

Komunitas E.thical Ende diantaranya para wirausaha muda berkomitmen untuk mulai menyediakan fasilitas daur ulang di setiap usaha yang berada di Kabupaten Ende.

E.thical mendeklarasikan untuk meningkatkan upah yang adil untuk para pekerja usaha kami, jaminan kesehatan dan sosial serta menolak pekerja di bawah umur.

E.thical juga berkomitmen akan melakukan pengolahan limbah secara bertanggungjawab agar sumber daya alam tetap terjaga. Serta akan menggunakan bahan baku lokal dan organik dalam kegiatan berwirausaha.

Irma Sitompul, Pendiri dan Koordinator Kurikulum E.thical Ende mengatakan Ethicalpreneur merupakan sebuah Program Pendidikan Kewirausahaan Berkelanjutan.

E.thical ingin memberdayakan kaum muda di daerah-daerah tertinggal Indonesia untuk memperkuat ekonomi wilayahnya melalui kewirausahaan lestari dan keberlanjutan.

baca : Inilah Para Pahlawan Sampah dari Koja Doi

 

Para wirausahawan muda berkelanjutan di kabupaten Ende, NTT, mendeklarasikan sumpah menjadi wirausaha yang berjalan selaras dengan Sustainable Development Goals (SDGs). Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Sedangkan Co-founder E.thical Saniy Amalia Prisila mengatakan mereka tidak hanya mengajarkan kewirausahawan berorientasi keuntungan, tetapi juga mengintegrasikan dampak sosial dan lingkungan dalam bisnisnya dengan tiga pilar yaitu profit, people dan planet.

Selain tidak merusak lingkungan, Sani mengatakan bisnis pengusaha muda harus menyelesaikan isu-isu sosial seperti pengangguran dan kemiskinan. Ada 19 usaha yang dijaring dari 75 pendaftar dari kabupaten Ende.

“Ketika orang melakukan kewirausahawan harus juga memikirkan proses operasional produksinya mulai dari ekstraksinya sampai pengolahannya dan dampak lingkungannya,” sarannya.

Misalnya kemasan produk bisa didaur ulang dan meminimalkan limbah produksi. Sani mengatakan kebanyakan peserta ingin mengurangi kemasan plastik.

“Juga dari ekstraksi barangnya, misalnya kain tenun, mereka jangan menggunakan pewarna kimia atau tidak ramah lingkungan. Sebab ketika bahan kimianya sudah masuk ke dalam air maka air akan tercemar,” terangnya.

baca juga : Meski Disabel, Saver Tetap Setia Bergelut Tanggulangi Sampah

 

Ibrahin,mahasiswa fakultas Pertanian Universitas Flores (Unflor) sedang mengukur ektrak kulit kakao untuk dijadikan sabun kesehatan di laboratorium kampusnya. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Sabun Kulit Kakao

Salah satu contoh pengusaha muda, yaitu Ibrahin, mahasiswa kampus Universitas Flores di kota Ende. Dengan produk bernama Able, yaitu sabun kecantikan bebas bahan kimia dari ekstrak kulit kakao berpewangi daun kamboja, daun sereh, bunga melati, daun pandan dan kayu manis.

“Saya mulai mencoba formulasinya bulan Mei 2019 dan patennya formulasi sekitar akhir Agustus. Sabun berbahan kakao dipilih karena saya biasa terjun ke lapangan melakukan penelitian dan pengabdian terhadap masyarakat tani,” katanya saat ditemui Kamis (31/10/2019).

Ibrahin melihat petani hanya memanfaatkan biji kakaonya tanpa memanfaatkan kulitnya. Dia kemudian membeli kulit kakao seharga Rp5.000/kg. Sedangkan ampas kulitnya bisa dijadikan pupuk atau pakan ternak.

Produk sabun Able dibungkus kertas coklat organik yang mudah terurai dan dijual per kilogram.

“Nama Able berangkat dari sustainble, agar usaha ini berkelanjutan. Kedepannya produk yang kami hasilkan bukan saja sabun tetapi hand body shampo atau lainnya yang berbahan baku kulit kakao,” harapnya.

menarik dibaca : Melihat Semangat Pahlawan Cilik Sampah Bersihkan Pantai Wairterang

 

Maria Bibiana Noverthin mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Flores Ende memperlihatkan produk tas hasil daur ulang sampah plastik berlabel Daur Creative Ende. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.

 

Tas Daur Ulang

Pengusaha muda lainnya yaitu Maria Bibiana Noverthin Meo mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Flores dan Maria Yuniarti Anu mahasiswa Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat (STPM) St. Ursula Ende.

Dengan nama usaha Daur Creative Ende, mereka mendaur ulang sampah plastik menjadi tas, bros dan dompet. Sampah diambil dari Bank Sampah Sano di kampus STPM Ende.

“Kepedulian mahasiswa untuk memilah sampah masih minim sehingga kami ingin membuat bank sampah sendiri dan mendaur ulang sampah,” kata Ertin, sapaan Maria Bibiana.

Keduanya ingin mengajarkan teman-temannya mendaur ulang sampah menghasilkan barang ekonomis. Contohnya tas besar yang dijual Rp40.000 dan dompet seharga Rp30.000.

“Kami membuat berdua di rumah dengan mempergunakan alat sendiri . Kami belajar membuat produk dari media sosial dan serius memulai usaha ini. Pihak kampus juga mendukung kami membangun bank sampah,” tambah  Ertin.

 

Exit mobile version