Mongabay.co.id

Kurang Dua Pekan, Tiga Penyu Ditemukan Mati di Bengkulu

 

 

Kurang dua pekan, tiga penyu ditemukan mati di pantai Bengkulu. Peristiwa ini menjadi perhatian serius Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Provinsi Bengkulu. Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA, Mariska Tarantona mengatakan, pihaknya sedang mengidentifikasi penyebab kematian satwa dilindungi tersebut.

Kematian penyu pertama ditemukan di Pantai Panjang pada Kamis malam [31/10/2019] oleh pegiat lingkungan Yayasan Lestari Alam Untuk Negeri [Latun]. Jenisnya adalah penyu sisik [Eretmochelys imbricata].

“Hari Jumat [1/11/2019] kami bawa ke labotorium kelautan untuk dinekropsi penyebab kematiannya,” kata Mariska, Selasa [12/11/2019].

Baca: Penyu Enggan Datang ke Teluk Sepang

 

Penyu hijau ditemukan mati terdampar di Pantai Tapak Paderi. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Belum selesai diketahui penyebab kematian penyu tersebut, BKSDA Bengkulu kembali menerima laporan warga Kelurahan Teluk Sepang. Ada penyu mati di Pantai Teluk Sepang pada Ahad [10/11/2019].

“Terjadi di sekitar tempat pembuangan limbah PLTU Teluk Sepang. Pada waktu yang sama, warga juga menemukan banyak ikan mati di area tersebut,” tutur Mariska.

“Kami belum memastikan jenis penyu itu. Dugaan sementara, berdasarkan foto yang beredar adalah penyu sisik,” tambah dia. Mariska mengatakan bangkai penyu akan diselidiki kematiannya, apakah keracunan limbah, atau terjerat jaring nelayan.

Selang sehari, pegiat lingkungan Yayasan Latun menemukan penyu mati di Pantai Tapak Pederi, Senin [11/11/2019].

Jenisnya penyu hijau [Chelonia mydas], dengan ukuran panjang 54 cm dan lebar 51 cm. “Di hari yang sama, tim BKSDA langsung membawa bangkainya,” kata Mariska.

Baca: Apakah Tes DNA Penyu Bisa Menelusuri Lokasi Penangkapannya?

 

Penyu hijau yang ditemukan mati di Pantai Tapak Paderi ini merupakan korban ke tiga dalam dua pekan terakhir. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Satwa terancam punah

Dosen Kelautan Universitas Bengkulu, Zamdial Ta’aladin menegaskan kedua jenis penyu yang ditemukan mati itu adalah spesies terancam punah.

“Badan konservasi dunia International Union for Concervation of Nature and Natural Resources [IUCN] memasukkan penyu sisik ke dalam status Kritis [Critically Endangered/CR], sedangkan penyu hijau digolongkan Genting [Endangered/EN],” katanya kepada Mongabay, Selasa [12/11/2019].

Convention on International Trade in Engdangered Spesies of Wild Flora and Fauna [CITES] sudah membuat ketentuan. Semua jenis penyu laut dimasukkan dalam Appendix I yang artinya perdagangan penyu untuk tujuan komersil dilarang.

Indonesia merupakan rumah enam jenis penyu dari tujuh spesies yang ada di dunia. Mulai penyu sisik [Eretmochels imbricata], penyu hijau [Shelonia mydas], penyu lekang [Lepidochelys olivacea], penyu pipih [Natator depressus], penyu tempayan [Caretta caretta], dan penyu belimbing [Dermochelys coriacea].

Pemerintah melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi menetapkan penyu sisik, penyu hijau, penyu lekang, penyu tempayan dan penyu pipih jenis dilindungi.

“Empat di antaranya sering ke Pantai Bengkulu untuk bertelur, yakni penyu sisik, penyu lekang, penyu hujau, dan penyu belimbing,” jelas Kepala Program Studi Ilmu Kelautan Universita Bengkulu tersebut.

 

Pentu sisik yang ditemukan mati di Pantai Teluk Sepang. Foto: Suarli/Mongabay Indonesia

 

Dia juga memaparkan, penyebab kematian penyu bisa diselidiki dengan pembedahan isi perut, untuk melihat apa yang ada di saluran pencernaanya. “Jika ditemukan plastik, berarti menelan sampah yang dibuang di laut dan mencemari habitatnya saat mencari makan,” kata Zamdial.

Dia juga menambahkan, kematian penyu bisa juga karena teperangkap jaring atau alat penangkap ikan, atau dibunuh dan hanyut terbawa arus ke pantai.

Pelaku kejahatan bisa dijerat UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ancamannya, 5 tahun penjara dan denda Rp100 juta.

“Pemanfaatan jenis satwa ini dibolehkan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, dan penyelamatan,” jelasnya.

 

Yogi dari Yayasan Latun menunjukkan penyu hijau yang mati di Pantai Tapak Paderi. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Perhatian kelompok pelestari

Zamdial meminta semua pihak memperkuat perhatian perlindungan penyu di Bengkulu. “Salah satu caranya dengan tidak membuang sampah ke laut. Pemahaman nelayan untuk tidak membunuh bila ada penyu terjerat sangat penting ditingkatkan, juga menjaga kelestarian pantai tempat penyu bertelur,” terangnya.

Zamdial menambahkan, peran aktif kelompok-kelompok pencinta lingkungan dan satwa langka harus didukung. “Kelompok konservasi penyu mulai tumbuh di Bengkulu, dari Kelompok Pelestari Penyu Alun Utara di Pekik Nyaring, Yayasan Latun di Tapak Paderi, Kelompok Konservasi Penyu di Ipuh, dan Retak Ilir di Mukomuko,” jelasnya.

Dia mengatakan, Program Studi Ilmu Kelautan Universita Bengkulu juga memiliki kelompok mahasiswa yang menekuni konservasi penyu yaitu Marine Science Turtle Club [MSTC].

Hal senada disampaikan pegiat lingkungan dari Yayasan Latun, Paventri Prayogi. Kerja sama pemangku kebijakan, pegiat lingkungan, dan masyarakat harus ada. “Harus kolaborasi, tak bisa kerja sendiri. Pemerintah, kelompok konservasi, dan nelayan saling dukung, menjaga kelestarian laut dan habitatnya,” pungkasnya.

 

 

Exit mobile version