Mongabay.co.id

Ini Merek Sampah Terbanyak Beberapa Sekolah di Bali

 

Nyemil memang enak di mulut, tapi setelah habis, sampahnya jadi masalah besar. Terlebih jika sulit didaur ulang. Inilah tiga merek yang memproduksi sampah terbanyak di tiga sekolah di Bali dari hasil audit merek (brand audit).

Yayasan BaliFokus/Nexus3 berpartisipasi dalam #BrandAudit2019 atau audit merek dari jaringan #BreakFreeFromPlastic yang dilakukan di 3 sekolah di 3 Kabupaten yaitu SD Negeri 4 Yangapi Kabupaten Bangli, SMP Negeri 3 Kuta Utara Kabupaten Badung dan SD Hainan School Kota Denpasar. Ketiganya mewakili sekolah di daerah pegunungan, sungai, pusat wisata, dan perkotaan.

Audit merek ini dilaksanakan pada 11-18 September 2019. Hasil keseluruhan audit merek sampah plastik di sekolah-sekolah tersebut menunjukkan tiga besar perusahaan penghasil sampah plastik di sekolah-sekolah adalah Mayora (21%), Orang Tua (17%), dan Indofood (11%). Prosentasenya dihitung dari hampir 1000 pcs dengan 10 besar merek terbanyak.

“Setelah izin sekolah, hampir tiap hari ambil tong sampahnya. Kami minta sampahnya tak dicampur, kalau bisa dipisah. Tetap ada tercampur,” urai Nindhita Proboretno dari Nexus3 pada Mongabay, Selasa (19/11/2019).

baca : Hebat, Sekolah Ini Menerapkan Nol Plastik

 

Proses pengelompokkan dan penghitungan sampah anorganik dari sekolah dalam brand audit untuk mendorong tanggungjawab produsen mengurangi sampah sekali pakai. Foto: arsip Nexus3/Mongabay Indonesia

 

Hanya sampah anorganik yang diambil dari sekolah, lalu ditimbang dan dicatat. Dikelompokkan mana yang bisa didaur ulang dan residu, ditimbang lagi. Dikelompokkan lagi sesuai jenis kantong kresek, sedotan plastik, styrofoam, dan sachet. Setelah itu dihitung per mereknya.

Hasil audit merek menunjukkan bahwa sampah-sampah bermerek yang ditemukan berupa bungkus biskuit, bungkus permen, snack kemasan, air minum dalam kemasan gelas plastik, pouch plastik, botol plastik, dan karton. Dari total 1.797 sampah bermerek yang ditemukan, ada 961 sampah dari 10 perusahaan dengan sampah terbanyak sebagai 10 besar perusahaan penyumbang sampah plastik terbanyak di 3 sekolah.

Masalahnya, sebagian besar sampah sulit terurai di lingkungan dan bernilai rendah untuk didaur ulang. Misalnya material sachet, paling banyak lebih dari 1000 pcs, ini termasuk plastik multilayer, berlapis, dan tidak laku.

Sebelumnya, Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali juga melakukan brand audit yang di 3 sekolah lain di Bali, kebanyakan sampah berupa sachet dan plastik bening wadah minuman.

Sejumlah rekomendasi dari Nexus3 di antaranya sekolah-sekolah harus membuat sistem pengelolaan sampah terpadu bekerjasama dengan bank sampah terdekat, banjar serta Dinas Kebersihan setempat.

baca juga : Cerita Ponpes Berwawasan Lingkungan yang Menuju Kemandirian

 

Proses pengelompokkan dan penghitungan sampah anorganik dari sekolah dalam brand audit untuk mendorong tanggungjawab produsen mengurangi sampah sekali pakai. Foto: arsip Nexus3/Mongabay Indonesia

 

Sekolah memiliki kewenangan untuk lebih tegas mengatur jenis produk yang dijual melalui kantinnya. Hal ini bisa dilakukan dengan mencari alternatif pengganti makanan kemasan seperti makanan yang diproduksi sendiri sehingga meminimalkan sampah plastik, selain itu juga memajukan usaha lokal.

Mendorong perusahaan yang memproduksi makanan ringan dan minuman kemasan di sekolah juga turut bertanggung jawab terhadap pengumpulan sampah pasca konsumsi. Dengan bertanggung jawab, maka secara langsung dapat mengurangi beban sekolah dalam mengelola sampahnya.

“Selama ini, tekanan dari publik hanya ditujukan kepada perusahaan internasional yang sudah memiliki nama di global dan nasional. Padahal, perusahaan multinasional dan lokal juga harus turut ditekan. Karena perusahaan-perusahaan ini lebih mudah menjangkau sekolah-sekolah di pelosok dan turut bertanggung jawab,” lanjut Nindhita.

 

Data 10 perusahaan pencemar plastik di dunia tahun 2018 dan 2019. Sumber : Nexus3 Bali Fokus

 

Rekomendasi lainnya untuk produsen, redesain kemasan sekali pakai dengan menggunakan bahan dari daur ulang alami atau bahan yang lebih tebal sehingga dapat digunakan berulang. Membangun sistem alternatif refill bulk store atau toko yang menjual dalam bentuk besar atau kiloan di berbagai kota hingga pelosok. Sehingga masyarakat dapat mengisi ulang dengan mudah dan dapat dijangkau dengan mudah oleh masyarakat.

Pemerintah diminta menegakkan dan menerapkan peraturan terkait tanggung jawab produsen. Selain itu juga, membuat peraturan teknis tentang tata cara pelaksanaannya serta sanksi apabila melanggar.

Peraturan Pemerintah No.81/2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis pada Pasal 12 menyebutkan produsen wajib melakukan pembatasan timbulan sampah dengan menyusun rencana dan/atau program pembatasan timbulan sampah sebagai bagian dari usaha dan/atau kegiatannya. Atau menghasilkan produk dengan menggunakan kemasan yang mudah diurai oleh proses alam dan yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin.

Salah satu peserta brand audit di sekolah mengatakan tantangan pengelolaan sampah cukup banyak. Walau sekolahnya sudah memilah sampah, namun saat pengangkut sampah datang, kembali digabungkan. “Bahkan sering sampah daun di komposter juga diangkut, katanya mereka tidak tahu apa itu komposter,” papar Elvi Mariati Pintubatu, Koordinator Pendidikan Hainan School. Selain itu, perbedaan kebiasaan di sekolah dan rumah membuat program peduli pilah sampah ini tak maksimal.

Audit merek produksi sampah di sekolah ini menurutnya bermanfaat mengedukasi anak-anak bertanggung jawab dengan apa yang dimakan. “Kelak ketika anak-anak menjadi dewasa dan menjadi pelaku usaha agar mereka bisa bertanggungjawab dengan sampah dihasilkan,” lanjut Elvi.

perlu dibaca : Aliansi Global “Break Free From Plastic” Merilis Audit Merek Sampah

 

Hasil audit merek sampah di Bali. Sumber : Nexus3 Bali Fokus

 

Mengurangi produk sekali pakai

Sebagai salah satu anggota Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI), Yayasan Nexus3/BaliFokus juga membuat program kampanye edukasi Ban the Big 5 di sejumlah sekolah. AZWI adalah 9 organisasi yang terdiri dari YPBB, GIDKP, Nexus3/BaliFokus, PPLH Bali, ECOTON, ICEL, Nol Sampah, Greenpeace Indonesia dan Walhi. Program kampanye edukasi ini dirancang untuk mendukung program pemerintah daerah untuk meningkatkan kapasitas dan pengetahuan sekolah, guru dan murid serta mengubah perilaku dalam mengurangi lima produk plastik sekali pakai.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Bangli, Ida Ayu Yudi Sutha, seperti dikutip dari siaran pers Nexus3 mengatakan perbaikan bisa dimulai misalnya dengan mengajak kantin sekolah untuk berpartisipasi dalam pengurangan plastik sekali pakai. Masalah polusi plastik di sekolah tidak bisa ditangani hanya oleh pemerintah dan pihak sekolah sendiri.

 

Brand audit global

Aliansi Break Free From Plastic (BFFP) yang terdiri dari lebih dari 1300 anggota jaringan ini mendiskusikan hasil audit merek (brand audit) dari sampah laut yang dikumpulkan tahun ini di 42 negara, 6 benua dari 239 kegiatan bersih-bersih pesisir laut dan darat pada 2018. Lebih dari 187 ribu unit sampah plastik ini dipilah-pilah sesuai merek-nya.

Nasib sampah plastik kemasan di sekitar kita saat ini adalah dibakar, menggunung di TPA, atau berada di permukaan laut sampai melapuk. Bagaimana mendorong produsen untuk turut bertanggungjawab menanganinya?

Sejumlah merk terbanyak yang ditemukan adalah Coca-Cola, PepsiCo, Nestlé, Danone, Mondelez International, Procter & Gamble, Unilever, Perfetti van Melle, Mars Incorporated, dan Colgate-Palmolive. Tiga teratas (Coca-Cola, PepsiCo, dan Nestlé) menyumbang 14% dari sampah plastik bermerek ditemukan di seluruh dunia.

Coca-Cola ditemukan di 40 dari 42 negara yang berpartisipasi. Lebih dari 75% dari semua 239 pembersihan yang berpartisipasi melaporkan menemukan produk bermerek Coca-Cola di sepanjang pantai mereka, jalan, dan lainnya.

baca juga : Break Free From Plastic: Paksa Perusahaan Ubah Produksi Sampah

 

Ilustrasi. Partisipan World Clean Up Day bersama relawan Greenpeace mengumpulkan sampah plastik di Pantai Kuk Cituis, Tangerang Banten pada Jumat (15/9/2018). Foto : Greenpeace Indonesia/Mongabay Indonesia

 

Dikutip dari laporan Nexus3, data audit merek dalam dua tahun terakhir perusahaan pencemar sampah plastik tidak berbeda jauh yaitu tiga perusahaan pencemar tertinggi adalah Coca-cola, Nestle, dan PepsiCo. Apabila perusahaan ini tidak melakukan perubahan kebijakan dalam kemasannya, maka dalam tahun-tahun kedepan ketiga perusahaan akan selalu muncul sebagai perusahaan pencemar plastik.

Tidak berbeda jauh dengan data global, audit merek juga dilakukan oleh Greenpeace Indonesia tahun 2018. Audit merek yang dilakukan saat kegiatan bersih pantai antara lain di Pantai Mertasari, Bali (Danone, Dettol, Unilever), Pantai Pandansari, Yogyakarta (Indofood, Unilever, Wings), dan Pantai Kuk Cituis, Tangerang (Santos, P&G dan Wings).

Produksi plastik global telah mencapai 320 juta metrik ton per tahun, jutaan ton polusi plastik masuk dan menyumbat sungai, lautan, dan tempat pembuangan sampah. Diperkirakan 8,3 miliar metrik ton plastik telah diproduksi secara total sejak tahun 1950-an, dan penelitian terbaru menunjukkan bahwa hanya 9% yang memilikinya telah benar-benar didaur ulang, 12% telah dibakar, dan sisanya sekitar 80% sebagian besar berakhir di tempat pembuangan sampah, di lautan, atau sekitar kita.

 

Exit mobile version