Mongabay.co.id

Bertemu LSM Lingkungan, Menteri Kelautan Tegaskan Perikanan Berkelanjutan dan Kawasan Konservasi

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menegaskan bakal memperhatikan aspek keberlanjutan dalam kebijakan pembangunan sektor perikanan dan kelautan Indonesia.

Hal tersebut diungkapkan Edhy saat melakukan pertemuan dengan Forum Komunikasi Konservasi Indonesia (FKKI) di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Rabu (27/11/2019).

“Betapa pun hebatnya perikanan tangkap kita, hebatnya ekspor ikan dari hasil laut kita, hebatnya ekspor ikan dari budidaya kita, kalau semua ujungnya merusak lingkungan, hanya sekali saja bisa kita nikmati,” tegas Edhy dalam siaran pers KKP.

baca : Optimisme Para Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan dengan Program Menteri Baru

Sehingga Edhy bakal melakukan pendekatan produktif yang mengarah pada keberlanjutan, human capital dan social capital kepada para pemangku kepentingan yang banyak belum tahu tentang hal itu.

Ia ingin agar konservasi lingkungan yang dilakukan dapat dipahami dan dimengerti masyarakat dengan baik sehingga dalam praktiknya mereka tidak merasa terbebani. Oleh karena itu, berbagai kebijakan konservasi harus disosialisasikan dan dikonsultasikan dengan baik.

“Saya ingin masyarakat mengerti bahwa usaha yang mereka lakukan harus berkelanjutan sehingga mereka tidak cepat puas dengan apa yang sudah didapat,” tuturnya.

Ia juga berkomitmen untuk menunjang kegiatan masyarakat nelayan dengan penyediaan infrastruktur, seperti pembenahan kampung-kampung nelayan yang kumuh dengan pembangunan rumah susun khusus nelayan.

Selain itu, Edhy ingin agar nelayan tidak hanya menangkap ikan, tetapi juga dapat melakukan diversifikasi usaha, misalnya dengan membuka usaha kuliner ikan. Menggiatkan sepanjang pantai utara Jawa (Pantura) sebagai pusat kuliner ikan sehingga profesi nelayan punya nilai tambah.

baca juga : Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Nasional Tidak Beres?

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (kiri) didampingi Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi (kanan) saat melakukan pertemuan dengan Forum Komunikasi Konservasi Indonesia (FKKI) di Kantor KKP, Jakarta, Rabu (27/11/2019). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Dia mengapresiasi terhadap berbagai komitmen, saran, dan masukan yang dinyatakan berbagai LSM anggota FKKI. “Saya belum bisa berbuat banyak. Namun saya akan mengkompilasi segala macam permasalahan di wilayah yang saya pimpin ini sehingga akhirnya nanti ada langkah-langkah apa yang akan kita ambil,” ucapnya.

FKKI merupakan forum bersama LSM lingkungan yang mempunyai program kelautan dan perikanan. LSM yang tergabung dalam FKKI seperti Burung Indonesia, Conservation International Indonesia, Greenpeace Indonesia, Pusat Transformasi Kebijakan Publik, The Nature Conservancy, Wetlands International Indonesia, Wildlife Conservation Society Indonesia, World Resources Institute Indonesia, WWF Indonesia, dan Yayasan Keanekaragaman Hayati (Kehati).

 

Kawasan Konservasi Perairan

Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi yang mendampingi Menteri Edhy dalam pertemuan itu menyebutkan pemerintah berusaha memenuhi komitmen global dalam Aichi Target (target global untuk mengurangi laju kehilangan keanekaragaman hayati dalam konvensi keanekaragaman hayati/convention on biological diversity/CBD) dan SDGs 14 yang menargetkan luas kawasan konservasi 10% dari luas perairan Indonesia pada tahun 2020.

Dia menyebutkan hingga triwulan III 2019, luas kawasan konservasi Indonesia telah mencapai 22,68 juta hektar atau 6,98 persen dari 325 juta hektar total luas perairan Indonesia.

“Indonesia akan terus memperluas kawasan konservasi sampai 32,5 juta hektar atau 10% luas perairan Indonesia sesuai Aichi Target & SDGs 14 pada tahun 2030,” tuturnya.

perlu dibaca : Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Harus Dilakukan Tepat, Seperti Apa?

 

Maluku Utara, baru saja memiliki tiga kawasan konservasi perairan. Kawasan konservasi ini guna memastikan ekosistem laut terjaga dan sumber laut dapat terkelola berkelanjutan oleh masyarakat, salah satu mencegah pengeboman ikan. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Pada kesempatan sama, Vice President Conservation International Indonesia Ketut Sarjana Putra menyoroti perubahan aturan perizinan pengelolaan kawasan konservasi yang berdampak secara lokal dan global. Terlebih Indonesia merupakan negara kepulauan.

Tak hanya dari segi konservasi, perubahan aturan ini juga berpengaruh dari segi ekonomi. Oleh karena itu, pihaknya bertekad untuk membantu pemerintah dalam profiling food and water sustainability secara global.

“Kita telah bekerja sama dengan pemerintah pusat, daerah, dan juga dengan sektor swasta untuk membantu mereka menjalankan business as usual menjadi sustainable,” sebutnya.

Pada kesempatan itu, FKKI menyatakan siap bekerja sama dengan pemerintah di bidang peningkatan budidaya, penanggulangan abrasi pantai, pengelolaan hutan mangrove, hingga perubahan iklim, dan berbagai persoalan konservasi kelautan lainnya.

FKKI juga mengusulkan agar dalam pengelolaan kawasan konservasi pemerintah tidak hanya melibatkan LSM, tetapi juga stakeholder terkait.

baca juga : Konservasi Laut Lebih Efektif dengan Keterlibatan Warga Lokal

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (tengah pakai jas) bersama perwakilan LSM anggota Forum Komunikasi Konservasi Indonesia (FKKI) di Kantor KKP, Jakarta, Rabu (27/11/2019). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Sedangkan Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak mengatakan FKKI ingin melanjutkan kemitraan bersama dengan KKP yang selama ini sudah terjalin selama kepemimpinan Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.

“Sebelum pertemuan itu, Greenpeace mengamati pak Menteri Kelautan dan Perikanan (Edhy Prabowo) mempunyai komitmen keberlanjutan. Memang harus ada keseimbangan antara perlindungan laut dengan kesejahteraan ekonomi nelayan,” kata Leonard yang dihubungi Mongabay Indonesia, Jumat (29/11//2019).

Greenpeace Indonesia juga menyinggung tentang perlindungan stok ikan nasional yang harus disinergikan dengan pemberantasan ilegal, unreported and unregulated (IUU) fishing. “Secara umum dia (Menteri Edhy) berkomitmen tentang hal itu,” kata Leonard.

Greenpeace juga mengemukakan persoalan sampah plastik di lautan dimana saat kepemimpinan Susi Pudjiastuti, KKP berkomitmen kuat untuk menanggulanginya.

Leonard menyebutkan Menteri Edhy Prabowo juga berkomitmen tentang sampah plastik di lautan. Bahkan disebutkan Edhy sedang berpikir KKP akan mengambil tanggung jawab pengelolaan sampah plastik di kawasan Labuan Bajo, NTB dengan pembangunan incinerator disana. “Bagi kami itu (pembangunan incinerator) merupakan solusi problematik (karena akan menambah emisi karbon),” katanya.

Greenpeace juga sempat menyinggung tentang permasalahan perbudakan yang dialami ABK asal Indonesia yang bekerja pada industri perikanan baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

“Lebih dari 50.000 orang ABK kita mengalami perbudakan di laut dengan perlakuan mengenaskan. Tetapi Pak Menteri tidak respon soal itu,” katanya.

Greenpeace Indonesia sendiri mulai tahun ini fokus pada permasalahan perbudakan ABK (sea slavery) dan akan mengeluarkan laporan hasil investigasi terkait sea slavery pada 9 Desember 2019.

 

Exit mobile version