Mongabay.co.id

Satu Tahun Penjara buat Penyelundup Ribuan Belangkas

Ada sekitar 7.000 belangkas yang sudah mati ini dikubur. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Sukandar, nahkoda kapal penyelundup 7.000 belangkas kena hukum 1,3 tahun penjara, denda Rp50 juta, subsider satu bulan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Medan, pekan lalu.

Dalam amar putusan, majelis hakim yang diketuai Bambang Joko Winarno, dengan hakim anggota masing-masing Tengku Oyong dan Jarihat Simarmata menyatakan perbuatan terdakwa melanggar Pasal 40 ayat (2) jo Pasal 21 ayat (2) huruf b UU No 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

“Mengadili, menjatuhkan hukuman penjara selama satu tahun tiga bulan penjara, denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan, terhadap Sukandar. Memerintahkan barang bukti disita untuk dimusnahkan,” kata Bambang, lalu mengetuk palu.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Belawan, Johannes, menuntut Sukandar dua tahun denda Rp50 juta, subsider tiga bulan kurungan.

Johannes mengatakan, Kamis (24/1/19) sekitar pukul 23.30 atau setidak-tidaknya pada Januari 2019, di wilayah laut Selat Malaka, Indonesia, Sukandar sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan belangkas, sebagai satwa dilindungi.

Beberapa jam sebelum itu, Nakhoda KM Lumba-lumba ini, bersama dua anak buah kapal, Mustariadi dan M. Amin, berangkat dari Air Masin menuju Pelabuhan Satun Thailand. Mereka membawa muatan sekitar 7.000 belangkas dan kepiting sangkak (kepiting tulang lunak), sebanyak 36 polipom dalam keadaan hidup.

 

 

Petugas patroli laut dari Lamtamal I Belawan sedang pengamanan laut, pakai Kapal KRI Pattimura-371. Mereka mendeteksi KM Lumba-lumba, yang dinaiki Sukandar dan rekan. Petugas curiga lalu pemeriksaan muatan, kelengkapan surat atau dokumen KM Lumba-Lumba dan menemukan sekitar 7.000 belangkas serta dan kepiting sangkak hidup 36 polipom.

“Petugas yang memeriksa tak menemukan kelengkapan dokumen akhirnya menangkap pelaku dan dua ABK-nya untuk proses hukum lebih lanjut,” kata Johannes.

Dalam dakwaan, pada 28 Januari 2019, Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera, mendapat laporan dari Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut) soal penangkapan KM Lumba-lumba itu. Mereka lalu memeriksa kapal bermuatan 7.000 belangkas di Lantamal I Belawan.

“Karena 7.000 belangkas sudah mati dan mulai mengeluarkan bau busuk, dilakukanlah pemusnahan di Markas Komando Satuan Polisi Reaksi Cepat Brigade Macan Tutul di Marendal, Deli Serdang.”

Usai mendengarkan amar putusan majelis hakim, warga Aceh Tamiang berusia 40 tahun ini, dan jaksa menerima putusan majelis hakim.

Dalam persidangan, Johannes menghadirkan ahli dari BBKSDA Sumut, Fitri Noor Ch. Fitri menerangkan, 7.000 belangkas merupakan jenis satwa dilindungi. Ada tiga jenis belangkas masuk daftar satwa dilindungi, yaitu, belangkas besar (Tachypleus gigas), belangkas tiga duri (Tachypleus tridentatus), dan belangkas padi (Carcinoscorpius rotundicauda).

Dia bilang, perburuan menyebabkan populasi satwa ini di alam terus menurun, hingga perlu ada tindakan cepat penyelamatan dari ancaman kepunahan.

Data dari Forum Investigator Zoo Indonesia, negara tertinggi di Asia tempat penyelundupan satwa dilindungi UU Indonesia ini adalah Tiongkok, Thailand Singapur dan Malaysia. Per minggu rata-rata ada 2.000 belangkas masuk Thailand, 4.000 masuk Tiongkok, 2.300 ke Malaysia dan Singapura.

 

Belangkas ini sudah mati dan akan diselundupkan ke luar negeri. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

 

Jaringan belangkas

Andi Sinaga, investigator Zoo Indonesia mengatakan, perdagangan ilegal belangkas ini sudah memiliki jaringan sendiri, mulai dari nelayan tradisional pengepul, lalu ke penampung utama di tingkat kabupaten. jaringanJini, katanya, ‘bermarkas’ di pesisir bersembunyi di balik penampungan tengkulak ikan.

Di Sumut, ada sejumlah lokasi, mulai Langkat di pesisir Pulau 9, berbatasan dengan Aceh. Juga Deliserdang, ada di Pesisir Perbaungan. Parahnya, di Perbauangan, ada sejumlah restoran bebas menjual belangkas dan telur untuk dikonsumsi mereka yang ‘berkantong tebal’.

“Kami sudah coba telusuri, ternyata BBKSDA Sumut mengetahui tapi gak ada tindakan. Setiap hari ada ratusan belangkas masuk ke sana dibawa pakai truk tertutup. Biasa pagi atau malam hari mereka menurunkan pesanan,” kata Andi.

Ada juga wilayah Sibolga, juga lokasi penampungan hasil tangkapan belangkas, disusul Batubara seperti di Desa Limalaras, Tanjung Tiram. Lalu di Pesisir Tanjung Balai, ada tangkahan dekat lokasi wisata bernama Water Bom.

“Kalau di Aceh ada di Aceh Tamiang, Aceh Timur hingga ke Aceh Besar kita pernah temukan. Sayangnya, modus pengiriman barang pada malam hari melewati jalur tikus tembus ke perairan Selat Malaka,” katanya.

Dia perkirakan, dalam satu bulan paling sedikit ada 10.000 belangkas diselundupkan ke empat negara di Asia, terbesar ke Tiongkok dan Thailand.

 

Keterangan foto utama:  Ada sekitar 7.000 belangkas yang sudah mati ini dikubur. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version