Mongabay.co.id

Menolak Punah Badak Sumatera, Sumatran Rhino Sanctuary Diperluas [Bagian 1]

 

 

Suaka Rhino Sumatera [Sumatran Rhino Sanctuary, SRS] Taman Nasional Way Kambas, Lampung, diperluas. Suaka Rhino Sumatera II, sebagai pusat konservasi semi in situ badak sumatera seluas 150 hektar itu, resmi beroperasi 30 Oktober 2019. Badak jantan bernama Harapan, mendapat kehormatan pertama menempati rumah baru tersebut.

Didirikan tahun 1996, luas awal SRS adalah 100 hektar. Di sini, terdapat 3 badak jantan [Andalas, Andatu, dan Harapan] serta 4 betina [Ratu, Bina, Rosa, dan Delilah]. Perluasan suaka dilakukan, selain bertujuan membuat kehidupan badak nyaman, tentunya ingin menghasilkan keturunan lebih banyak.

Ancaman kepunahan badak sumatera [Dicerorhinus sumatrensis] memang nyata: perburuan, alih fungsi hutan, rusaknya habitat, hingga hilangnya jalur jelajah. Populasi total badak sumatera di alam liar saat ini diperkirakan kurang dari 80 individu.

Persebarannya hanya di Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, dan Taman Nasional Way Kambas. Khusus di Taman Nasional Kerinci Seblat, sudah tidak ditemukan lagi jejaknya sejak 2011. Di Kalimantan Timur, satu individu badak betina bernama Pahu, di SRS Hutan Lindung Kelian Lestari, Kalimantan Timur, butuh jantan untuk dikawinkan.

Terbaru, badak sumatera yang berada di Malaysia, resmi dinyatakan punah. Iman, badak sumatera terakhir yang berada di Borneo Rhino Alliance [BORA], Sabah, Malaysia, mati akibat tumor pada Sabtu [23/11/2019] pukul 17.35 waktu setempat.

 

Badak Harapan yang perkembangannya selalu diperhatikan di SRS Way Kambas, Lampung. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati [KKH] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK], Indra Exploitasia mengatakan, perluasan SRS memberi harapan nyata pelestarian badak sumatera.

“Kami dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memiliki tugas, tidak hanya menyelamatkan badak sumatera yang ada di Lampung, tetapi juga menjamin kehidupan badak sumatera di Aceh dan Kalimantan Timur,” terangnya.

Pemerintah Indonesia sejatinya memiliki Rencana Aksi Darurat [RAD] Penyelamatan Badak Sumatera yang ditetapkan Dirjen KSDAE, Wiratno, Nomor: SK.421/KSDAE/SET/KSA.2/12/2018, pada 6 Desember 2018. Terhadap rencana aksi tersebut, menurut Indra, implikasinya adalah penyelamatan satwa tidak hanya tertuju pada badak sumatera tetapi juga jenis lain.

“Untuk Lampung, selain badak ada gajah dan harimau sumatera yang harus dijaga. Taman Nasional Way Kambas, hutan tropis dataran rendah Sumatera tersisa, merupakan benteng terakhir habitat satwa liar terancam punah, sebagaimana badak sumatera, yang harus kita pertahankan kelestariannya,” terangnya.

 

Badak Harapan yang diharapkan bisa menjadi pejantan tangguh bagi badak betina yang ada di SRS Way Kambas, Lampung. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Indra menuturkan, dukungan Pemerintah Provinsi Lampung sangat dibutuhkan, guna menjamin satwa liar hidup “berdampingan” dengan masyarakat. Untuk Taman Nasional Way Kambas, diharapkan kedepannya memberi kontribusi positif bagi kehidupan masyarakat sekitar.

“Kami menyambut baik tawaran Pemerintah Lampung yang ingin menjadi leader penyelamatan satwa liar, khususnya badak sumatera. Kerja sama ini harus dilanjutkan pada tingkat tapak,” jelasnya.

 

Zulfi Arsan yang selalu memantau perkembangan Delilah dan Ratu beserta badak lainnya di SRS Way Kambas, Lampung. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Direktur Eksekutif Yayasan Badak Indonesia, Widodo S. Ramono menuturkan, kondisi badak sumatera saat ini memang sangat terancam. Dahulunya, badak bercula dua ini tersebar di India, Bhutan, Bangladesh, Myanmar, Laos, Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Sekarang, statusnya Kritis [Critically endangered], atau satu langkah menuju kepunahan di alam liar, dan hanya tersisa di Indonesia.

“Kita harus bergerak cepat, berpacu dengan waktu menyelamatkan spesies yang telah hidup di muka Bumi sejak 20 juta tahun silam. Upaya paling penting sekarang adalah melahirkan anak badak sebanyak-banyaknya di SRS, dalam kondisi seaman-amannya,” terangnya.

 

Merawat badak, seperti memandikan dan memeriksa seluruh tubuh, merupakan tugas keseharian yang dijalankan penjaga badak/keeper. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Widodo mengatakan, perihal penyelamatan badak sumatera, pihaknya telah bekerja sama dengan The Sumatran Rhino Survival Alliance, yang terdiri Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem [KSDAE] KLHK, IUCN, International Rhino Foundation, Global Wildlife Conservation, National Geographic, dan WWF.

“Perluasan SRS ini, nantinya bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menambah populasi badak yang tentunya tetap memperhatikan kesejahteraan, ragam genetik, dan pengelolaan habitat yang baik,” tegasnya.

IUCN SSC Asian Rhino Specialist Group Chair, BibhabKumar Talukdar, tak kalah gembira menyambut hadirnya SRS II. Menurut dia, Indonesia merupakan negara yang menjadi pusat perhatian dunia dalam upaya penyelamatan satwa langka ini. “Menjaga Sumatran Rhino dari kepunahan adalah kewajiban kita bersama. We can do it, we have to do it, together we will do it,” urainya.

 

Suaka Rhino Sumatera, Way Kambas, Lampung, ini dipagar dan dialiri listrik. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Mendambakan kelahiran

SRS merupakan wilayah berpagar listrik yang dipantau 24 jam penuh. SRS diharapkan menjadi pusat breeding dan tempat pembelajaran terbaik, center of excellence, konservasi badak sumatera di Indonesia, bahkan dunia.

Drh. Zulfi Arsan, Animal Collection Suaka Rhino Sumatera, mengatakan program utama SRS untuk menghasilkan anak badak sebanyak mungkin dalam kondisi aman untuk badak, manusia, dan lingkungan memang harus diwujudkan. Harus optimis.

Sejauh ini kami berhasil. Andatu [jantan] yang lahir pada 23 Juni 2012 dan Delilah [betina] yang juga lahir di SRS pada 12 Mei 2016 adalah bukti nyata keberhasilan penangkaran ini,” jelasnya.

Zulfi mengatakan, kelahiran badak melalui perkawinan alami [natural breeding] akan tetap diutamakan. Berdasarkan pengalaman, dia dan tim dokter hewan SRS, telah mengetahui waktu yang tepat untuk mengawinkan badak jantan dan betina guna mengurangi risiko cidera keduanya.

“Kami selalu hati-hati melakukannya. Pastinya, untuk mendapatkan anak badak yang sehat diperlukan pula induk unggul, yang tidak mempunyai masalah dengan saluran reproduksi,” tuturnya.

 

Suaka Rhino Sumatera II seluas 150 hektar, resmi beroperasi 30 Oktober 2019. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Badak sumatera menurut Zulfi, memiliki sistem reproduksi unik. Harus dirangsang dahulu untuk melakukan perkawinan. Ini yang terjadi pada badak betina, bila tidak kawin dengan badak jantan maka rangsangan tersebut tidak ada. Akibatnya, badak betina, bahkan bisa menderita tumor, bila tidak kawin, terlebih jika frekuensi kejadiannya kecil.

“Perilaku kawin dan siklus reproduksi ini selalu kami perhatikan betul pada badak-badak yang ada di SRS. Untuk badak betina yang berada di alam liar, kami tentunya sangat khawatir dengan kondisi ini, terutama pada individu-individu yang terisolir.”

Mengenai target jumlah kelahiran badak sumatera di SRS, Zulfi mengatakan, ada dua pertimbangan utama. Pertama, badak-badak yang tersisolasi di hutan belantara rencananya akan ditangkap, dimasukkan ke SRS Way Kambas. Tujuannya, untuk sering dipertemukan agar terjadi perkawinan meskipun ada sedikit kekhawatiran bila badak-badak itu memiliki gangguan reproduksi.

Kedua, kami akan memperkuat usaha-usaha pengembangbiakan di captive breeding ini. “Badak harus sehat, harus diperhatikan selalu. Kita tengah melawan kepunahan, penurunan jumlah yang tidak sebanding dengan kelahiran,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version