Mongabay.co.id

Ada Kapal Energi Surya untuk Susur Sungai Kahayan

 

 

Sebuah kapal kayu, bermuatan enam sampai sebelas orang [termasuk operator], perlahan membelah Sungai Kahayan, Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Kapal wisata Kahayan Berkah, adalah nama yang disematkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, untuk susur sungai yang dioperasikan sebagai upaya menjaga lingkungan dari pencemaran air.

Kapal ukuran 4,8 m x 1,8 m ini, sekitar 80 persen badannya terbuat dari kayu dengan mengandalkan perpaduan teknologi Jerman dan China. Menariknya, kapal susur sungai ini menggunakan energi matahari [solar cell] sebagai energi terbarukan dengan dukungan Kedutaan Jerman. Harganya 390 juta Rupiah.

Baca: Sekolah di Bengkulu Mulai Pakai Energi Surya

 

Kapal ini menggunakan energi surya yang digunakan untuk susur Sungai Kayahan, di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Foto: Yusy Marie/Mongabay Indonesia

 

Wisata air

Wisata air, menjadi salah satu andalan pengembangan pariwisata di Kalimantan Tengah. Mengingat, banyaknya sungai dan kebiasaan masyarakat memanfaatkan sungai sebagai jalur transportasi.

Sungai Kahayan adalah daerah aliran sungai [DAS] cukup vital, sebagai sumber air minum [PDAM] dan mata pencaharian nelayan. Namun dalam sepuluh tahun terakhir kondisinya menurun, terlihat dari keruhnya air akibat erosi dan tambang emas yang berada di hulu sungai.

Situasi ini, mendapat perhatian Kedutaan Jerman, melalui Eco Hapakat Foundations [EHF] yang bermitra dengan Fairventures Worldwide gGmbH, sebagai organisasi non-profit yang memiliki fokus pengembangan ekonomi masyarakat lokal dan lingkungan hidup. EHF membuat jejaring dalam bentuk Destination Management Organization [DMO].

Baca juga: Jaga Suhu Bumi, Indonesia Perlu Serius Beralih ke Energi Terbarukan

 

Kapal tenaga surya ini memuat enam sampai sebelas penumpang, ukurannya 4,8 m x 1,8 m. Foto: Yusy Marie/Mongabay Indonesia

 

Prof. Dr. Helmut Weber, Director of Asian Studies and Management/Sustainable Tourist Planning, Departement of Business, Cultural and Legal Studies, Konstanz University of Applied Scienes, Jerman menyebut perubahan kondisi alam seperti sebagian hutan yang mengalami deforestasi, telah terjadi. Kondisi ini menjadi salah satu penghambat pengembangan wisata berbasis alam atau ekowisata.

“Sebenarnya, ada hutan yang masih bagus, yaitu di Bukit Raya, tetapi aksesnya agak jauh. Tidak ada infrastruktur. Jika kita mengarungi sungai dengan memanfaatkan teknologi terbarukan [solar cell], menuju ke sana cocok dengan konsep ekowisata,” jelasnya, baru-baru ini.

 

Energi surya tidak menyebabkan polusi lingkungan dan polusi suara, investasi jangka panjang yang menjanjikan. Foto: Yusy Marie/Mongabay Indonesia

 

Potensi Kalimantan Tengah sebagai tujuan ekowisata sangat besar, namun perkembangannya belum maksimal. Dalam membuat konsep wisata, menurut Helmur, adalah untuk siapa wisata itu dibuat [sasaran].

Kita dituntut kreatif untuk bisa menarik wisatawan. “Tidak harus wisatawan asing. Di Surabaya banyak, di Bali banyak. Apalagi orang Indonesia yang tertarik lihat tanah airnya pasti banyak. Adanya kapal wisata susur sungai ini, diharapkan dapat mengembangkan wisata ramah lingkungan di Kalimantan Tengah dan dan Indonesia,” jelasnya.

 

Kapal surya ini ditempatkan di hanggar pesawat Mission Aviation Fellowship [MAF] di Jalan Palangka Raya-Bukit Rawi, Palangka Raya. Foto: Yusy Marie/Mongabay Indonesia

 

Pertama dibuat

Pemanfaatan energi surya bukan hal asing. Namun, pembuatan mesin kapal susur sungai dengan energi surya ini, merupakan karya pertama Prof. Dr. Richard Leiner, perancang solarboot dari Konstanz University of Applied Scienes. Dalam prosesnya dia mengakui, pembuatan mesin untuk bisa menyesuikan model kapal yang dibuat Helmut tidak mudah.

Hal tersulit menurut Richard adalah mengukur kecepatan dengan kebutuhan dan daya tahan baterai. Untuk itu dibutuhkan sebuah stasiun pengisian. Kapal wisata ini mempunyai empat baterai [aki], dengan masa pengisian sampai 2.000 kali dan kecepatan maksimal 14 km per jam. “Ini adalah kapal yang didesain dengan low speed,” tuturnya.

Indonesia, negara tropis yang memiliki limpahan sinar matahari hampir sepanjang tahun sangat bagus dan sempurna untuk mengembangkan potensi energi surya. Energi ini memiliki kelebihan yang tidak menyebabkan polusi lingkungan, tidak ada polusi suara seperti mesin diesel umumnya.

“Meski terdengar mahal, tapi jika dinilai jangka panjang, menggunakan tenaga surya merupakan investasi menjanjikan yang memberikan keuntungan lebih serta murah,” terang Richard.

 

Pembangkit Listrik Tenaga Surya [PLTS] kapasitas 190 kWp ini berada di Desa Kojadoi, Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Thomas Brönniman, pembuat badan kapal menyebut, kapal ini memang tidak dibuat seperti kapal tradisional di Kalimantan Tengah, yang berbentuk runcing di bagian bawah, tetapi rata. Aka tetapi tidak menutup kemungkinan, jika dalam pengembanganya akan mendekati model kapal tradisional.

Aspek yang sulit dikembangkan, menurut dia adalah teknologi. Baterainya tidak sama dengan teknologi baterai untuk penerangan atau pencahayaan lampu yang digunakan umumnya. Setelah sekali percobaan tidak berhasil, maka dicari teknolodi baterai yang mampu menggerakan mesin, yang pada akhirnya didapat di China.

“Meski di Jerman telah ada teknologi serupa bahkan lebih baik, seperti mobil listrik, namun desain manual yang cocok untuk sebuah mesin kapal yang kami buat belum ada,” jelasnya.

Kapal ini ditempatkan di hanggar pesawat Mission Aviation Fellowship [MAF] di Jalan Palangkaraya-Bukit Rawi, Palangkaraya, yang sekaligus berperan sebagai operator kapal wisata tersebut.

 

 

Exit mobile version