Mongabay.co.id

Untuk Laut Berkelanjutan, Indonesia Ingin yang Terdepan

 

Indonesia terus berkomitmen untuk ikut menjaga keberlanjutan laut dunia melalui kerja sama regional yang melibatkan banyak negara di dunia. Komitmen itu di antaranya dengan ikut berperan dalam menjaga wilayah segitiga karang dunia yang meliputi enam negara di kawasan Asia Pasifik.

Selain Indonesia, lima negara lain yang juga ikut terlibat adalah Filipina, Malaysia, Timor Leste, Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon. Menurut Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Agus Dermawan, kerja sama tersebut meliputi upaya pengelolaan sumber daya.

“Juga lautan berkelanjutan, perlindungan terumbu karang, dan ketahanan pangan,” ucapnya belum lama ini di Jakarta.

Keterlibatan Indonesia dalam pengelolaan laut di tingkat regional , menjadi bagian dari upaya Indonesia untuk mewujudkan diri sebagai pusat mariti, dunia yang juga dicanangkan oleh Presiden RI Joko Widodo saat mulai menjabat untuk periode pertama pada 2014 silam.

Agus menjelaskan, sebagai Negara yang luas wilayahnya sebagian besar terdiri dari wilayah laut, Indonesia harus bisa berdiri tegak di hadapan dunia dan memberikan contoh yang baik bagaimana menjaga wilayah laut beserta sumber daya alam di dalamnya dengan baik.

“Indonesia (harus) memberi dan menjadi contoh bagi negara lainya di berbagai aspek untuk bidang kelautan dan perikanan,” tuturnya.

baca : Tata Kelola Terumbu Karang Berkelanjutan Resmi Diadopsi PBB

 

Kondisi terumbu karang di perairan Nusa Penida, Bali. Hasil pemantuan tim Reef Health Monitoring (RHM) menunjukkan terumbu karang Nusa Penida relatif bagus. Foto : CTC/Mongabay Indonesia

 

Bentuk komitmen itu, juga bisa diperlihatkan dengan tampil sebagai pemimpin di tingkat regional dan menunjukkan kepada negara lain bagaimana melakukan pengelolaan sumber daya perikanan di lautan dengan baik. Termasuk, dalam kerja sama pengelolaan wilayah segitiga karang dunia.

Pada forum regional tersebut, Agus menyebutkan kalau Indonesia merupakan negara yang paling maju dan terdepan untuk pengelolaan sumber daya kelautan selama ini. Termasuk, pengelolaan untuk bidang konservasi, perikanan berkelanjutan, dan perencanaan ruang laut.

Untuk keterlibatan dalam pengelolaan wilayah segitiga karang dunia, Indonesia diberikan target untuk melaksanakan national plan of action (NPOA) hingga sebanyak 40 aksi. Dari jumlah tersebut, 30 aksi diketahui sudah berhasil diselesaikan dengan baik sampai 2019 ini.

“Sementara, sepuluh aksi lain masih berjalan dan optimis pasti dapat selesai pada tahun 2020 mendatang,” tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut KKP Andi Rusandi menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia siap untuk bekerja sama dengan negara berkembang lain di dunia. Kerja sama tersebut, bertujuan untuk meningkatkan kapasitasn fisik dan kemanusiaan untuk mengeksplorasi laut.

“Melalui kerja sama itu, diharapkan kemandirian ketahanan pangan bisa terwujud sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB) pada 2030,” jelas dia.

baca juga : UNEP Report: Potensi Investasi Miliaran USD di Segitiga Terumbu Karang Indonesia

 

Seorang penyelam dari tim Reef Health Monitoring (RHM) melihat kondisi terumbu karang perairan Nusa Penida, Bali. Foto : CTC/Mongabay Indonesia

 

Pencadangan

Komitmen untuk mengelola laut dengan baik dan berkelanjutan, juga sudah disuarakan Indonesia kepada dunia internasional dalam beberapa tahun terakhir. Terakhir, komitmen itu disuarakan pada perhelatan Our Ocean Conference 2019 yang berlangsung di Oslo, Norwegia, 23-24 Oktober 2019.

Di sana, Indonesia mengumandangkan janjinya untuk mewujudkan empat komitmen baru yang dibacakan langsung oleh Sesditjen PRL KKP Agus Dermawan. Diucapkan dia, pada 2020 Indonesia berkomitmen untuk bisa mencadangkan kawasan konservasi perairan hingga 700 ribu hektare.

“Komitmen itu, menjadi penegas bahwa Indonesia sangat menjaga wilayah laut dengan segala potensinya yang ada,” sebut dia.

Untuk bisa mewujudkan itu, Pemerintah Indonesia mengalokasikan dana sebesar USD6,68 juta yang akan digunakan untuk mendukung pembentukan kawasan baru dan sekaligus meningkatkan efektitivitas pengelolaan kawasan konservasi yang sudah ada atau eksisting.

Komitmen kedua, melakukan penilaian stok atau stock assesment di kawasan perairan darat dengan menggunakan metode yang telah diakui secara internasional. Metode tersebut, mencakup standar ilmiah ataupun pendekatan secara praktis.

“Hal ini ditujukan untuk mendukung implementasi manajemen perikanan berbasis ilmiah pada tahun 2020 dengan anggaran sebesar USD705.000,” tuturnya.

perlu dibaca : Kerusakan Terumbu Karang di Indonesia Dipicu Dampak Perubahan Iklim?

 

Sampah plastik disela-sela terumbu karang di bawah laut perairan Pulau Tabuhan. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Berikutnya, komitmen ketiga yang juga dipublikasikan saat OOC 2019, adalah upaya perpanjangan proyek peningkatan sistem peramalan laut untuk mengurangi resiko bencana maritim. Perpanjangan proyek ini akan dilakukan selama lima tahun mendatang hingga 2024 dengan menggunakan alokasi dana senilai USD121 juta.

Terakhir, Agus menyebutkan komitmen keempat adalah pengawasan untuk sektor kelautan dan perikanan. Komitmen tersebut akan diwujudkan dengan melakukan kegiatan pengawasan melalui kapal patroli dan pengawasan udara, operasi pusat komando, investigasi kejahatan kelautan dan perikanan.

“Selain itu, komitmen ini diwujudkan dengan pengawasan oleh KKP, peningkatan partisipasi pengawasan berbasis masyarakat, memerangi penangkapan ikan yang merusak, dan kegiatan terkait lainnya,” tuturnya.

Diketahui, Indonesia menghadiri pertemuan pejabat tinggi negara pengelola wilayah segitiga karang dunia (Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security/CTI-CFF) ke-15 yang berlangsung di Honiara, Kepulauan Solomon, 4-8 November 2019. Dalam pertemuan tersebut, dibahas pergantian kepemimpinan untuk kerja sama tersbeut.

Pada pertemuan tersebut, disepakati pembentukan Sub-Committee pada tiga wilayah pengelolaan Bentang Laut Prioritas yang keseluruhannya melingkupi wilayah Indonesia. Di antaranya, adalah Bentang Laut Sulu-Sulawesi Seascape yang meliputi wilayah laut di Indonesia, Malaysia, dan Filipina; Bismarck Solomon Seas Ecoregion pada wilayah laut Indonesia, Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon; dan Lesser Sunda Seascape pada wilayah laut Indonesia dan Timor Leste.

baca juga : Mungkinkah Terumbu Karang Diasuransikan?

 

Biota laut dan terumbu karang di perairan Banda Neira. Foto : Utami Isharyani/Mongabay Indonesia

 

Laut Sehat

Keterlibatan Indonesia pada pengelolaan wilayah segitiga karang dunia, akan memberi nilai lebih bagi Pemerintah Indonesia di mata dunia. Hal itu, karena keterlibatan tersebut adalah untuk membahas isu laut yang menjadi isu dominan untuk lingkungan hidup sekarang di Indonesia.

Bagi Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kelautan (KLHK) Sarwono Kusumaatmadja, kerja sama regional pada segitiga karang dunia, akan menjadi kerja sama yang berbeda dengan kerja sama pengelolaan laut lain di dunia yang melibatkan antar negara.

Menurut dia, kerja sama tersebut bisa menjadi ajang untuk menunjukkan kepada dunia bahwa pengelolaan laut yang baik atau perikanan yang berkelanjutan itu sangat diperlukan. Terlebih, karena di saat yang sama ada hal yang berlawanan sedang berlangsung di kawasan Laut Cina Selatan.

Sementara, Pakar terumbu karang dari Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Suharsono menyebutkan, pengelolaan kawasan segitiga karang dunia menjadi langkah penting untuk bisa mengendalikan ekosistem laut dunia tetap sehat.

“Oleh itu, tugas untuk menjaga terumbu karang tetap sehat, menjadi tugas yang berat,” ucap dia kepada Mongabay belum lama ini.

Selain karena faktor perubahan iklim, kerusakan terumbu karang di Indonesia bisa terjadi karena masih berlangsungnya aktivitas penangkapan ikan dengan cara merusak (destruktif). Perilaku tersebut, mengakibatkan terumbu karang mengalami kerusakan dengan sangat cepat.

 

Karang Acropora sp (kiri) dalam hamparan luas dan Porites sp (kanan) sedang megalami pemutihan karang (coral bleaching). Foto: Ofri Johan/Mongabay Indonesia

 

Menurut Suharsono, kerusakan terumbu karang menjadi ancaman paling serius karena itu akan memengaruhi ekosistem laut secara keseluruhan. Di antara ancaman itu, dampak perubahan iklim menjadi paling dominan karena akan memicu pemutihan karang.

“Pemutihan di Indonesia sudah terjadi empat kali. Dan, paling besar dampaknya terjadi pada 2016 lalu. Dengan kondisi sekarang, dampak perubahan iklim akan berpotensi mempercepat pemutihan pada karang,” ucapnya.

Selain pemutihan karang, Suharsono menyebutkan, kerusakan terumbu karang di Indonesia juga terjadi karena aktivitas penangkapan ikan destruktif melalui penggunaan bahan peledak seperti bom. Dengan berat satu kilogram saja, bom ikan bisa merusak terumbu karang seluas 4,9 meter persegi.

Besarnya dampak yang ditimbulkan dari bom ikan, menurut dia, bisa dibuktikan dengan melihat ikan yang mati terkena dampak aktivitas tersebut. Ikan-ikan yang mati, tulangnya akan hancur, dan itu membuat proses pembusukan menjadi lebih cepat. Selain itu, bom juga akan mematikan telur dan larva.

 

Exit mobile version