Mongabay.co.id

Klasterisasi pada Budi daya Udang, Pilihan untuk Menjaga Keberlanjutan

 

Prinsip berkelanjutan terus dijadikan panduan untuk mengembangkan budi daya udang secara nasional. Penerapan prinsip tersebut dipilih, karena selain bisa menggenjot produksi budi daya, juga akan menjadi keberlanjutan lingkungan hidup di sekitar lokasi usaha budi daya perikanan. Upaya tersebut, sekaligus untuk menjaga agar usaha budi daya perikanan bisa tetap ramah lingkungan.

Penerapan prinsip berkelanjutan tersebut diakui menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi oleh industri perikanan budi daya nasional. Hal itu ditegaskan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo saat menghadiri acara Rapat Koordinasi Nasional Kementerian Kelautan dan Perikanan (Rakornas KKP) 2019 yang berlangsung di Jakarta, pekan lalu.

Menurut dia, diantara upaya yang dilakukan untuk mendukung terwujudnya prinsip berkelanjutan, adalah dengan mengggunakan sistem budi daya berbasis klasterisasi. Sistem tersebut, sengaja dikembangkan oleh KKP untuk mengembangkan prinsip budi daya secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Edhy menyebutkan, dengan menggunakan prinsip klaster, pengelolaan budi daya udang bisa dilakukan dalam satu kawasan dengan memakai manajemen teknis dan usaha yang dikelola secara bersama. Penyatuan kawasan tersebut bertujuan agar usaha budi daya udang bisa mengurangi seminim mungkin kegagalan produksi.

“Dan sekaligus bisa meningkatkan produktivitas, namun tetap ramah lingkungan,” ungkapnya.

baca : Prinsip Keberlanjutan Diterapkan pada Pengembangan Tambak Udang Dipasena

 

Hasil pengembangan udang jerbung (Penaeus merguiensis) oleh Balai Besar Perikanan Budi daya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jateng. Udang jerbung diharapkan bisa dibudidayakan masyarakat pada 2020. Foto : Ditjen Perikanan Budi daya KKP/Mongabay Indonesia

 

Selain menjaga agar lingkungan sekitar bisa tetap berkelanjutan, budi daya udang secara nasional juga juga dilaksanakan dengan mengacu pada program prioritas yang sudah dibuat oleh KKP. Program yang dimaksud, adalah budi daya berbasis klaster, pengelolaan irigasi tambak partisipatif (PITAP), bantuan induk bermutu dan benih unggul, serta bantuan eksavator.

Menurut dia, dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020-2024, pengembangan budi daya udang dengan menggunakan sistem klaster menjadi salah satu prioritas dari KKP. Untuk mendukung penerapan prinsip berkelanjutan itu, pihaknya berjanji akan fokus untuk menata kembali kebijakan dan regulasi untuk melaksanakan investasi udang.

Dengan menerapkan sistem dan prinsip budi daya yang tepat, Edhy yakin sub sektor perikanan budi daya akan kembali mencapai masa kejayaan seperti dekade era 1990-an lalu. Tetapi, dia berjanji, untuk menggenjot produksi, prinsip berkelanjutan akan terus dijaga dan diterapkan, karena itu juga berkaitan dengan keberlangsungan usaha.

Melalui pengembangan yang saat ini dilakukan, Pemerintah berharap itu menjadi sinyal bagus untuk meningkatkan produksi komoditas udang secara nasional. Tetapi, Pemerintah meminta agar para pelaku usaha bisa mengembangkan inovasi teknologi budi daya dengan tetap mempertimbangkan daya dukung lingkungan.

“Mudah-mudahan nanti berbudidaya udang bisa menjadi alternatif usaha masyarakat. Tak butuh modal besar, dengan modal minim pun bisa dilakukan,” ucapnya.

baca juga : Sistem Biosekuriti Budi Daya Udang Indonesia Diakui Dunia. Begini Ceritanya..

 

Hasil panen udang dari Bumi Dipasena, Lampung. Foto : lampung.co

 

 

Berkelanjutan

Prinsip berkelanjutan untuk budi daya perikanan, juga ditegaskan oleh Direktur Jenderal Perikanan Budi daya KKP Slamet Soebjakto. Saat bertemu Mongabay pekan lalu, dia menyebutkan kalau pengembangan budi daya perikanan seperti yang diminta oleh Presiden RI Joko Widodo, akan tetap memperhatikan prinsip berkelanjutan dengan menjaga lingkungan tetap lestari.

Dengan kata lain, Slamet menyebutkan kalau KKP akan fokus untuk mengembangkan teknologi yang bisa menggenjot produksi udang secara nasional. Tetapi, di saat yang sama pihaknya juga akan tetap fokus untuk menjaga lingkungan sekitar lokasi usaha budi daya bisa tetap bagus dan lestari.

Keuntungan yang akan didapat jika budi daya perikanan menerapkan prinsip berkelanjutan, di antaranya adalah akan bisa menjaga komoditas yang sedang dikembangkan dari berbagai serangan penyakit ikan. Contoh nyata, untuk lokasi tambak yang berada di pesisir pantai, maka pelaku usaha harus memastikan ada area untuk tanamam bakau (mangrove).

Untuk itu, Slamet meminta kepada para pelaku usaha agar bisa menerapkan prinsip berkelanjutan pada usaha budi daya perikanan yang sedang dijalankan. Mengingat, sekali saja ancaman menghampiri tambak, maka produksi juga akan terancam dengan cepat.

Salah satu yang menjadi perhatian, adalah penyakit early mortality syndrome (EMS), yang disinyalir memiliki kemiripan dengan penyakit acute hepatopancreatic necrosis disease (AHPND). Kedua penyakit tersebut, diketahui merupakan penyakit serius yang bisa menyebabkan berbagai kerugian fisik dan finansial pada industri budi daya udang.

Dampak negatif dari kedua penyakit itu, kata Slamet, sudah dirasakan di beberapa negara dan berakhir dengan penurunan produksi udang secara signifikan. Negara-negara yang dimaksud, di antaranya adalah Tiongkok, Thailand, Vietnam, Malaysia, Meksiko, dan Filipina.

“Kerugian paling signifikan dari ancaman kedua penyakit tersebut, adalah penurunan produksi yang signifikan. Bagi Indonesia, ancaman terus akan semakin terasa karena udang adalah komoditas nasional yang menjadi andalan untuk pasar ekspor,” tegas dia.

Menurut Slamet, penyakit tersebut ditimbulkan dari infeksi Vibrio parahaemolyticus (Vp AHPND) yang diketahui mampu memproduksi toksin dalam jumlah yang tidak sedikit. Khusus AHPND, penyakit tersebut sangat rentan menyerang udang windu (Penaeus monodon) dan udang vaname (Penaeus vannamei).

perlu dibaca : Benteng Pertahanan Negara dari Serangan Penyakit Udang

 

Panen udang dari tambak. Foto : Dirjen Perikanan Budidaya KKP/Mongabay Indonesia

 

Penyakit

Di sisi lain, ancaman penyakit udang juga diungkapkan Kepala Badan Riset Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP) Sjarief Widjaja. Menurutnya, penyakit udang bisa meningkatkan kematian pada udang hingga 100 persen saat masih berada di dalam tambak.

Adapun, penyakit udang yang harus diwaspadai, selain dua yang disebut di atas, juga adalah penyakit bintik putih (white spot syndrome/WSS). Jika tambak sudah terpapar penyakit tersebut, maka potensi yang akan timbul adalah kerugian materi yang tidak sedikit, karena udang akan mengalami kematian.

Sjarief menjelaskan, udang yang sudah terpapar penyakit bintik putih, pada prosesnya akan langsung menyerang organ lambung, insang, kutikula epidermis, dan jaringan ikat hepatopankreas. Tanda-tanda serangan itu akan terlihat pada gejala bintik-bintik berwarna putih yang muncul pada lapisan dalam eksoskeleton dan epidermis.

“Jika sudah demikian, maka udang tidak mau makan, dan berikutnya akan terancam kematian,” tutur dia.

Akan tetapi, mengingat udang adalah komoditas andalan nasional untuk ekspor, Sjarief bersama sejumlah balai riset di bawah KKP terus berusaha mencari obat untuk mencegah dan melawan penyakit ikan pada udang. Upaya itu bahkan sudah dilakukan sejak 2013 silam dengan menggandeng Balai Riset Perikanan Budi daya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan (BRPBAP3) Maros, Sulawesi Selatan.

“Jadi, yang dikembangkan dari riset tersebut adalah pemanfaatan tanaman bakau untuk dijadikan obat penyakit pada udang,” jelas dia.

Dipilihnya tanaman bakau sebagai penawar obat untuk penyakit udang, karena tanaman tersebut banyak dijumpai di kawasan pesisir di seluruh Nusantara. Fakta itu diperkuat dengan data yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2015 yang menyebutkan tanaman bakau d Indonesia luasnya mencapai 3.489.140,68 hektare.

baca juga : Ancaman Penyakit EMS dan AHPND pada Udang

 

Udang vaname dengan kondisi hepatopancreas yang pucat dan menyusut, dan perut kosong karena terkena penyakit AHPND. Foto : D. V. Lightner/semanticshcolar.org/Mongabay Indonesia

 

Sementara bagi Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), perintah Presiden RI Joko Widodo kepada Edhy Prabowo untuk mengembangkan sub sektor perikanan budi daya merupakan hal yang bagus. Tetapi, pengembangan tersebut jangan sampai mengabaikan kepentingan hajat hidup orang banyak, utamanya masyarakat pesisir.

“Jangan sampai ada ruang negosiasi antara KKP dengan investor demi kepentingan jangka pendek, yang ujungnya mengorbankan orang banyak,” ucap Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati di Jakarta, pekan lalu.

 

Exit mobile version