Mongabay.co.id

Ular Kobra Masuk Rumah Warga, Fenomena Apa?

 

 

Munculnya puluhan anak ular kobra di permukiman warga, mulai Bogor, Depok, Bekasi, Purwakarta, Jakarta Timur, Klaten, dan Yogyakarta memang meresahkan. Meski tidak ada lapor korban jiwa, akan tetapi fenomena masuknya satwa berbisa ini ke rumah, membuat was-was masyarakat.

Ular kobra atau yang kita kenal dengan nama ular sendok merupakan jenis berbisa dari suku Elapidae. Digelari ular sendok, karena ia dapat menegakkan dan memipihkan lehernya alias melengkung seperti sendok. Bentuk tersebut ditunjukkan bila ia terganggu, atau merasa terancam akan kehadiran musuh. Pastinya, kobra memiliki kemampuan meyemprotkan bisa [venom].

Amir Hamidy, Peneliti Reptil Pusat Penelitian Biologi LIPI, menuturkan, ada dua jenis kobra di Indonesia: kobra sumatera [Naja sumatrana] dan kobra jawa [Naja sputarix]. “Kobra sumatera, persebarannya di Sumatera dan Kalimantan sementara kobra jawa di Jawa, Bali, Lombok, Komodo, Rinca, Sumbawa, dan Flores,” terang Amir melalui keterangan tertulisnya di LIPI Cibinong, Kamis [12/12/2019].

Baca: Tergigit Ular Berbisa? Berikut Ini Rekomendasi WHO

 

Ular kobra merupakan jenis berbisa yang ukurannya dapat mencapai 1,8 meter. Foto: Amir Hamidy/LIPI

 

Amir menjelaskan, kobra jawa merupakan penghuni tipe habitat perbatasan hutan terbuka, savana, persawahan, dan pekarangan. Ular ini, ukurannya rata-rata 1,3 meter dan bisa mencapai 1,8 meter. “Induk betina kobra, sekali bertelur antara 10-20 butir.”

Telur-telur tersebut, biasanya menetas tiga hingga empat bulan. Telur, diletakkan di lubang-lubang tanah atau di bawah serasah daun kering yang lembab. “Awal musim penghujan adalah waktu menetas. Fenomena ini wajar, dan merupakan siklus alami,” terangnya.

Menurut Amir, hampir semua jenis ular, termasuk induk kobra pada periode tertentu, akan meninggalkan telur-telurnya, hingga menetas sendiri. “Begitu menetas, anakan kobra ini segera menyebar,” ujarnya.

Kobra biasanya melumpuhkan mangsa dengan menggigit, lalu menyuntikkan bisa melalui taring. Bisa tersebut melumpuhkan saraf dan otot mangsa hanya dalam beberapa menit. “Meskipun masih bayi, kobra sudah memiliki kelenjar yang mampu menghasilkan bisa dan tentunya berbahaya bagi manusia,” terangnya.

Baca: Tri Maharani Cerita soal Tangani Korban Ular Berbisa sampai Darurat Antivenom

 

 

Riza Marlon dalam bukunya “107+ Ular Indonesia” menjelaskan ular sendok jawa merupakan satu dari sekian jenis ular berbisa yang ada di Indonesia. Jenis ini sangat agresif, sedikit gangguan langsung membuat postur waspada [menegakkan kepala dan tudung]. Gigitannya mematikan dan dapat menyemburkan racun dengan tepat sejauh dua meter.

“Aktif siang dan malam hari, di tanah dan kadang di pohon. Mangsanya adalah tikus, kadal, katak dan ular.”

Caca, panggilannya, menuturkan, ular merupakan satwa melata [reptilia] yang sangat umum di sekitar manusia. Sejauh ini, belum ada cara sederhana untuk mengenali ular berbisa maupun tidak. Beberapa jenis ular tidak berbisa bahkan memiliki penampakan luar [morfologi] layaknya ular berbisa, dan begitu sebaliknya.

“Cara paling tepat adalah melihat ada tidaknya gigi bisa [taring], namun sulit dilakukan karena posisi gigi dalam mulut. Hanya orang terlatih yang bisa melakukannya, dan sangat tidak disarankan bagi masyarakat awam.”

Baca: Ular Muncul di Perkebunan Sawit, Fenomena Apakah Ini?

 

 

Meski begitu, ada beberapa jenis ular berbisa tinggi atau sangat berbahaya yang dapat dikenali dari ciri khusus seperti ukuran, warna tubuh, pola, perilaku, atau bunyi-bunyian tertentu yang dikeluarkan saat posisinya terancam.

“Perilaku bertahan ular kobra dengan menegakkan tubuh, membuka tudung [hood], mendesis, dan melakukan serangan akan terlihat bila kehadiran kita terlau dekat.”

Penting diingat, menurut Caca, ular biasanya tidak dengan sengaja menyerang atau mematuk manusia. Pada kebanyakan kasus, gigitan ular merupakan reaksi atas kehadiran manusia yang dianggap sebagai ancaman.

“Sebagian besar, ular akan menghindar atau diam bila bertemu manusia. Apabila terpaksa, biasanya ular memberi peringatan dahulu apakah melalui suara, menaikkan badan, mengembangkan leher, atau menyemprotkan racun,” jelasnya.

Baca juga: Ular yang Tidak Perlu Kita Musuhi

 

Ular kobra, gigitannya mematikan dan dapat menyemburkan racun dengan tepat sejauh dua meter. Foto: Buku 107+ Ular Indonesia/Riza Marlon

 

Penanganan gigitan

Untuk menghindari masuknya ular ke rumah, Amir menyarankan, kebersihan harus selalu dijaga. Jangan meninggalkan sampah bekas makanan yang dapat mengundang tikus, karena tikus mangsanya ular. Hindari juga tumpukan barang-barang bekas di dalam rumah dan bebaskan pekarangan dari timbunan daun kering terlebih material.

“Bersihkan lantai dengan aroma menyegat karena ular benci bau tajam. Bila menemukan ular kobra di rumah, lapor petugas berwenang [Dinas Pemadam Kebakaran] yang memiliki pengetahuan penanganan untuk memindahkan,” terangnya.

Amir mengatakan, jika terjadi kasus gigitan ular kobra, penanganannya dapat mengikuti petunjuk terbaru dari WHO tentang Managemen Kasus Gigitan Ular. “Antibisa kobra jawa sudah ada di Indonesia. Masyarakat dapat memastikan ketersediaannya di rumah sakit terdekat,” tegasnya.

 

Penanganan pasien akibat gigitan ular berbisa harus cepat dan tepat. Foto: Buku Mengenal Ular Jabodetabek karya Nathan Rusli/Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Terkait gigitan ular, Nathan Rusli dalam bukunya “Mengenal Ular Jabodetabek” menjelaskan, langkah cepat yang harus diketahui adalah mengidentifikasi apakah ular tersebut berbisa atau tidak, dilihat dari bekas gigitan. Biasanya, gigitan ular tidak berbisa itu berbentuk huruf U terbalik dan banyak mengeluarkan darah.

“Sementara gigitan ular berbisa, ditandai adanya dua titik gigitan yang diikuti pembangkakan, gangguan pernafasan atau pendarahan internal yang biasanya tergantung dari jenis bisa ularnya,” jelasnya.

Berikutnya, lakukan langkah imobilisasi dan segera ke rumah sakit dengan memastikan area yang digigit itu tidak digerakkan. “Penanganan envenomasi oleh tim medis, berupa penyuntikan SABU [Serum Anti Bisa Ular] atau perawatan lain yang dibutuhkan, tentunya berdasarkan kondisi pasien,” jelasnya.

 

 

Berdasarkan data World Health Organization, setiap tahun, sekitar 2,7 juta orang di dunia digigit ular berbisa. Diperkirakan, sebanyak 81 ribu hingga 138 ribu jiwa meninggal dunia dan 400 ribu orang mengalami cacat tubuh.

 

 

Exit mobile version