Mongabay.co.id

Mengenal Burung Cerek Jawa, Si Mungil Penghuni Pesisir Pantai

 

Tubuhnya kecil berparuh pendek, mempunyai ukuran kurang lebih 15 cm. Meskipun berkaki pendek langkahnya tampak cepat ketika mendekati kawanannya. Sebagian ada yang sedang mandi sembari memperhatikan lingkungan sekitar. Mata unggas bertubuh mungil itu terus awas, dan kembali mengepak ngepakan sayapnya di air. Suara lembutnya terus berulang dalam nada tunggal menaik “kwik”, begitu bunyinya.

Dialah cerek jawa, si burung mungil yang secara ekologis hidupnya bergantung pada kawasan tepi laut. Menjadikan pantai sebagai tempat untuk mencari makan dan berkembang biak. Selain di pantai, burung dengan nama latin Charadrius javanicus ini juga bisa dijumpai di kawasan tambak garam. Dikenal burung perancah, atau jenis kelompok burung air.

baca : Saat Hati Terpukau Cenderawasih, Sang Burung Surga dari Arfak [dengan: Video]

 

Burung Cerek Jawa saat ditemui di kawasan tambak garam di Sedayulawas, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Cerek Jawa (Charadrius javanicus) merupakan burung pantai asli pulau Jawa, memiliki tubuh berwarna coklat dan putih. Untuk warna burung jantan dan betina memiliki kesamaan saat tidak berkembang biak (non-breeding).

Ciri lainnya, warna kepalanya coklat kemerahan, paruhnya berwarna hitam pendek. Iris mata berwarna coklat. Pada kerah belakang biasanya tidak menyambung, berwarna putih. Sementara itu, warna kakinya coklat pucat dengan tungkai abu-abu hijau seperti warna buah zaitun.

Disaat pembiakan (breeding), burung cerek jawa jantan warna putihnya lebih mencolok daripada burung betina. Pada alis dan kalung warna kekang dan bando lebih hitam dengan sapuan merah karat.

baca juga : Surga Burung Itu Ada di Taman Nasional Matalawa [4]

 

Memiliki warna tubuh berwarna coklat dan putih. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Burung dengan nama latin Charadrius javanicus mempunyai tubuh berukuran kurang lebih 15 cm. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Habitat

Iwan Febrianto (23), pemerhati burung dari Yayasan Ekologi Satwa Alam Liar Indonesia yang pusat pengamatannya pada burung pantai menjelaskan, secara ekologi burung cerek jawa ini lebih menyukai daerah lahan basah, terutama daerah pertambakan dan pantai. Untuk sarangnya, biasanya juga berada ditengah-tengah tambak yang kering.

Berdasarkan pengamatan yang pernah dilakukan untuk jumlah telur yang dihasilkan burung cerek jawa ini maksimal 4 butir, memiliki ciri warna kamuflase seperti doren gurun. Masa bertelur dari mengeram sampai dengan menetas kurang lebih antara 21-23 hari. Setelah menetas, anaknya langsung bisa berjalan dengan membutuhkan waktu tiga bulan untuk ditemani induknya. “Rata-rata burung air setelah menetas itu bisa langsung berjalan mencari makan sendiri, tidak perlu disuapi induknya,” ujarnya saat dihubungi Mongabay pada, Jumat (13/12/2019).

Untuk makananya, burung yang dikenal juga dengan sebutan Javan plover ini menyukai kerang-kerangan kecil, cacing, ikan dan juga udang. Termasuk burung endemik Jawa, namun di beberapa daerah di luar pulau Jawa juga pernah dijumpai, seperti di Sulawesi, Sumatra, Bima dan Bali. Burung ini bukan termasuk burung migran. Jika tidak ada gangguan burung ini sifatnya menetap.

menarik dibaca : Di Tempat Asalnya, Si ‘Buruk Rupa’ ini Dijuluki Burung Neraka

 

Untuk mencari makan dan berkembang biak, burung yang dikenal dengan sebutan Javan plover ini secara ekologis hidupnya bergantung pada kawasan tepi laut. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Pria yang mempunyai fokus pengamatan di kawasan hutan mangrove Wonorejo, Surabaya ini menceritakan dulu, di Wonorejo sendiri pada tahun 2000-an nelayan atau petambak setempat saat panen ikan itu juga panen telur burung air, termasuk telur cerek jawa. Untuk itu pada waktu itu populasinya sempat menurun. Sebagai pengamat satwa, dia juga mempunyai inisiatif untuk merubah pola pikir masyarakat sekitar. Selain pengamatan, dia juga terus memberikan pemahaman kepada warga sekitar pentingnya keberadaan burung-burung air ini.

Seiring berjalannya waktu, sejak 2005 silam masyarakat sudah banyak yang berubah, menghilangkan kebiasaannya mengambil telur burung air. Pada akhirnya, burung-burung air itu pun mulai kembali lagi.

“Berbicara konservasi tidak melulu membicarakan satwanya, tetapi bagaimana bisa merubah mindset penduduk lokal agar tidak lagi berburu, serta melibatkan dalam menjaga kelestarian. Kita juga justru belajar banyak dari mereka,” ujar dia.

Keberadaan Hutan mangrove Wonorejo sangat bermanfaat bagi satwa. Selain endemik asli seperti burung cerek jawa, kawasan ini juga sering dijadikan tempat persinggahan bagi burung migran, dari Selandia misalnya. Selain itu, kawasan ini juga bermanfaat sebagai penyerap air. Dan yang paling penting pula di Hutan mangrove Wonorejo ini juga menjadi laboratorium alami bagi siswa maupun mahasiswa untuk belajar. Meski begitu, ancaman yang dihadapi juga masih terus ada, seperti alih fungsi lahan dan perburuan liar. Untuk itu, Iwan berharap kawasan ini bisa lebih diperhatikan oleh pemerintah kota setempat.

baca juga : Dewi Malia Prawiradilaga akan Terus Menemukan Jenis Burung Baru

 

KLHK melalui peraturan menteri tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi Cerek Jawa dikategorikan sebagai salah satu burung yang dilindungi oleh pemerintah. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Status Konservasi

Beberapa referensi menjelaskan burung cerek jawa termasuk burung bermata besar, jalannya cepat. Saat mencari makan, burung yang hidup di pantai dataran rendah ini berkelompok dalam jumlah kecil. Hal tersebut bertujuan agar tidak mengganggu makanan yang peka terhadap gerakan, misalnya saja seperti kepiting kecil. Adaptasi ini memungkinkan burung tersebut mencari makan dengan lebih baik.

Berdasarkan data International Union for Conservation of Natural Resources (IUCN) burung cerek jawa mempunyai status mendekati terancam punah (near threatened). Status ini berdasarkan kenyataan bahwa habitat perbiakan cerek jawa yang merupakan salah satu indikator penting di sepanjang pesisir lautan, namun terbatas lokasinya, secara umum terancam akibat perluasan kegiatan pembangunan dan pengembangan parisiwata di area pesisir pantai. Sementara itu, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, menetapkan Cerek Jawa sebagai salah satu burung yang dilindungi oleh pemerintah.

Boni Herdiawan, mahasiswa Kelompok Studi Burung Srigunting Jurusan Biologi Universitas Negeri Surabaya (UNESA) berharap manusia bisa lebih sadar mengenai pentingnya keberadaan burung bagi alam, seperti cerek jawa maupun yang lain. Sehingga kedepan kerusakan habitat burung bisa dikurangi. Baginya, keberadaan burung-burung pantai ini sangat membantu dalam penelitian dan mengembangkan keilmuan. Selain itu, dia sangat berkesan dengan burung cerek jawa, karena memiliki perilaku yang menarik untuk dipelajari.

 

Merupakan burung air endemik Pulau Jawa. Akan tetapi di beberapa daerah di luar pulau Jawa juga pernah dijumpai, seperti di Sulawesi, Sumatra, Bima dan Bali. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version