Mongabay.co.id

PLTU Teluk Sepang, Penolakan Dilakukan karena Keadilan Ekologis Diabaikan [Bagian 3]

 

 

Baca sebelumya:

Putusan Majelis Hakim Tidak Berpihak pada Masyarakat Teluk Sepang [Bagian 1]

PLTU Teluk Sepang, Sudah 19 Penyu Mati di Sekitar Pembuangan Limbah [Bagian 2]

**

 

Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara [PTUN] Bengkulu menolak gugatan masyarakat Kelurahan Teluk Sepang, terkait izin lingkungan PLTU Batubara Teluk Sepang, Bengkulu, Selasa [17/12/2019]. Penolakan terhadap putusan tersebut tidak hanya dilakukan masyarakat tetapi juga mahasiswa dan seniman.

“Atas rahmat Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang, dengan ini kami kelompok mahasiswa Cipayung Plus [HMI dan IMM] serta mahasiswa Bengkulu, mendeklarasikan gedung PLTU kami sita dan kami tutup!” kata Elekusman, koordinator aksi, bertempat di Jalan Teluk Sepang, Kampung Melayu, Kota Bengkulu, Senin [23/12/2019].

Deklarasi disambut suka cita puluhan mahasiswa dengan terikan ‘hidup mahasiswa’. Mereka memasang sepanduk bertuliskan: Cipayung plus [HMI dan IMM] & Mahasiswa Bengkulu deklarasi tutup PLTU Teluk Sepang, di pintu masuk PLTU Batubara Teluk Sepang.

“Apabila segel dirusak, kami gelar aksi kembali!” ancam Elekusman.

Baca: Penyu Enggan Datang ke Teluk Sepang

 

Tim Dokter Hewan BKSDA Bengkulu melakukan nekropsi empat bangkai penyu sisik yang ditemukan mati di Pantai Teluk Sepang. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Namun, perwakilan PT. Tenaga Listrik Bengkulu [TLB], selaku pemilik dan pelaksana PLTU Teluk Sepang, tidak ada yang menanggapi. Mahasiswa hanya membacakan tuntutan di depan ratusan polisi, yang mengawal aksi.

Tuntutan mereka adalah, perusahaan menghentikan sementara uji coba PLTU satu bulan ini. Tujuannya, membuktikan atas kematian penyu dan PT. TLB diminta menyaring limbah sebelum dibuang ke laut, serta bertanggung jawab atas kematian biota laut dilindungi.

“Kami melakukan penolakan dengan melakukan penyegelan,” tegas Ulekusman.

Baca juga: Kurang Dua Pekan, Tiga Penyu Ditemukan Mati di Bengkulu

 

Empat bangkai penyu sisik yang ditemukan mati di Pantai Teluk Sepang dikuburkan setelah dilakukan nekropsi. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Atas tingkah acuh PT. TLB, aktivis dari Institut Agama Islam Negeri [IAIN] Bengkulu, Krisna Andrisya Putra mengaku kecewa. Ini membuktikan perusahaan tidak respek dengan aspirasi mahasiswa. “Apa yang kami lakukan dan sampaikan adalah suara masyarakat,” katanya.

“Seharusnya mereka menindaklanjuti, minimal mendengarkan. Sebab dampak negatif yang ditimbulkan sangat berbahaya, jangan sampai membuat masyarakat kehilangan sumber nafkah dan laut rusak,” tambahnya.

Hal senada disampaikan mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Bengkulu [UMB], Abdullah. Dia sangat kecewa tidak dapat bertemu pihak perusahaan. “Kondisi ini tidak meredupkan semangat kami membela apa yang diinginkan masyarakat Teluk Sepang dan warga Bengkulu, menutup PLTU Teluk Sepang.”

 

Seniman mural Bengkulu menggambar pada acara ‘Panggung Duka’ di Taman Pantai Berkas, Bengkulu. Foto: Ahmad Supardi/ Mongabay Indoensia

 

Penolakan negosiasi mahasiswa dan perusahaan disampaikan langsung Kepala Kepolisian Resor [Polres] Bengkulu, AKBP Pahala Simanjutak. Menurut dia, perusahaan tidak mau bertemu tapi mempersilakan mahasiswa memasang spanduk segel di pintu masuk.

“Pihak perusahaan tak bisa ditemui, mereka tidak mau negosiasi,” ujarnya.

Pahala Simanjutak menyampaikan, berdirinya PLTU Teluk Sepang sah secara hukum. Apabila mahasiswa mau menyampaikan tuntutan lagi, baiknya melalui mekanisme hukum. “Ini negara hukum,” jelasnya.

Aktivis mahasiswa Universitas Bengkulu [Unib], Dede Irawan meminta mahasiswa tidak terpengaruh walau diacuhkan perusahaan. Dia berharap mahawasiswa fokus pada penolakan PLTU. “Jangan sampai kalah dengan upaya penggembosan,” ucapnya.

 

Seniman di Bengkulu menolak PLTU Sepang dengan membuat lukisan mengenai rusaknya ekologi. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Seniman melawan lewat mural

Di hari sama tempat berbeda, penolakan PLTU Teluk Sepang disampaikan seniman Bengkulu. Mereka membuat ‘Panggung Duka’ di Taman Pantai Berkas. Diskusi bertema “Matinya Keadilan Ekologis” digelar yang dilanjut pembacaan puisi dan musikalisasi.

Langit muram berupa mural diabadikan di papan tripleks. “Ini adalah kericuhan karena balas dendam, what if they fight back!” kata Budi, muralis yang mengambar penyu balas dendam.

Menurut Budi, lukisannya itu bentuk protes mewakili penyu. Menurut dia, pemerintah Provinsi Bengkulu diam atas tragedi banyaknya penyu mati di Pantai Bengkulu, terutama di Pantai Teluk Sepang.

Di pantai tersebut, dua bulan terakhir ditemukan 19 bangkai penyu. Umumnya jenis penyu sisik [Eretmochelys imbricata], yang statusnya Kritis [Critically Endangered/CR].

Pemerintah melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi telah menetapkan penyu sisik beserta penyu hijau, penyu lekang, penyu tempayan dan penyu pipih, sebagai jenis dilindungi.

 

Kelompok mahasiswa Cipayung Plus [HMI dan IMM] dan mahasiswa Bengkulu berdemo menolak kehadiran PLTU Teluk Sepang. Foto: Cipayung Plus Bengkulu

 

Karya lainnya adalah kartun dinding berjudul Cik Man x Cik Bun. Komik ini berkisah dua lelaki yang berdialog tentang tragedi banyaknya penyu mati di Teluk Sepang. Satu pria digambarkan tidak tahu masalah sama sekali, satu lagi paham keadaan.

Menurut Dedy Singgih, kartun yang dia buat adalah potret masyarakat Bengkulu yang banyak tidak mengerti tragedi banyak penyu mati. “Pengetahuan rusaknya ekologi Bengkulu jangan sampai diacuhkan,” ujarnya.

 

Unjuk rasa yang dilakukan kelompok mahasiswa Cipayung Plus. Foto: Cipayung Plus Bengkulu

 

Dikutip dari Antara Bengkulu, 22 Desember 2019, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah menyatakan, telah membentuk tim investigasi untuk menyelidiki kematian 19 penyu yang terjadi sejak November, di perairan Teluk Sepang, Kota Bengkulu.

Tim investigasi telah mengirimkan sampel penyu ke laboratorium khusus hewan di Balifet. Tujuannya, untuk mengetahui secara pasti, apa penyebab kematian ini.

Rohidin juga meminta manajemen PT. TLB serius memantau limbah yang dihasilkan, sesuai baku mutu yang telah ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Juga, menggunakan teknologi ramah lingkungan.

Jika ditemukan fakta limbah perusahaan ini mencemari lingkungan, Rohidin menegaskan, tak segan mengambil tindakan tegas, sesuai perundangan.

“Sekali lagi, kita tunggu hasil uji laboratorium, untuk memastikan penyebabnya. Karena, data sementara hasil laboratorium pemerintah kota maupun pemerintah provinsi dan badan karantina perikanan, semuanya mengatakan air di sekitar PLTU masih di bawah ambang baku mutu. Artinya, tidak tercemar. Ini baru laporan laboratorium, saya ingin pastikan semuanya,” tegasnya. [Selesai]

 

 

Exit mobile version