Mongabay.co.id

Foto: 15 Spesies Baru Terbaik Tahun 2019

 

 

Penemuan spesies baru dalam ilmu sains selalu menjadi berita menakjubkan, seakan memberikan harapan bagi kita semua. Tahun ini, para peneliti memperkenalkan kita pada beberapa spesies baru. Beberapa jenis adalah hasil penemuan secara kebetulan; beberapa kasus adalah hasil peneliti yang mempelajari kembali tanaman dan hewan yang sudah dikenal dan memberikan identitas baru. Tetapi, sebagian besar “penemuan” adalah hasil ketekunan, survei lapangan selama berbulan atau tahunan.

Mongabay telah meliput banyak cerita atas artikel ini. Di bawah ini, tanpa urutan tertentu, kami menyajikan 15 pilihan terbaik.

 

1. Pohon dari Amazon dengan daun seukuran manusia

 

Panjang daun Coccoloba gigantifolia yang bisa mencapai 2,5 meter [8 kaki]. Foto: Rogério Gribel.

 

Penemuan spesies ini membutuhkan kesabaran luar biasa. Ahli botani, pertama kali menemukan pohon ini tahun 1982 ketika mensurvei Cekungan Sungai Madeira di Amazon, Brazil. Mereka tahu itu adalah spesies Coccoloba, genus tanaman berbunga yang tumbuh di hutan tropis Amerika, tetapi mereka tidak dapat menentukan spesies tersebut. Masing-masing pohon yang mereka temui tidak memiliki bunga atau buah apa pun, yang merupakan bagian penting untuk menentukan spesies tanaman, dan saat itu, daun pohon juga terlalu besar untuk dikeringkan dan dibawa kembali.

Ketenaran pohon dengan daun lebar itu terjadi pada 2005. Para peneliti akhirnya mengumpulkan beberapa biji dan bunga kering pohon tersebut. Meski bahan dan materi ini tidak cukup baik untuk menentukan spesies tanaman, tetapi para peneliti menabur benihnya di kampus National Institute of Amazonian Research [INPA], menumbuhkan bibit, dan menunggunya tumbuh.

Tiga belas tahun kemudian, pada 2018, salah satu pohon yang ditanam tumbuh subur dan berbuah, yang akhirnya memberi para peneliti material botani yang mereka butuhkan untuk menentukan spesies baru. Spesies baru ini bernama Coccoloba gigantifolia mengacu pada daun raksasa tanaman, tumbuh dengan tinggi hingga sekitar 15 meter [49 kaki] dan memiliki daun mencapai 2,5 meter [8 kaki] panjangnya. Kemungkinan, daun terbesar ini diketahui di antara tanaman dikotil -kelompok besar tanaman berbunga seperti bunga matahari, kembang sepatu, tomat, dan mawar.

 

 

2. Kerapu di pasar ikan Australia yang hampir menjadi santapan

 

Ichthyologist dari Queensland Museum, Jeff Johnson, menunjukkan spesimen Epinephelus fuscomarginatus. Foto: Jeff Johnson

 

Bukan setiap hari Anda menemukan spesies yang sebelumnya tidak terdeskripsikan di pasar ikan. Tetapi itulah yang dialami Jeff Johnson, ichthyologist dari Museum Queensland Australia.

Dia pertama kali mendengar adanya kerapu misterius 15 tahun lalu, dan sejak itu, sesekali dia menerima foto-foto ikan tersebut, yang menurutnya merupakan spesies baru potensial untuk dunia ilmu pengetahuan. Pada 2017, ketika seorang nelayan mengirim Johnson gambar kerapu lagi, Johnson melacak pasar di mana nelayan itu telah menjual ikan hasil tangkapannya, dan membeli lima ekor ikan yang ia temukan di sana.

Kemudian, bersama rekan-rekannya, Johnson menganalisis DNA ikan, dan membandingkannya dengan spesies terkait yang ada di museum. Akhirnya, dalam sebuah jurnal baru yang diterbitkan tahun ini, para peneliti mengkonfirmasi bahwa ikan kerapu ini memang baru dalam dunia ilmu pengetahuan, mereka menamakannya Epinephelus fuscomarginatus.

 

 

3. Mini mum, Mini ature, Mini scule: Katak kecil baru dari Madagaskar

 

Mini mum jantan dewasa, salah satu katak terkecil di dunia, diletakkan pada kuku manusia. Foto: Andolalao Rakotoarison.

 

Tahun ini, para ahli herpetologi memperkenalkan kepada kita tiga spesies katak sangat kecil yang sebelumnya belum dideskripsikan di Madagaskar: Mini mum, Mini ature, dan Mini scule.

Semua dari spesies ini panjangnya hanya beberapa milimeter, genus yang juga baru bagi ilmu sains. Spesies katak baru diketahui hanya ada di beberapa lokasi, dan mungkin sudah terancam punah. Para peneliti misalnya, telah mencatat Mini mum hanya di Manombo Special Reserve di tenggara Madagaskar, sementara Mini scule hanya diketahui di hutan terfragmentasi di Sainte Luce Reserve. Lokasi di mana katak muncul juga sempit dan terancam.

 

 

4. Salamander raksasa dari Tiongkok

 

A. sligoi atau South China giant salamander dalam lukisan.Gambar: ZSL

 

Untuk waktu lama, Andrias davidianus, salamander raksasa yang panjangnya mencapai lebih 5 kaki [1,6 meter], dianggap sebagai satu-satunya spesies amfibi terbesar di dunia. Di masa lalu, beberapa peneliti berhipotesa bahwa salamander itu mungkin memiliki banyak spesies, dan sebuah studi baru yang diterbitkan tahun ini mendukung hipotesia beserta dengan buktinya.

Para peneliti menganalisis sampel salamander dari serangkaian spesimen museum sejarah untuk melihat seperti apa populasi liar amfibi lokal sebelum manusia mulai beternak hewan dan memindahkannya secara ekstensif. Hasilnya, salamander itu bukan hanya satu, tetapi tiga spesies berbeda. Termasuk A. davidianus, A. sligoi, dan spesies ketiga yang belum disebutkan namanya pada saat penelitian diterbitkan. Dari tiga spesies yang diakui, South China giant salamander [A. sligoi] kemungkinan besar adalah yang terbesar, yang menurut peneliti panjangnya mencapai 2 meter [6 kaki].

 

 

5. Butuh 25 tahun mengumumkan spesies tarsius terbaru di Indonesia

 

Tarsius Niemitz dari Kepulauan Togean, Indonesia. Gambar: Shekelle et al., 2019.

 

Ilmuwan bernama Alexandra Nietsch dan Carsten Niemitz pertama kali melihat tarsius ini di Kepulauan Togean di lepas pantai Sulawesi, Indonesia, pada 1993. Penduduk setempat telah mengenal primata ini dengan nama bunsing, tangkasi, dan podi. Tetapi butuh penelitian lebih 25 tahun, termasuk vokalisasi tarsius dan DNA, untuk menyatakan primata kecil ini sebagai spesies baru dalam ilmu sains melalui makalah riset yang diterbitkan pada 2019.

Mereka menamai spesies tarsius Niemitz [Tarsius niemitzi] sebagai penghormatan kepada ilmuwan yang pertama membawa spesies ini untuk menjadi perhatian dunia ilmiah. Sejak publikasi tersebut, tarsius Niemitz telah meningkatkan jumlah spesies tarsius yang diketahui hidup di Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya menjadi 12 spesies, tetapi para penulis mengatakan bahwa kepulauan itu kemungkinan memiiki setidaknya 16 spesies.

 

 

6. Lebah Fiji di puncak gunung

 

Homalictus terminalis ditemukan hanya 95 meter dari puncak Gunung Batilamu. Foto: James Dorey/Flinders University

 

Tahun ini, para peneliti menyatakan sembilan spesies baru lebah dari negara Kepulauan Fiji di Samudra Pasifik selatan. Lebah ini memiliki penampilan warna-warni dalam nuansa hitam, emas-hijau, dan metalik, dengan sedikit keunguan dan merupakan bagian dari genus Homalictus Cockerell, sebuah kelompok spesies yang belum banyak dipelajari secara taksonomi di Fiji selama 40 tahun terakhir.

Populasi dari lebah ini memiliki distribusi sangat terbatas atau bahkan hanya diketahui berhabitat di satu puncak gunung, dan menurut para peneliti mereka terancam punah karena perubahan iklim dan risiko lingkungan. Satu spesies baru dalam ilmu pengetahuan, misalnya Homalictus terminalis, hanya ditemukan di Gunung Batilamu, khusus hidup di puncak gunung setinggi 95 meter [312 kaki]. Spesies baru lainnya yang ditemukan, H. ostridorsum, hanya tercatat di Gunung Tomanivi, sementara H. taveuni dinamai dari Pulau Taveuni, yang diketahui sebagai satu-satunya tempat ia berasal.

 

 

7. Marmoset di Amazon

 

Sketsa Mico munduruku. Foto: Stephen Nash

 

Ketika para peneliti mensurvei hamparan hutan Amazon di antara sungai Tapajós dan Jamanxim di negara bagian Pará di Brazil, secara kebetulan terdapat sekelompok, tiga marmoset ekor putih, yang dicurigai spesies baru. Ekor putih sangat langka di antara primata yang hidup di Amerika Selatan; hanya satu spesies primata lain yang memilikinya.

Para peneliti tersebut benar. Setelah mempelajari monyet di hutan dan di laboratorium, mereka mengkonfirmasi bahwa marmoset, dengan ekor putihnya yang berbeda, lengan putih dengan bintik kekuning-kuningan pada siku, dan kaki serta tangan putih, adalah spesies baru.

Marmoset tersebut dinamai Mico munduruku yang diambil dari nama Munduruku, yaitu sebuah kelompok masyarakat adat yang tinggal di antarmuka Tapajós-Jamanxim. Namun, tidak semuanya menjadi kabar baik. Hutan Amazon yang menjadi rumah bagi M. munduruku dengan cepat habis ditebang untuk ekspansi pertanian, penebangan, pembangkit listrik tenaga air, dan penambangan emas.

 

 

8. Monyet di sebuah ‘pulau’ deforestasi di Brazil

 

Plecturocebus parecis [kiri] yang hampir mirip dengan Plecturocebus cinerascens [kanan]. Ilustrasi: Stephen D. Nash

 

Tahun ini, para ilmuwan mengumumkan spesies monyet kedua yang baru di dunia sains, yang juga ditemukan di hutan hujan Amazon. Monyet berwarna abu-abu, bernama Plecturocebus parecis yang diambil dari dataran tinggi Parecis di Rondônia di Brazil tempat mereka ditemukan, pertama kali ditemukan ilmuwan pada 1914. Secara lokal dikenal sebagai “otôhô,” para peneliti kemudian melihat monyet itu sekali lagi pada 2011 dan mengkonfirmasi bahwa hewan itu adalah monyet. Cukup berbeda dari titi hitam yang berhubungan erat/mirip untuk diklasifikasikan sebagai spesies terpisah.

Habitat monyet titi terletak di dalam “Arc of Deforestation” sebuah area dengan deforestasi tinggi di mana petak-petak hutan yang luas telah dibuka untuk peternakan sapi dan pertanian kedelai secara mekanis. Tetapi sejauh ini, monyet-monyet itu tampaknya telah lolos dari beberapa kerusakan karena lereng curam dataran tinggi yang mereka tempati menawarkan perlindungan dan habitatnya sulit diakses. Tidak menarik untuk penggundulan hutan skala besar.

 

 

9. Belalang sembah yang menyerupai tawon

 

Vespamantoida wherleyi. Foto: Gavin Svenson, Cleveland Museum of Natural History

 

Belalang sembah cenderung menyerupai daun atau batang pohon dan berwarna hijau dan cokelat. Namun pada 2013, para peneliti melihat belalang berwarna oranye-merah cerah dengan perut hitam di stasiun penelitian di tepi Sungai Amazon di Peru utara. Belalang sembah ini tidak hanya meniru warna-warna cerah seperti tawon, tetapi juga mengikuti gerakannya.

Mimikri tawon yang mencolok dan jarang ditemukan di antara belalang, membuat temuan ini manjadi menarik, tutur para peneliti dalam jurnal yang diterbitkan tahun ini. Spesies baru sains ini bernama Vespamantoida wherleyi, nama genus Vespamantoida yang artinya tawon-belalang.

 

 

10. Tupai terbang raksasa

 

Tupai terbang dari Gunung Gaoligong, atau Biswamoyopterus gaoligongensis, ditemukan pada tahun lalu di Yunnan, Tiongkok, oleh Quan Li dari Kunming Institute of Zoology dan tim. Foto: Kadoorie Farm & Botanic Garden

 

Tupai terbang raksasa yang termasuk dalam kelompok Biswamoyopterus memang sangat langka. Spesies pertama yang termasuk dalam genus tersebut, tupai terbang Namdapha [Biswamoyopterus biswasi] dari India, ditemukan hanya sekali oleh para peneliti tahun 1981. Kerabatnya di Laos, Laotian giant flying squirrel [Biswamoyopterus laoensi], pertama kali ditemukan para peneliti di pasar daging hewan liar di Lao PDR [Laos] pada 2012. Masing-masing spesies diketahui berasal dari spesimen tunggal.

Tahun ini, para ilmuwan di Tiongkok memperkenalkan kepada kita spesies ketiga dari genus, Gunung Gaoligong yang merupakan tupai terbang [B. gaoligongensis], yang pertama kali mereka temukan dalam koleksi Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok. Untungnya, kemudian tim tersebut dapat mengamati hewan-hewan yang ada di lapangan dan mengumpulkan spesimen lain. Dibandingkan dengan Namdapha dan Laotian giant flying squirrel yang hilang, para peneliti mengatakan bahwa status konservasi tupai terbang Gunung Gaoligong terlihat sedikit lebih menjanjikan.

 

 

11. Hiu saku yang bersinar dalam gelap

 

Satu-satunya spesimen yang diketahui dari hiu saku Amerika ditemukan di Teluk Meksiko pada 2010. Foto: Mark Doosey

 

American pocket shark yang baru di dunia ilmu pengetahuan [Mollisquama mississippiensis] adalah spesies hiu saku kedua di dunia yang diumumkan. Para peneliti mensurvei Teluk Meksiko bagian timur untuk mempelajari apa yang dimakan paus sperma ketika mereka mengumpulkan sampel besar hewan dari kedalaman laut. Di antara koleksi itu ada hiu kecil yang belum pernah dilihat tim.

Ternyata, hewan itu sebelumnya adalah spesies hiu saku yang tidak terdeskripsikan statusnya. Hiu saku mendapatkan namanya bukan karena ukurannya yang kecil, tetapi karena bukaan mirip saku kecil atau kelenjar yang ditemukan di belakang masing-masing sirip dada. Tahun ini, para peneliti memperkenalkan hiu saku Amerika melalui sebuah jurnal riset baru, spesies ini memiliki banyak organ penghasil cahaya atau photophores yang menutupi sebagian besar tubuh, yang mungkin membantu hiu bersinar di kedalaman gelap laut dalam.

 

 

12. Spesies pohon dari kelompok apel custard

 

M. iddii tumbuh hingga 20 meter dan berbunga putih. Foto: Andrew Marshall

 

Pohon yang dapat tumbuh setinggi 20 meter [66 kaki] dan berbunga putih ini, dinyatakan sangat langka. Sejauh ini, spesies yang baru diumumkan sebagai bagian dari keluarga pohon apel custard, atau Annonaceae, diketahui hanya berasal dari pegunungan Usambara di timur laut Tanzania – beberapa individu telah diamati di Cagar Alam Amani di Pegunungan Usambara Timur dan satu di cagar alam milik swasta di Usambara barat.

Kedua cagar alam adalah ‘area-area’ dalam lanskap gundul karena pembukaan hutan yang luas di sekitar, begitu para peneliti menulis dalam jurnal yang diterbitkan tahun ini. Para peneliti telah menamakannya Mischogyne iddii yang diambil dari Iddi Rajabu, seorang ahli botani yang tinggal di Cagar Alam Amani, dan mereka memperkirakan bahwa kurang dari 50 individu pohon itu berada di alam liar.

 

 

13. Ular berbisa dari India

 

Ular Viper Arunachal dapat menyamarkan diri dengan baik di dedaunan. Foto: Rohan Pandit

 

Pada Mei 2016, peneliti satwa liar Rohan Pandit dan rekan setimnya Wangchu Phiang, anggota suku asli Bugun yang tinggal di negara bagian timur laut Arunachal Pradesh di India, mengamati keanekaragaman hayati Arunachal ketika mereka menemukan seekor ular di serasah daun. Pandit tahu, itu adalah viper, sekelompok ular berbisa dengan taring lipat, tapi ia belum pernah melihat jenis ini sebelumnya. Dia menangkap dan menelitinya secara rinci, berkolaborasi dengan para herpetologis lain untuk menganalisis morfologi dan DNA ular tersebut.

Tim mengkonfirmasi, viper itu spesies baru dalam ilmu pengetahuan, dan mereka menamainya Trimeresurus arunachalensis, atau Arunachal pit viper. Spesies baru ini terkait erat dengan ular viper Tibet [Trimeresurus tibetanus], seekor ular yang hanya diketahui dari Tibet. Tetapi menurut para peniliti, secara fisik dan anatomi, kedua spesies itu sangat berbeda.

 

 

14. Tokek yang menyerupai daun

 

Uroplatus finaritra. Foto: Mark D. Scherz

 

Tokek ekor daun adalah ahli kamuflase. Tokek ini, termasuk dalam genus Uroplatus dan hanya bisa ditemukan di hutan Madagaskar, dengan bentuk dan warna tubuh yang memungkinkan berubah seakan daun kering tanpa cacat. Para peneliti menggambarkan spesies tokek baru dari Taman Nasional Marojejy di Madagaskar timur laut tahun ini, yang mungkin sudah terancam punah karena hilangnya habitat dan akibat perdagangan hewan peliharaan ilegal.

Spesies baru bernama Uroplatus finaritra ini, memiliki tubuh agak kecil, kepala segitiga kecil, dan ekor berbentuk daun. Para peneliti khawatir, spesies ini mungkin sudah menjadi korban perdagangan hewan peliharaan ilegal karena terlihat mirip tokek ekor setan atau satanic leaf-tailed gecko, hewan peliharaan yang populer di seluruh dunia.

 

 

15. Burung madu dari Pulau Alor, Nusa Tenggara Timur, Indonesia

 

Myzomela prawiradilagae. Foto: Philippe Verbelen

 

Tahun ini, para ilmuwan mengumumkan spesies burung baru yang hanya ditemukan di Pulau Alor, Nusa Tenggara Timur, Indonesia Timur. Diberi nama Myzomela prawiradilagae, burung madu berkepala merah ini diketahui hanya mendiami hutan di ketinggian di atas 1.000 meter [3.300 kaki] di pulau itu. Para peneliti khawatir, habitatnya di Alor sudah mengalami fragmentasi akibat populasi manusia yang bertambah.

Meski penduduk setempat telah lama mengetahui spesies ini, para peneliti berharap statusnya sebagai spesies baru akan meningkatkan kesadaran masyarakat akan keberadaannya. Juga, memastikan spesies ini tidak punah diam-diam.

 

Penerjemah: Akita Arum Verselita. Artikel Bahasa Inggris di Mongabay.com dapat Anda baca di tautan ini.

 

 

Exit mobile version