Mongabay.co.id

Artificial Live Rock, Alternatif bagi para Hobies Akuarium agar Habitat Karang Alam Terjaga

 

Memperindah tampilan akuarium atau aqua scaping bagi para hobies akuarium telah menjadi kebutuhan. Penyusunan akuarium secara artistik dengan subtrat karang dapat memperindah tatanan akuarium sebelum diisi dengan biota karang, ikan dan biota lainnya. Bahkan ia telah sering dilombakan, seperti yang dilakukan dalam ajang seperti Nusantara Aquatic (Nusatic) yang setiap tahunnya diadakan di Indonesia.

Masalahnya, selama ini live rock masih berasal dari bahan substrat dengan cara mengambil langsung alam. Meski telah ada batasan kuota, -yang mencapai 25 ton pertahun, hal ini di masa depan dikhawatirkan akan merusak habitat. Larva karang dan tempat sembunyi biota laut akan terganggu apabila live rock ini diambil terus-menerus dari alam.

Alternatif yang dikembangkan adalah membuat artificial live rock. Pembuatan bahan ini sendiri sebenarnya cukup sederhana, yaitu menggunakan batu kapur yang dicampur dengan semen dengan ukuran masing-masing sekitar 10-20 cm yang dibentuk menyerupai substrat alam. Selebihnya, selama satu minggu calon artificial live rock dikeringkan di darat, untuk kemudian ditempatkan dalam air laut selama 3 bulanan.

 

Artificial live rock yang baru selesai dibuat dan akan disimpan di bawah air sekitar 3 bulan. Foto: Ofri Johan

 

Setelah direndam selama masa itu, artificial live rock  akan menyerupai substrat karang alami yang sudah ditutupi oleh coralline algae, sponge dan algae. Kondisi demikian sudah siap panen dan menunggu order dari konsumen.

Adapun harga untuk 1 piece (buah) artificial live rock  sekitar 1.5-2.0 USD. Berdasarkan kemampauan produksi perhari, maka diestimasi modal pembuatan termasuk upah tenaga kerja bisa mencapai Rp600 ribu untuk 300 buah artificial live rock atau Rp2.000 per buahnya. Meskipun harganya lebih rendah dari live rock, namun ia memiliki dampak positif bagi konservasi pesisir.

Di Indonesia pembuatan artificial live rock ini sudah simulai sejak 5 tahun terakhir yang dipelopori oleh PT. Dinar Darum Lestari dan Bali Akuarium dan telah diikuti oleh beberapa perusahaan di Banyuwangi. Dalam sebuah kesempatan, penulis mendapat kesempatan untuk meninjau lokasi budidaya karang hias di Ketapang, Banyuwangi saat melakukan kegiatan verifikasi lapangan.

 

Coralline algae yang tumbuh dalam live rock di akuarium. Foto: Wikipedia cc 2.0/Nat Tarbox

 

Di lokasi ini, karang hias dapat dibudidayakan melalui fragmentasi dan ditempelkan ke substrat buatan dan disusun rapi di atas rak sesuai jenis masing-masing di bawah air kedalaman 3-20 meter. Oleh salah satu nelayan lokal, penulis diperlihatkan  hamparan tumpukan batu artificial live rock yang sudah ditutupi oleh coraline algae berwarna kemerahan.

Komitmen pengusaha dalam upaya budidaya karang hias ini tentu perlu diberikan apresiasi. Upaya ini menunjukkan tujuan ekspor dan pemenuhan permintaan dalam dan luar negeri dapat dipenuhi oleh pelaku usaha, dan memberi kesadaran bagi konsumen untuk tetap menjaga nilai konservasi dan pemanfaatan sumber daya pesisir.

 

Foto utama: Artificial live rock yang sudah ditumbuhi oleh coralline algae sehingga menyerupai substrat alam. Foto: Ofri Johan

 

* Dr. Ofri Johan, M.Si, penulis adalah peneliti pada Balai Riset Budidaya Ikan Hias, Kementerian Kelautan dan Perikanan

 

Exit mobile version