Mongabay.co.id

Nasib Satwa Endemik Sumatera Terus Terancam

Bonbon, saat tiba di Kuala Namu, untuk dibawa ke pusat rehabilitasi sebelum lepas liar Desember lalu. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Indonesia, termasuk Sumatera, memiliki satwa-satwa endemik nan eksotik. Hidup mereka di alam terancam, banyak pihak ingin memilikinya. Hutan mereka berubah jadi perkebunan, pertambangan sampai pemukiman. Mereka pun diburu.   Beberapa contoh satwa langka dan dilindungi di Sumatera, orangutan Sumatera, orangutan Tapanuli, harimau, badak, gajah, dan lain-lain.

Kasus penyelundupan orangutan Sumatera di Bali, baru-baru ini terjadi. Petugas keamanan Bandara I Ngurah Rai, Bali, berhasil menggagalkan upaya penyelundupan orangutan Sumatera dari tangan seorang warga Rusia pada .

Spesies jenis kera besar ini pada Selasa (17/12/19) tiba di Bandara Kualanamu Internasional Airport (KNIA) untuk mendapat perawatan sebelum lepas liar di habitat aslinya.

Anak orangutan Sumatera jantan itu, dibawa ke Pusat Karantina Orangutan Sumatera Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP) di Desa Batu Mbelin, Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara.

Saat tiba di di terminal pengambilan kargo Bandara Internasional Kuala Namu Selasa siang, Bonbon, begitu nama anak ini, terlihat aktif. Di dalam kandang, ia bermain dengan handuk putih.

 

Bila tak ada proses hukum terhadap pembeli maka pemburu dan pedagang harimau Sumatera akan terus beraksi. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Keaktifan Bonbon juga terlihat saat menunjukkan wajah kala jendela kandang translokasi dibuka petugas yang akan memberi jeruk, rambutan dan apel. Anak orangutan Sumatera yang terpisah dari induk ini, juga sempat menjulurkan tangan dan memberikan rambutan yang sudah dikupasnya kepada petugas.

Mustafa Amran Lubis, Kepala Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah I, Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut) mengatakan, masih mendalami kasus ini untuk membongkar jaringan yang belum terungkap.

Dia menyatakan, dari pemeriksaan petugas, warga negara asing asal Rusia itu mengaku mendapatkan orangutan dari rekannya. “Masih didalami. Begitu jauh dia diselundupkan dari Sumatera ke Pulau Bali,” katanya.

Selain orangutan Sumatera yang akan diselundupkan warga negara Rusia, kasus lain juga melibatkan warga negara asing yakni, upaya penyeludupan sisik trenggiling oleh dua warga Tiongkok.

Petugas keamanan bandara KNIA mengamankan pelaku ketika mau naik pesawat rute Medan, Bandara Kuala Lumpur, Malaysia, terakhir di Tiongkok.

Kasus yang ditangani penyidik PPNS Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sumatera ini hingga kini pemberkasan belum juga selesai.

 

Banyak permintaan

Benvika, Direktur Jakarta Animal Aid Network (JAAN) ketika diwawancarai Mongabay mengatakan, alasan kuat mengapa kasus penyelundupan satwa liar dilindungi endemik Indonesia terus terjadi, karena permintaan tinggi.

Bersama COP, JAAN pada Juli 2016, mereka pernah membongkar jaringan perdagangan empat anak orangutan Sumatera dari Aceh Selatan diduga akan diselundupkan ke luar negeri melalui jalur tikus. Dua pelaku tertangkap, kemudian disidik Polda Sumut dan vonis hukum di Pengadilan Negeri Medan.

Menurut Benvika, sejumlah temuan mereka, penyelundupan satwa dilindungi ke luar negeri selain kulit harimau Sumatera dan bagian tubuh lain, juga orangutan. siamang, owa, trenggiling, burung hingga biawak tanpa telinga endemik Kalimantan Barat.

Dia bilang, hal itu terjadi karena ada permintaan dari kolektor satwa asli Indonesia.

Soal keterlibatan warga negara asing, katanya, biasa mereka pakai modus pura-pura tak tahu kalau satwa yang mereka bawa dilindungi.   Padahal, katanya, mereka bagian dari jaringan perdagangan satwa liar dilindungi.

“Belum lagi hukum kita masih rendah pada jaringan ini. Mereka mikir paling deportasi. Ini jadi modus jaringan internasional menggunakan warga negara asing, bukan lagi warga lokal,” kata Benvika.

Jaringan internasional ini, katanya, membawa satwa atau bagian tubuh lain, antara lain, melalui Riau atau Batam, kemudian menyeberang ke Malaysia, lanjut ke Thailand atau Vietnam dan menyebar. “Modusnya selalu begitu. Atau masuk Sulawesi, lalu masuk ke Filipina dan menyebar.”

Untuk orangutan Sumatera, katanya, biasa mereka selundupkan dari Aceh menuju ke Thailand dan menyebar ke wilayah timur tengah untuk binatang peliharaan.

“Di Thailand jadi orangutan kick boxing atau jadi bahan pertunjukan lain.”

 

Bonbon, anak orangutan sumatera di kandang translokasi. Dia dititipkan di Karantina SOCP setelah selamat dari upaya penyelundupan ke Rusia. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Berdasarkan data JAAN, satwa-satwa endemik paling tinggi diselundupkan itu berasal dari Sumatera. Dari 2010-2017, perdagangan satwa banyak berasal dari Sumatera, sisanya Jawa, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Tertinggi penyelundupan dan perdagangan satwa yang berhasil dibongkar adalah jenis primata, elang, trenggiling.

Dia bilang, memutus mata rantai konsumen itu penting. Untuk konsumen dalam negeri, upaya sosialisasi dan penyadartahuan kepada masyarakat agar tak membeli mesti terus berjalan dan penegakan hukum.

“Kalau konsumen tak ada lagi, pedagang dan pemburu akan berhenti. Ini yang harus dilakukan.” Dia juga usulkan, revisi UU Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya dari maksimal hukuman lima tahun jadi minimal dan denda Rp1 miliar.

Giyanto, Senior Wildlife Crime Specialist Wildlife Conservation Society-Indonesia Program, mengatakan, jalur perdagangan satwa liar makin licin. Di Maluku Utara, misal, rute penyelundupan paruh bengkok tak lagi ke Filipina atau Surabaya, tetapi, dikirim ke Batam. “[Jalur] memutar.”

Untuk modus perdagangan, katanya, ada yang melalui online, misal, taring harimau atau cula badak ditawarkan sebagai obat tradisional yang sebetulnya mitos belaka. Ada juga ramuan sisik trenggiling di Jakarta disebut obat.

Modus lain, katanya, pura-pura memelihara. Dengan trik ini, bila ketahuan petugas, pemilik satwa langsung bersedia menyerahkan hingga tak proses hukum.

“Cara ini dilakukan para pedagang satwa liar dilindungi untuk lepas dari jerat hukum.”

Satu hal pasti, katanya, bukan hanya warga Indonesia yang jadi kurir perdagangan satwa liar dilindungi ini.

“Ada orang Belanda, Jepang, Korea, dan Qatar, dan lain-lain, yang rata-rata pelaku membawa tas yang telah dimodifikasi.”

 

Keterangan foto utama:  Bonbon, saat tiba di Kuala Namu, untuk dibawa ke pusat rehabilitasi sebelum lepas liar Desember lalu. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

Sisik trenggiling dan tripang disembunyikan dalam wadah makanan oleh dua WNA asal Tiongkok. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version