Mongabay.co.id

Dukung Industri Perikanan Natuna, Bakal Dibangun Balai Benih dan Pabrik Pakan Ikan di Kalbar

 

Itikad pemerintah Indonesia untuk membangun industri perikanan di Natuna, Provinsi Kepulauan Riau dimulai dengan melakukan pendataan potensi dan tantangan di daerah-daerah terdekatnya. Sebagai daerah yang dekat dengan perairan Natuna, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan membangun balai benih dan pabrik pakan ikan di Kalimantan Barat.

“Selain memperkuat nelayan, Kabupaten Mempawah akan diprioritaskan untuk membangun budi daya perikanan,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, saat berdialog dengan pembudidaya udang di Kalbar, Kamis (9/1/2020).

Pembangunan industri hulu perikanan ini menjadi hal mutlak, terlebih Kabupaten Mempawah punya potensi perikanan budidaya. Kepentingan pemerintah bukan saja meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar, tetapi untuk kepentingan ekonomi secara nasional.

baca : Konflik Laut Natuna Utara, Bintang Utama di Laut Cina Selatan

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (kanan) memanen udang Vaname secara parsil di Kuala Secapah, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, Kamis (9/1/2020). Foto : Humas KKP

 

Edhy tidak menampik banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh institusinya. Saat berdialog dengan nelayan Natuna di Kepulauan Riau pun, masalah yang diungkapkan hampir sama. Petani tambak mengeluhkan benih yang harus diambil di luar Kalimantan Barat, ketersediaan pakan serta harga yang mahal.

“Saya targetkan masalah ini bisa clear dalam lima tahun ke depan. Bayangkan, kita punya potensi budi daya yang cukup besar dan termanfaatkan baru 10% saja,” katanya. Dalam jangka pendek, KKP akan fokus pada empat hal utama dalam pengembangan perikanan budidaya. Pertama, menjamin kualitas induk dan benih termasuk memperbaiki tata kelola sistem logistiknya, kedua penyediaan pakan murah, menyiapkan pasar, serta mendukung pembiayaan.

Pembangunan hatchery di daerah yang dekat serta produksi merupakan hal mendasar untuk membangun budi daya perikanan. Terlebih petani tambak di Kalimantan harus mendatangkan benih dari luar pulau. Untuk pakan, maka pemerintah akan menggalakkan program Gerakan Pakan Ikan Mandiri. Dia mencontohkan pembuat pakan di Garut dari peternakan lalat Black Soldier Fly yang menghasilkan maggot dari memakan limbah organik.

Anakan lalat Black Soldier Fly atau maggot biasa memakan sisa makanan, yang kemudiaan menjadi pakan ikan. “Gambarannya dari sampah organik 7 ton dapat menghasilkan maggot 3,5 ton,” tambah Edhy. Dia berharap metode ini dapat diterapkan di daerah lain.

Coldstorage pun akan dibangun untuk menampung hasil budi daya. Maka, pendataan untuk pembuatan sarana dan prasarana mulai dilakukan secepatnya. Nelayan juga diharapkan bisa memanfaatkan sistem pembiayaan melalui kredit usaha rakyat (KUR). Pemerintah telah menurunkan suku bunga KUR menjadi 6 persen. Nelayan dapat meminjam dana untuk pembiayaan usaha hingga Rp50 juta, tanpa agunan. “KUR yang kita kucurkan senilai Rp190 triliun, jadi bisa dimanfaatkan,” lanjutnya.

baca juga : Penguatan Industri Perikanan, Solusi untuk Natuna

 

Tambak udang Vaname secara parsil di Kuala Secapah, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Foto : Humas KKP

Untuk mendukung pembangunan budi daya perikanan, Edhy mengharapkan dana dibangun dengan porsi yang tidak memberatkan APBN. “Porsinya hanya 15%, saja, hanya sebatas stimulan. Selebihnya kita semua harus bekerjasama mulai dari Pemerintah, pelaku bisnis, akademisi, dan asosiasi atau komunitas,” kata Edhy lagi.

Wakil Gubernur Kalbar, Ria Norsan, menambahkan, petani dan nelayan di Kabupaten Mempawah masih memerlukan banyak pelatihan untuk dapat menjadi pelaku utama dalam budi daya perikanan ini. “Apalagi pelabuhan internasional Kijing sudah ada. Tentunya akan lebih mudah untuk distribusinya,” katanya.

 

Potensi Ikan Natuna

Natuna mempunyai potensi sumber daya laut yang cukup besar. Pada tahun 2011, Provinsi Riau telah melakukan studi identifikasi potensi sumber daya kelautan dan perikanan. Terdata potensi ikan laut Natuna mencapai 504.212,85 ton per tahun. Angka itu hampir 50 persen dari potensi Wilayah Pengelolaan Perikanan atau WPP 711 (Laut China selatan, Laut Natuna, dan Selat Karimata) yang menyentuh 1.143.341 ton per tahun.

Sebenarnya, Edhy telah membuka komunikasi dengan Duta Besar China, sebelum kejadian pelanggaran batas wilayah Indonesia oleh mereka. “Dia membuka peluang pasar terhadap perikanan Indonesia di negaranya. Sebelumnya, mereka (China) tidak dapat berkomunikasi,” kata Edhy.

Dubes China mengatakan, peluang sangat terbuka dengan kekayaan laut Indonesia. Namun, posisi Indonesia sendiri untuk ekspor ikan berada di bawah India.

Selain itu, peningkatan kapasitas kapal nelayan lokal pun akan diatasi salah satunya dengan hibah kapal-kapal sitaan kepada nelayan. Ada permintaan dari nelayan, kata Edhy, agar tidak memberikan hibah kapal dengan bahan fiber. Dia mencontohkan kapal Vietnam yang terbuat dari kayu namun dilapisi fiber, sehingga tidak mudah pecah.

perlu dibaca : Penambahan Armada Kapal Ikan Jadi Solusi Menjaga Kedaulatan di Natuna

 

Proses penangkapan menangkap tiga kapal ikan asing berbendera Vietnam di Laut Natuna Utara pada Senin (30/12/2019) oleh Kapal Pengawas Perikanan Indonesia. Foto : Humas KKP

 

Sebelumnya Menteri Edhy mengatakan, saat berkunjung ke Natuna, dia mengatakan akan memperkuat nelayan setempat untuk memanfaatkan potensi sumber daya kelautan di Natuna sebagai salah satu jawaban untuk mengamankan wilayah tersebut. Selain itu, KKP bekerjasama dengan Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan TNI Angkatan Laut, untuk meningkatkan pengamanan.

Pada kesempatan terpisah, Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia menyatakan Pemerintah Indonesia harus bisa memperkuat industri perikanan yang sudah dibangun di Kabupaten Natuna, karena potensi sumber daya ikannya yang sangat besar.

Koordinator Nasional DFW Indonesia Moh Abdi Suhufan memperkirakan potensi ikan lestari yang ada di Laut Natuna Utara dan sekitarnya saat ini mencapai 767 ribu ton, yang bisa dimanfaatkan oleh kapal-kapal ikan yang beroperasi di kawasan perairan Natuna. Terlebih, saat ini sudah ada kapal-kapal ikan berukuran di atas 30 gros ton (GT) yang jumlahnya mencapai 811 unit.

“Belum lagi ditambah dengan izin yang dikeluarkan oleh daerah untuk kapal ukuran di bawah 30 GT. Jadi sebenarnya dari segi jumlah kapal sudah cukup banyak,” ungkapnya kepada Mongabay, Selasa (7/1/2020).

Tentang usulan Menteri Politik, Hukum, dan HAM Mahfud MD untuk mengirimkan kapal ikan dari wilayah Pantai Utara (Pantura) Jawa ke perairan Natuna dan sekitarnya, menurut Suhufan itu mesti dianalisa dengan benar dan tepat.

Karena diprediksi bakal menambah masalah baru dan bukan jadi solusi terkait pertahanan kedaulatan Negara di wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna Utara.

“Nampaknya problem utama bukan kekurangan kapal, tapi bisnis proses perikanan yang belum berjalan. Apalagi, jika kapal-kapal yang mau dialihkan ke sana adalah kapal yang bermasalah dari segi perizinan dan alat tangkap yang digunakan,” jelas dia.

 

 

Exit mobile version