Mongabay.co.id

Cerita Vetiver Penahan Longsor di Daerah, Sudah Ditanam Tapi Tidak Maksimal

 

Sebuah tragedi longsor terjadi di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara, Jawa Tengah (Jateng) pada 12 Desember 2014 silam. Ada 108 warga yang tertimbun. Ketika operasi pencarian terhenti, 95 korban ditemukan dalam kondisi meninggal dunia dan 13 lainnya dinyatakan hilang. Longsor di Bukit Telaga Lele yang terjadi petang hari itu mengubur satu dusun.

Peristiwa itu menjadi salah satu catatan tragedi bencana terdahsyat yang terjadi di Banjarnegara. Longsor juga sempat terjadi Dusun Gunung Raja, Desa Sijeruk, Kecamatan Banjarmangu. Ketika itu longsor dari perbukitan Pawinihan menimbun dusun. Saat pencarian berakhir, ditemukan 76 korban tewas dan 14 korban lainnya dinyatakan hilang.

Bencana longsor dan tanah bergerak memang menjadi cerita yang setiap tahunnya terjadi, dengan skala yang berbeda. Sebab, berdasarkan catatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banjarnegara, 70% daerah itu rawan longsor. Bahkan, meski skalanya kecil, sejak awal tahun hingga pekan kedua Januari 2020, telah terjadi 25 kali peristiwa bencana longsor.

Pascalongsor yang terjadi di Jemblung pada 2014 silam, Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat (AD) menanami apa yang disebut dengan akar wangi atau vetiver (Chrysopogon zizanioidesi). Vetiver itu ditanami di areal bekas longsor yang berada di Jemblung.

“Sampai sekarang masih ada. Tanaman vetiver hidup dengan tanaman keras lainnya di wilayah bekas longsor jemblung. Terus terang, kami memang belum secara maksimal mengembangkan tanaman tersebut. Hanya pascalongsor Jemblung, Kopassus yang melaksanakan penanaman,”ungkap Kepala Pelaksana Harian BPBD Banjarnegara Arief Rahman, Senin (13/1/2020).

baca : Masalah Banjir, Peneliti: Jakarta Harus Benahi Kebijakan dan Perilaku Masyarakat

 

Tanaman rumput vetiver yang sudah tumbuh tinggi. Foto : BNPB/Mongabay Indonesia

 

Arief mengatakan setelah enam tahun kejadian longsor, Jemblung aman dari longsoran. Namun, dia tidak dapat menyimpulkan apakah itu pengaruh penanaman vetiver atau faktor lainnya. Sebab, di wilayah perbukitan Jemblung juga ditanami dengan pohon keras. “Kalau dari informasi yang kami peroleh vetiver memang sangat bermanfaat untuk mencengkeram tanah, karena akarnya bisa sampai 4-5 meter. Dan ternyata, vetiver juga dapat tumbuh dengan pepohonan atau tanaman lainnya,”katanya.

Tetapi, Arief mengakui bahwa BPBD Banjarnegara belum massif menanam vetiver di wilayah-wilayah yang rawan longsor.”Penanaman vetiver memang belum luas di Banjarnegara. Di wilayah Jemblung saja, juga tidak terlalu banyak. Ke depannya, tentu akan dikaji lebih mendalam lagi terkait dengan penanaman vetiver,”ujarnya.

Tak hanya di Banjarnegara, akar wangi atau vetiver pernah juga ditanam di Cilacap, tepatnya di Desa Pengadegan, Kecamatan Majenang. Bahkan, BPBD Cilacap malah memodifikasi dengan pemasangan anyaman sabut kelapa. Jadi, vetiver ditanam di antara sela-sela anyaman sabut kelapa tersebut. Proses pemasangan anyaman sabut kelapa dan penanaman vetiver berlangsung pada akhir 2015 hingga awal 2016 silam.

 

Tidak Efektif  

Bagaimana kondisi kini? “Sampai sekarang masih ada, tetapi hanya sebagian. Sebagian vetiver yang masih hidup berada di bagian atas perbukitan. Tetapi yang berada di lereng-lereng, sudah tidak ada lagi. Terbawa aliran air dan tertimbun longsor,”kata Kepala Desa Pengadegan Toto Sugianto kepada Mongabay, Senin (13/1/2020).

Ia mengatakan setelah ditanam pada awal 2016 lalu, tanaman vetiver tumbuh dengan baik. Namun, ketika ada hujan deras, malah terbawa arus atau tertimbun longsor. “Waktu penanaman di wilayah setempat, luasannya mencapai 1 hektare. Tetapi saat sekarang hanya tinggal beberapa saja,”ujarnya.

Kades menyimpulkan vetiver tidak efektif menahan banjir pada daerah dengan curah hujan tinggi, karena aliran air hujan kerap membawa longsoran. “Jika sudah begitu, maka tanaman vetiver biasanya terbawa atau tertimbun longsor. Namun, kalau misalnya selama setahun aman dari longsoran, barangkali akan lebih kuat. Tetapi sebetulnya, penanaman vetiver juga harus ditopang dengan pembangunan talud dan saluran pengendali air. Saya kira kalau seperti itu akan lebih kuat,”jelasnya.

baca juga : Perpaduan Anyaman Sabut Kelapa dan Rumput Akar Wangi untuk Penahan Erosi

 

Kondisi akar wangi di Banjarnegara. Foto BPBD Banjarnegara

 

Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) BPBD Cilacap wilayah Majenang, Edi Sapto Priyono, juga mengakui kalau tanaman vetiver rata-rata sudah mati. “Ada beberapa desa yang telah menanam. Masalahnya, pada umumnya sekarang sudah mati. Faktornya adalah kemarau panjang. Rumput akar wangi atau vetiver memang sempat hidup, namun kemudian mengering karena kekurangan air,” katanya.

Kalau dari segi fungsi, lanjutnya, memang menguatkan tanah dan menahan longsor. Namun demikian, pada saat musim kemarau panjang, juga tidak memungkinkan menyirami vetiver dengan air. Sebab, warga saja mengalami kekurangan air bersih.

Secara terpisah, Kepala Pelaksana Harian BPBD Cilacap Tri Komara Sidhy mengatakan jauh sebelum vetiver ramai akhir-akhir ini, sebetulnya Cilacap telah memulainya. “Apalagi, Cilacap mengkombinasikan antara vetiver dengan anyaman sabut kelapa. Keduanya sama-sama untuk menahan longsor. Konsep ini, juga sebetulnya sangat murah, jika dibandingkan dengan pembangunan penahan longsor dengan beton. Kira-kira perbandingannya 1 banding 10. Misalnya, dalam luasan satu m2, kombinasi anyaman sabut kelapa dan vetiver hanya kisaran Rp15 ribu. Jika menggunakan bangunan beton, bisa saja 10 kali lipatnya,”paparnya.

Namun demikian, sama seperti Toto dan Edi, Tri Komara juga mengakui masih ada kendala dalam penanaman vetiver sebagai penahan longsor. “BPBD Cilacap juga belum ada prioritas untuk melakukan penanaman. Malah, tahun ini antisipasi longsor dilaksanakan dengan membangun penahan longsor. Barangkali ke depan, akan dikaji kembali, tetapi bagaimana caranya agar vetiver tidak mati,”tandasnya.

perlu dibaca : Hidup di Wilayah Rawan Longsor, Berikut Masukan Tim Mitigasi Bencana UGM

 

Tanaman vetiver yang berada di pinggir jalan provinsi di Kabupaten Banjarnegara, Jateng. Foto BPBD Banjarnegara/Mongabay Indonesia

 

Banyak Kegunaan

Dalam publikasi resminya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) edisi 9 Januari 2020 lalu, menyebutkan jika Presiden Joko Widodo meminta jajarannya untuk melakukan penanaman vetiver untuk mecegah tanah longsor dan erosi. “Saya kira tanaman vetiver, akar wangi, akan saya cari sebanyak-banyaknya bibit dan benih sehingga bisa kita lakukan penanaman terutama di Lebak dan Kabupaten Bogor,” kata Presiden saat menerima sejumlah kepala daerah di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 8 Januari 2020.

Menurut BNPB, masih jarang orang yang tahu, kalau vetiver memiliki banyak manfaat yang baik terhadap lingkungan hidup.  Manfaat dari tanaman Vetiver antara lain bagian daunnya dapat bermanfaat menyerap karbon, pakan ternak, mengusir hama, bahan atap rumah, dan bahan dasar kertas. Pada bagian akarnya bermanfaat mencegah longsor dan banjir, memperbaiki kualitas air, melindungi infrastruktur, menyerap racun, dan menyuburkan tanah.

Di Indonesia rumput ajaib ini baru dimanfaatkan sebagai penghasil minyak atsiri melalui ekstraksi akar wangi. Di mancanegara vetiver banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan ekologis dan fitoremediasi (memperbaiki lingkungan dengan menggunakan tanaman) lahan dan air, seperti rehabilitasi lahan bekas pertambangan, pencegah erosi lereng, penahan abrasi pantai dan stabilisasi tebing melalui teknologi yang disebut Vetiver Grass Technology (VGT) atau Vetiver System (VS), sebuah teknologi yang sudah dikembangkan selama lebih dari 200 tahun di India.

Vetiver System adalah sebuah teknologi sederhana yang berbiaya murah dengan memanfaatkan tanaman vetiver hidup untuk konservasi tanah dan air serta perlindungan lingkungan. Vetiver juga mudah dikendalikan karena tidak menghasilkan bunga dan biji yang dapat cepat menyebar liar. Keistimewaan vetiver sebagai tanaman ekologis disebabkan oleh sistem perakarannya. Akar serabut yang masuk sangat jauh ke dalam tanah saat ini rekor akar vetiver terpanjang adalah 5,2 meter.

baca juga : Mencegah Bencana Longsor dan Pemberdayaan Masyarakat Dengan Rumput Vertiver. Seperti Apakah?

 

Tanaman vetiver yang telah dikembangkan. Foto BNPB/Mongabay Indonesia

 

Sementara, peneliti pada Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Deden Girmansyah mengatakan vetiver merupakan tanaman yang mampu menjadi solusi erosi tanah. “Vetiver mampu mengurangi erosi tanah yang mudah terkikis dan tidak stabil, khususnya lereng yang curam. Akarnya massif dan sangat dalam, dan dapat mencapai rata-rata 3-4 meter. Meski vetiver sangat toleran terhadap kondisi ekstrem iklim, tetapi vetiver tidak toleran pada tempat teduh,”kata Deden dalam publikasi Biro Kerjasama, Hukum dan Humas LIPI melalui media sosial twitter, Rabu (8/1/2020).

Meski manfaatnya baik, tetapi LIPI mengingatkan bahwa vetiver merupakan tanaman pendatang, maka penanaman harus diawasi. “Dalam penanaman vetiver, harus ada pengawasan dan dikelola dengan baik, jangan sampai menjadi liar dan invasif,” tandasnya.

 

Exit mobile version