Mongabay.co.id

Piring dan Mangkuk Pelepah Pinang dari Rumah Jambe, Ada Videonya

Di Kota Jambi, Rumah Jambe, sudah memproduksi piring dan mangkuk dari pelepah pinang, wadah ramah lingkungan dan sehat, bisa menggantikan plastik dan styrofoam. Foto: Elviza Diana/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

 

Pelepah kering berjejer rapi di atas meja. Rudi Nata, pemilik Rumah Jambe, menyusun satu- persatu dan mengecek kadar air masing-masing pelepah pinang. Pinang dengan kadar air berkisar 10-15% diletakkan ke mesin pencetak.

Selang kurang 10 menit, pelepah pinang langsung berbentuk mangkuk dan siap jadi wadah makanan bebas bahan kimia dan ramah lingkungan.

“Idenya, ini cara kita mengurangi dosa dari memproduksi sampah untuk bumi. Ini solusinya,”kata Rudi.

Aroma khas daun menyeruak di ruang produksi. Nikmat dan wangi seperti membakar daun pisang dan berpadu dengan pandan. “Dulu, di kampong saya, Sarolangun petani jika ke ladang dan kebun membungkus nasi dan lauk menggunakan pelepah ini. Sudah makin langka sekarang,”katanya.

Rudi mengatakan, untuk menghasilkan piring dan mangkuk dari satu lembar pelepah pinang bisa dapat dua. Selama satu hari Rudi mampu memproduksi rata-rata 210 wadah. Satu bulan, mereka hanya berproduksi 25 hari dengan total 5.250 wadah.

 

 

Setiap minggu, Rudi membeli setidaknya 300 pelepah pinang dari kelompok petani di Kecamatan Betara, Tanjung Jabung Barat. Setiap lembar pelepah Rp600.

“Satu lembar pelepah pinang bisa menghasilkan dua piring atau mangkuk berukuran 24 x 16 di cm. Saat ini, masih memproduksi di Rumah Jambe, ke depan petani bisa memproduksi langsung dan kita bantu pemasaran.”

Kini, rumah Jambe sudah mencari pasar untuk menjual produk pelepah pinang pengganti styrofoam ini. Mereka juga mulai memasarkan wadah ini secara online. Rudi menilai harga masih tergolong mahal, satu mangkuk dan piring pelepah pinang berkisar Rp2.000 dan Rp3.000.

“Karena harga masih belum terjangkau untuk dijual massal, pasar yang kita upayakan untuk café dan hotel,”kata Rudi.

Harga mahal ini karena masih pakai tenaga manusia untuk berbagai proses pengerjaan dan mesin pencetak yang masih belum bisa berbiaya minim.

Rudi menyusun piring-piring yang sudah selesai dia cetak. Dia memasukkan enam piring berukuran sama ke dalam kemasan dan siap dipasarkan.

 

Pelepah pinang sudah jadi piring dan mangkuk. Foto: Elviza Diana/ Mongabay Indonesia

 

 

***

Pembuatan wadah dari pelapah pinang ini berawal dari empat orang peneliti dari Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Jambi. Mereka sudah penelitian sejak 2017.

Syafrial Dosen Teknologi Industri Pertanian Universitas Jambi mengatakan, pelepah pinang banyak dan terbuang sia-sia. “Bagi petani, pelepah ini hanya limbah yang biasa mereka bakar, ataupun bikin mainan anak-anak. Itu saja, padahal produksi pinang di Jambi cukup banyak, khusus di Tanjung Jabung Barat,” katanya.

Jambi, asal kata dari jambe, yang berarti pinang. Provinsi ini memang salah satu produsen pinang. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2017, luasan kebun pinang di Jambi mencapai 17.969 hektar didominasi Tanjung Jabung Barat (9.095 hektar) dan Tanjung Jabung Timur seluas 6.716 hektar dengan rata-rata pinang 478 kg perhektar.

Pelepah pinang di tingkat petani hanya sebagai limbah, dibuang dan dibakar begitu saja. Syafrial bersama tiga rekan lain kemudian mengembangkan produk berbahan dasar pelepah ini.

Berbagai inovasi dan peralatan terus mereka lakukan agar bisa teraplikasi di petani. “Awalnya, kita punya alat pencetak pelepah pinang jadi piring dan mangkok dengan kapasitas daya 4.000 watt, ini tentu saja tidak bisa dikerjakan oleh unit usaha kecil dan skala rumahan,” katanya.

Mereka terus membuat alat menjadi praktis dan kini bisa pakai kompor maupun tabung gas biasa. “Ini mungkin dilakukan petani,”katanya.

Upaya Syafrial dan Rudi, perlu mendapat dukungan pemerintah seiring komitmen sama mengurangi sampah plastik. Pemerintah Kota Jambi sejak Januari 2019, sudah menghentikan penggunaan kantong plastik di semua pusat perbelanjaan besar di kota itu. Ini sesuai Peraturan Daerah Nomor 8/2013 tentang Pengelolan Sampah dan Peraturan Wali Kota Nomor 54/2018 tentang kebijakan strategi daerah mengenai pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga.

“Sampah di kota Jambi ini sekitar 650 ton perhari. Itu didominasi besar sampah plastik, sumbernya juga terbanyak styrofoam. Padahal, penggunaan styrofoam untuk makanan ini juga sangat berbahaya,” kata Syafrial.

Dia berharap, dukungan pemerintah seperti pembungkus bahan makanan plastik ataupun styrofoam bisa beralih ke wadah ramah lingkungan, seperti pelepah pinang ini sama seperti penghentian pemakaian kantong plastik di pusat perbelanjaan di Kota Jambi.

Kalau ada kebijakan pemerintah, katanya, akan membantu pelepah pinang jadi bahan pembungkus makanan alami menggantikan plastik dan styrofoam.

Selain kebijakan dan dukungan pemerintah, dia berharap, ke depan petani pinang langsung produksi melalui kelompok-kelompok petani yang mereka bina.

“Kalau kita sudah meregenerasi lagi mesin pencetak yang lebih efektif dan efesien, bisa diterapkan kelpompok petani pinang langsung. Sekarang, masih terkendala mesin, hanya bisa gunakan gas. Ini juga masih mahal untuk industri rumah tangga.”

 

 

Keterangan foto utama:  Di Kota Jambi, Rumah Jambe, sudah memproduksi piring dan mangkuk dari pelepah pinang, wadah ramah lingkungan dan sehat, bisa menggantikan plastik dan styrofoam. Foto: Elviza Diana/ Mongabay Indonesia

Setiap minggu, mereka membeli setidaknya 300 pelepah pinang dari kelompok petani di Kecamatan Betara, Tanjung Jabung Barat. Setiap lembar pelepah Rp600. Foto: Elviza Diana/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version