Mongabay.co.id

Foto: Jalan Jantho – Lamno yang Membelah Hutan Ulu Masen

 

 

Pemerintah Provinsi Aceh sejak 2009 telah membangun jalan Jantho, Kabupaten Aceh Besar, menuju Lamno, Kabupaten Aceh Jaya. Pembangunan jalan lintas kabupaten tersebut membelah hutan lindung di Kawasan Ulu Masen, baik yang berada di Kabupaten Aceh Besar maupu di Kabupaten Aceh Jaya.

Pembangunan jalan sepanjang 65 kilometer tersebut, sempat terhenti karena tidak ada dokumen analisis mengenai dampak lingkungan [Amdal]. Serta, tidak ada juga izin pinjam pakai kawasan hutan [IPPKH] dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK].

Baca: Merusak Hutan Beutong Sama Saja Mengusik Harimau Sumatera

 

Jalan Jantho – Lamno yang membelah hutan Ulu Masen wilayah Kabupaten Aceh Besar dan Aceh Jaya, Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Setelah proses panjang, Gubernur Aceh saat itu Zaini Abdullah, pada 7 Agustus 2014 mengirimkan surat permohonan IPPKH ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dengan luas hutan yang diminta sekitar 5.203 hektar.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada April 2016, mengeluarkan izin tersebut. Namun, luas hutan yang diberikan untuk pembangunan jalan hanya 841,9 hektar.

Baca: Desa di Hutan yang Sulit Dijangkau Itu Bernama Sikundo

 

Pembangunan jalan di Ulu Masen ini telah direncanakan sejak 2009. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kementerian juga mengeluarkan sejumlah persyaratan seperti, Pemerintah Aceh harus mengawasi ancaman kerusakan hutan akibat illegal logging. Juga, tidak menebang pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak 200 meter dari tepi dan kiri kanan sungai dan 50 meter dari kiri kanan tepi anak sungai.

Perkembangan terbaru, pembangunan jalan yang rencananya selesai pada 2022 itu, telah mencapai tengah hutan lindung. Namun, jalan yang dibangun di lereng perbukitan itu masih belum semuanya teraspal.

Baca: Tegas! Masyarakat Beutong Tolak Perusahaan Tambang Emas

 

Jalan sepanjang 65 kilometer ini berada di perbukitan yang rawan longsor. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Sejumlah masyarakat menilai, jalan tersebut rawan longsor karena dibangun di lereng yang bebatuannya labil. Di beberapa tempat, kecuraman tebingnya lebih 20 meter.

“Jalan ini tidak akan bertahan lama dan akan disibukkan dengan perbaikan yang terputus akibat longsor. Tanahnya sangat labil dan mudah terbawa air hujan,” sebut Abrar, masyarakat yang sudah melihat langsung jalan tersebut, Kamis [16/1/2020].

Baca juga: Foto: Sampoiniet, Conservation Response Unit Pertama di Aceh

 

Tanah yang labil, rawan longsor, membayangi jalan di Ulu Masen ini. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Masyarakat Jantho, Anwar mengatakan, saat ini di kiri-kanan jalan yang berada di wilayah Kabupaten Aceh Besar, sudah ada beberapa cabang jalan yang bisa dilalui mobil. Jalur ini, dipakai sebagai jalan keluar-masuk mobil pengangkut kayu hasil pembalakan liar.

“Kayu dari hutan diangkut menggunakan mobil 4×4 yang telah dimodifikasi khusus. Mobil itu menggangkut kayu hingga ke jalan Jantho – Lamno, selanjutnya dari jalan tersebut, kayu dipindahkan ke truk. Selain diangkut dengan mobil khusus, kayu juga diangkut manual oleh pelaku pembalakan,” terangnya.

 

Akses jalan yang mempermudah ke Ulu Masen dimanfaatkan juga oleh para pelaku kejahatan untuk mengambil kayu di hutan ini. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Anwar menjelaskan, pembalakan liar telah terjadi sebelum jalan itu dibangun atau bisa dilewati. Namun, aktivitasnya meningkat sejak akses jalan mudah, tepatnya setelah dilakukan pengerasan.

“Para pelaku cukup pintar, kucing-kucingan dengan petugas kehutanan,” ujarnya.

 

Sumber air di Ulu Masen sangat penting bagi kehidupan masyarakat yang berada di sekitar kawasan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Muhammad Nasir, Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] Aceh menuturkan, pembukaan jalan di dalam hutan biasanya akan diikuti kegiatan ilegal, seperti pembalakan, perambahan, serta perburuan satwa. Hal tersebut terjadi karena akses menuju hutan semakin mudah.

“Ini kekhawatiran kita semua. Selama ini, pemerintah lemah dalam menjaga kawasan hutan setelah membangun jalan,” jelasnya, Jumat [17/1/2020].

 

Ulu Masen merupakan perpaduan hutan dataran rendah dan dataran tinggi seluas 738.856 hektar. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Nasir mengatakan, pembangunan jalan yang diikuti kegiatan liar akan mengundang datangnya bencana ekologis dan memperbesar peluang terjadinya konflik satwa liar dengan masyarakat.

“Hutan Jantho, Kabupaten Aceh Besar, dan Lamno, Kabupaten Aceh Jaya, merupakan habitatnya satwa liar. Jika hutan tersebut rusak akibat pembangunan jalan dan kegiatan negatif lainnya, masyarakat juga yang merasakan dampaknya,” tegasnya.

 

Pembukaan jalan yang berada di hutan Ulu Masen. Sumber: Google Earth

 

Ulu Masen merupakan perpaduan hutan dataran rendah dan dataran tinggi seluas 738.856 hektar yang membentang di lima kabupaten. Yaitu, Aceh Barat, Aceh Jaya, Aceh Besar, Pidie, dan Pidie Jaya.

Hutan Ulu Masen tidak hanya memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat yang hidup di sekitar kawasan, tetapi juga berperan penting sebagai sumber air bersih berkualitas.

 

 

Exit mobile version