Mongabay.co.id

Harimau Mangsa Ternak Warga di Lampung, Apa Solusinya?

Harimau sumatera. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

 

Warga Desa Antarkuaw, Kecamatan Batu Ketulis, Kabupaten Lampung Barat, Lampung, dihebohkan matinya ternak warga akibat terkaman satwa liar. Insiden itu terjadi Kamis malam [16/1/2020], di kandang milik Medi Irawan [36].

Mulanya, Medi mendengar suara gaduh kambingnya. Dia keluar rumah, memeriksa kandang dan melihat seekor kambingnya tergeletak. Dia mengira, kambingnya tidur.

Keesokannya, Medi kembali ke kandang. Ternyata, kambing itu mati, ada bekas terkaman dan cakaran di leher. Satu ekor kambingnya juga hilang.

Tak jauh dari kandang, berjarak sekitar 50 meter, warga menemukan seekor kambing tergeletak mati. “Atas kejadian itu, kami langsung melaporkan ke polisi dan staf resort Taman Nasional Bukit Barisan Selatan [TNBBS] terdekat,” kata Medi.

Baca: Konflik Manusia dengan Harimau, Harmoni Kehidupan yang Perlahan Hilang

 

Harimau sumatera. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Koordinator Wildlife Response Unit – Wildlife Conservation Society [WRU-WCS] Tabah mengatakan, bersama tim dari TNBBS, BKSDA, Babin Kantibmas Koramil, Babin Kantibmas Polsek Kecamatan Batu Ketulis, dan masyarakat mereka melakukan identifikasi. Mulai dari penelusuran bekas luka, bekas seretan kambing, dan jejak satwa.

“Jika dilihat dari bentuk luka, semula kami belum begitu yakin bila ternak itu dimangsa harimau. Tetapi kami menemukan jejak tapak sangat tipis di sekitar pohon bambu kering, tidak jauh dari kandang,” katanya.

Menurut Tabah, dari jejak tapak kaki, satwa tersebut adalah seekor harimau yang diperkirakan remaja. Dia menambahkan, biasanya harimau remaja belajar memangsa dan akan mencari makanan yang mudah didapat.

Baca: Harimau Sumatera Itu Bagian dari Peradaban Masyarakat

 

Tim melakukan pengecekan kandang kambing yang mendapat serangan harimau, Kamis malam lalu. Foto: WRU-WCS

 

Gencar sosialisasi

Setelah kejadian penyerangan, tim bergerak melakukan sosialisasi adaptasi dan mitigasi konflik di rumah Medi Irawan. Ismail, anggota tim lapangan WRU-WCS mengatakan, warga setempat antusias mengikuti sosilaisasi tersebut. Sebagai gambaran, jarak Desa Antarkuaw dengan TNBBS sekitar 2,5 kilometer. Ironinya, penduduknya belum pernah mendapatkan penerangan mengenai adaptasi dan mitigasi konflik satwa liar dari manapun.

“Hal paling mendasar kami sampaikan, warga harus mengantisipasi kehadiran orang asing yang akan melakukan perburuan liar. Setelahnya, kami menyampaikan antisipasi agar tidak terjadi konflik,” katanya.

Penanganan pertama, jika menemukan jejak satwa liar dekat perkebunan atau kandang ternak segera laporkan ke polhut atau petugas taman nasional. Antisipasi berikutnya, sebaiknya tidak keluar rumah sendirian selepas matahari terbenam.

“Jika mendengar suara harimau jangan tergesa-gesa menghampiri kandang. Jika terpaksa keluar, warga diharapkan membawa penerangan dan bunyi-bunyian lalu membunyikannya agar satwa menjauh.”

Baca juga: Meski Cacat, Harimau Batua Tetap Buas

 

Contoh kadang kambing anti-serangan satwa liar di Desa Percontohan Margomulyo, Kabupaten Pesisir Barat, Lampung. Foto: WCS

 

Kedatangan harimau remaja ini sebenarnya sudah mulai dirasakan warga beberapa hari sebelumnya. Yakni, ditandai banyaknya nyamuk, tetapi warga tidak begitu peka. “Hal paling mudah dilakukan oleh warga saat ini adalah memberi penerangan pada kandang-kandang mereka atau menghidupi api unggun,” kata Ismail lagi.

Tetapi untuk lebih amannya, kandang ternak warga yang tinggal di sekitar hutan, sebaiknya diperbaiki dengan kerangka yang lebih kuat. Sesuai standar.

Dalam catatan WRU-WCS, di Desa Antarkuaw, kejadian ternak dimangsa satwa pernah terjadi pada 2008. Kasus yang sama, kerap terjadi di Desa Rajabasa dan Desa Sukamaju, Kecamatan Ngaras, Kabupaten Pesisir Barat.

“Di wilayah Ngaras, warga sudah mengantisipasi dan tidak terjadi konflik. Desa tersebut menjadi percontohan antisipasi pengamanan ternak dengan membuat kandang anti-serangan satwa liar atau Tiger Proof Enclosure [TPE],” terangnya.

Konstruksi kandang anti-serangan satwa liar tegak, ditopang kayu setinggi 1,5 meter dari permukaan tanah, kemudian dipaku ke dalam lalu dikelilingi pagar kawat. Jaraknya, berjarak setapak tangan orang dewasa antara satu garis kawat dengan kawat lain, serta dilengkapi penerangan memadai.

 

Jejak yang diduga tapak harimau, tidak jauh dari kandang kambing warga di Desa Antarkuaw, Kecamatan Batu Ketulis, Kabupaten Lampung Barat, Lampung. Foto: Medi Irawan

 

Kondisi hutan

Kepala Seksi III TNBBS Maris Feriadi mengatakan, Desa Antarkuaw berbatasan langsung dengan kawasan taman nasional. Harimau memiliki areal jelajah hingga 30 kilometer.

“Desa ini masuk areal Sekincul. Kalau diperhatikan, hutannya mulai ada kebun kopi meski di beberapa lokasi,” katanya.

Hutan negara di Provinsi Lampung seluas 1.004.735 hektar yang terdiri dari hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi dengan total kerusakan 375.928 hektar atau 37.42 persen. Sebagian besar, hutan rusak akibat pembalakan liar dan beralih fungsi menjadi kebun.

Kerusakan di TNBBS, menurut Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, memprihatinkan dan perlu perhatian khusus. “TNBBS ini luas, saya minta pemerintah pusat jangan dong TNBBS ini dipimpin pejabat pelaksana saja. Konsentrasi harus penuh di sini,” katanya. Arinal menegaskan, fungsi hutan jangan sampai bergeser dari tujuan awal.

 

 

Exit mobile version