Mongabay.co.id

Menyoal Rencana Pembangunan Kereta Gantung Rinjani

Seorang pendaki perempuan berdiri di atas puncak Gunung Rinjani. Untuk mencapai puncak melalui pintu pendakian Sembalun Lombok Timur, membutuhkan waktu 13-15 jam, tergantu kekuatan ke kecepatan. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

 

Keinginan membangun kereta gantung menuju Gunung Rinjani bukan kisah baru. Sejak 2016, wacana itu pernah disampaikan Bupati Lombok Tengah Suhaili FT. Saat itu, terjadi pro kontra di masyarakat, termasuk dari Pemerintah Nusa Tenggara Barat (NTB), sebagai pemilik kuasa atas hutan yang akan dilewati menolak keras.

Gubernur NTB saat itu, M Zainul Majdi dikenal dengan sebutan Tuan Guru Bajang menolak ide itu dengan pertimbangan berpotensi merusak lingkungan.

Wacana ini makin mengemuka pada 2017–2018, ketika NTB menggelar pemilihan gubernur. Ia jadi komoditas politik setiap kandidat. Bupati Lombok Tengah Suhaili yang menyalonkan diri, mewacanakan kereta gantung ke Rinjani.

Baca juga: Rinjani Harus Tetap Terjaga

Salah satu calon Wakil Gubernur Mori Hanafi menyatakan penolakan kereta gantung. Wakil Ketua DPRD NTB itu bahkan membuat polling khusus di websitenya dan menyimpulkan 72,5% tak setuju pembangunan kereta gantung Rinjani.

Kandidat gubernur saat itu, Zulkieflimansyah, tak terlibat dalam polemik itu. Zulkieflmansyah memenangkan kontestasi dan jadi gubernur NTB 2018-2023.

Wacana ini kembali muncul ketika Zulkifelimansyah memposting di akun Facebook dan Instagram pribadinya pada pertengahan Januari 2020 tentang pertemuan dengan investor yang akan membangun kereta gantung.

Dari postingan itu, terbaca gubernur menginginkan kereta gantung Rinjani segera terbangun. Sekda NTB HL Gita Aryadi bahkan menyambut dengan penegasan di media-media lokal bahwa pembangunan akan mulai Mei 2020. Pembangunan target tuntas sebelum gelaran MotoGP 2021.

 

Kalau kereta gantung Rinjani jadi dibangun, kemungkinan pemberhentian akan dekat Pelawangan dan Danau Segara Anak. Untuk mencapai lokasi ini, hanya jalan kaki 3-4 jam. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Sudah ada persetujuan KLHK?

Madani Mukarom, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB mengatakan, rencana pembangunan kereta gantung ini sudah mendapat persetujuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Pembangunan ini, katanya, tak di zona inti Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR).

Madani bilang, kawasan  Pelawangan, Danau Segara Anak dan Puncak Rinjani, merupakan zona inti TNGR. Zona inti itu dilarang dan haram membangun sarana dan prasarana apapun.

“Kereta gantung lokasi tidak berada di TNGR tapi di blok pemanfaatan wisata pada tahura dan hutan lindung,’’ katanya.

Dari hasil survei tim, kereta gantung ini akan mulai dari Desa Karang Sidemen, Kecamatan Batukliang Utara, Lombok Tengah. Diperkirakan panjang lintasan sekitar 10 km. Ketinggian kereta gantung itu 60 meter di atas permukaan tanah, jauh lebih tinggi dari pepohonan di sepanjang jalur.

Dinas LHK NTB juga menjamin selama proses pembangunan kereta gantung ini tak akan merusak kawasan. Pengangkutan tiang, katanya, akan menggunakan helikopter. Tidak membuka jalan untuk alat berat seperti kekhawatiran banyak pihak.

Sebelum proses itu semua, katanya, LHK NTB memastikan seluruh proses perizinan dan kajian lingkungan dipenuhi investor, termasuk akan digelar focus group discussion (FGD) dengan seluruh pihak yang berkepentingan dengan rencana ini.

 

Alternatif pendakian

Berdasarkan survei awal tim dari provinsi dan Lombok Tengah, jalur kereta gantung ini cukup landai.

Menurut Madani, kereta gantung itu tidak akan masuk zona inti TNGR. Nantinya, kereta gantung akan berhenti pada lokasi yang sudah ditentukan, jauh dari zona inti. Dari hasil perkiraan tim, lokasi pemberhentian kereta gantung Rinjanji itu perlu tiga sampai empat jam jalan kaki menuju Danau Segara Anak. Dengan jarak tempuh jalan kaki relatif singkat dan landai, orang tua dan anak-anak bisa menikmati Danau Segara Anak yang selama ini jadi kemewahan bagi para pendaki.

Rute perjalanan dari pemberhentian kereta gantung menuju Puncak Rinjani, lebih jauh dibandingkan dengan rute biasa dilalui para pendaki. Rute pemberhentian kereta gantung ini, katanya, adalah Pelawangan Barat–Pelawangan Senaru–Danau Segara Anak–Pelawangan Sembalun–Puncak Rinjani. Atau hampir sama dengan rute Aik Berik Loteng.

“Lamanya pendakian menjadi tantangan bagi para pendaki militan. Peminat pengguna kereta gantung ini dominan kalangan menengah-eksekutif. Pastinya, mereka penasaran turun ingin melihat lebih jelas Danau Segara Anak,” katanya.

 

Seorang pendaki menuruni salah satu bukit saat mendaki ke Gunung Rinjani. melalui jalur Batukliang Utara, Lombok Tengah. Kabel kereta gantung Rinjani kelak akan terbentang di atas pepohanan itu. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Wisatawan yang ingin meneruskan perjalanan dengan jalan kaki selama kurang lebih  3-4 jam dari lokasi pemberhentian kereta gantung menuju Pelawangan Barat, bisa membawa satu atau dua porter.

Madani bilang, kereta gantung ini akan menambah lapangan pekerjaan bagi porter. Apalagi, Karang Sidemen, selama ini bukan jalur resmi pendakian Rinjani. Membuka jalur baru di Karang Sidemen, katanya, bisa membuka peluang usaha baru.

Dedy Asriady, Kepala Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) mengatakan, sudah menghubungi Kepala Dinas LHK NTB Madani Mukarom. Dari koordinasi itu, dipastikan kereta gantung itu tidak masuk TNGR.

“Penamaan kereta gantung Rinjani mungkin sebagai branding. Pak Kadis bilang, di luar kawasan TNGR,’’ katanya.

Dedy belum mau mengomentari terlalu jauh wacana ini. Selain berada di luar TNGR—wilayah kewenangan balai–, saat ini TNGR fokus menyelesaian konflik pengelolaan daerah wisata Joben.TNGR juga mencari formulasi untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan dengan masyarakat Bebidas yang bercocok tanam di TNGR di Pesugulan.

“Perlu diskusi panjang sambil ngopi santai dan perlu kajian dampak lingkungan dan dampak ekonominya. Isu ini memang sensitif,’’ katanya.

 

Tidak mudah

General Geopark Rinjani Chairul Machsul mengatakan, wacana kereta gantung Rinjani itu isu lama. Isu ini sangat sensitif dan jadi perhatian publik, bukan hanya di Lombok, tetapi Indonesia. Bahkan, tak menutup kemungkinan jadi isu internasional.

Pada 2021, tim evaluasi Geopark akan menilai apakah Geopark Rinjani masih bisa berlanjut atau tidak. “Tahun depan (2021) sekitar April-Mei, akan revalidasi pertama terhadap status Geopark Rinjani, apakah akan lolos dapat green card untuk empat tahun ke depan (2022-2026-red) atau dropout,’’ katanya.

Chariul bilang, merealisasikan kereta gantung Rinjani ini tak mudah terlebih kalau ingin mengejar perhelatan MotoGP 2021. Berbagai tahapan dan kajian harus dilakukan. Seluruh tahapan dan kajian itu, katanya, tak bisa dilakukan dengan terburu-buru.

“Tahapannya, ketat mulai dari pre feasibility study, feasibility study, detail engineering desigen (DED-red) hingga amdal (analisis mengenai dampak lingkungan-red).”

Selain aspek lingkungan, kajian ekonomi juga perlu dipertimbangkan matang. Saat ini, diperkirakan 1.000 lebih porter dan guide yang menggantungkan hidup dari pendakian Rinjani. Kalau dalam satu tahun ada 80.000 tamu, dengan satu orang mengeluarkan biaya Rp2 juta, perputaran uang dari aktivitas pendakian mencapai Rp160 miliar.

“Ini juga harus dipertimbangkan,’’ katanya.

Chairul bilang, pembangunan apapun tidak boleh melumpuhkan ekonomi lokal. Selama ini, katanya, banyak pelaku usaha hidup dari aktivitas pendakian Rinjani.

Di sekitar Rinjani, banyak berdiri penyedia jasa pendakian, porter, guide, homestay, konsumsi, penyedia jasa penyewaaan, dan berbagai usaha lain.

“Tentu saja aspek konservasi juga menjadi pertimbangan utama,’’ katanya.

 

 

Danau Biru di kawasan hutan di Karang Sidemen, pintu awal untuk kereta gantung Rinjani. Para aktivis lingkungan meyakini pembangunan kereta gantung Rinjani akan mengubah bentang alam dan tidak ada manfaatnya bagi kelestarian lingkungan. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Tolak kereta gantung Rinjani

Murdani, Direktur Eksekutif Walhi NTB menolak keras pembangunan kereta gantung Rinjani. Sejak awal, Walhi konsisten menolak. Berbeda dengan sikap Pemerintah NTB, dulu menolak tetapi justru memberikan karpet merah bagi investor.

“Gubernur harus menghentikan, rakyat tak butuh kereta gantung untuk mensejahterakan hidup mereka,’’ katanya.

Murdani bilang, ada beberapa dasar sebagai penolakan Walhi terhadap kereta gantung Rinjani. Gunung Rinjani, katanya, sumber kehidupan masyarakat di Pulau Lombok. Kondisi sebagian Pulau Lombok yang mengalami kekeringan pada kemarau dan banjir musim hujan merupakan dampak dari kerusakan Rinjani.

Rinjani ini, kata Murdani, bukan semata wilayah kerja adminsitratif TNGR, tetapi seluruh wilayah di sekitar kawasan ini.

Dia bilang, apa yang disampaikan pejabat Pemerintah NTB, mulai dari gubernur, sekda, Kadis LHK, dan Dinas Penanaman Modal dan Perizinan terkait kereta gantung Rinjani lebih mementingkan aspek pasar. Dia nilai, hanya memikirkan uang masuk ke NTB, terlebih investor sudah menyetor uang jaminan Rp5 miliar kepada pemerintah provinsi.

“Untuk proyek ini, investor meminta izin lebih 500 hektar. Pembangunan berbagai fasilitas kereta gantung dapat mengubah bentang alam, merusak lingkungan.”

Murdani menyayangkan, ucapan para pejabat Pemerintah NTB terkesan ngotot proyek kereta gantung ini harus ada. Publik membaca, kalau Pemerintah NTB akan melakukan segala cara agar proyek berjalan mulus. Padahal, katanya, belum ada kajian studi kelayakan, kajian lingkungan hidup strategis (KLHS), termasuk amdal. Hasil kajian-kajian itupun, katanya, belum tentu menyatakan layak untuk pembangunan kereta gantung Rinjani.

“Kebijakan ini tergesa-gesa,’’ katanya.

Kalau ada pembangunan dalam kawasan hutan, baik skala kecil maupun besar, pasti berdampak pada habitat flora dan fauna. Keberadaan kereta gantung sepanjang 10 km, kata Murdani, pasti mengganggu kehidupan flora dan fauna sepanjang jalur. Intensitas beroperasi kereta gantung bisa mengubah perilaku dan pola pergerakan fauna di kawasan.

“Secara visual juga mengganggu.”

Pembangunan kereta gantung untuk wisatawan ini akan menambah beban lingkungan yang selama ini sudah berat. Persoalan sampah tidak kunjungan selesai, katanya, tambah wisatawan massal melalui kereta gantung akan menambah produksi sampah.

Selain itu, ada ribuan masyarakat sekitar Rinjani yang terancam kehilangan penghasilan kalau kereta gantung ini beroperasi. Kereta gantung, katanya, hanya akan menguntungkan pemilik modal, sedang masyarakat sekitar Rinjani sebagai pemilik Rinjani terancam hanya sebagai penonton.

“Di tengah berbagai krisis lingkungan, salah satu yang memprihatinkan, krisis air bersih di Lombok Tengah, pemerintah justru mewacanakan pembangunan yang merusak sumber mata air. Pemerintah melukai Rinjani dan masyarakat Lombok.”

Taj hanya Walhi yang menolak, para pecinta alam, aktivis sosial, pegiat lingkungan, dan berbagai elemen pemuda mulai menggalang petisi penolakan pembangunan kereta gantung Rinjani. Mereka tak percaya ucapan pemerintah provinsi yang mengatakan tak akan ada dampak lingkungan kereta gantung. Dalih pembangunan di luar zona inti TNGR hanya akal-akalan.

Mending pemerintah fokus mengurus hutan NTB yang rusak parah,’’ kata Dedy Aryo, Ketua Forum Rinjani Bagus.

Dia bilang, pendakian gunung bukan semata persoalan fisik, tetapi mental. Dalam proses mengenal alam, banyak memberikan pelajaran atau hikmah hidup.

Menurut Dedy, pada 2016, saat pecinta alam mencoba mengatasi persoalan sampah, satu dari 300 peserta adalah pasangan lansia yang merayakan ulang tahun emas pernikahan di pinggir Danau Segara Anak. Mereka naik bersama anak, dan cucu.

“Jadi, omong kosong bila naik gunung itu berkaitan dengan persoalan fisik, tapi lebih pada persoalan mental. Alasan nanti kereta gantung untuk wisatawan yang tidak kuat mendaki itu hanya kamuflase. Ini hanya ingin mengeruk keuntungan dengan cara mematikan usaha rakyat,’’ katanya.

Dedy melihat, Pemerintah NTB, termasuk pemerintah pusat yang memberikan izin penggunaan kawasan hutan hanya melihat keuntungan. Dengan dalih masuk investasi, tetapi akan merusak lingkungan.

Rinjani, katanya, sumber kehidupan dan sumber air bersih masyarakat Lombok. Ia juga sumber udara bersih. Ketika ada pembangunan, katanya, akan mengganggu keseimbangan lingkungan di sana.

Forum Rinjani Bagus, juga tidak percaya kalau pemasangan seluruh fasilitas itu akan menggunakan helikopter. Membawa tiang pancang ke gunung, katanya, mungkin memakai helikopter, tetapi menegakkan tiang itu dan berbagai fasilitas memerlukan alat berat. Belum lagi, kata Dedy, selama proses pembangunan itu akan mengganggu fauna di Rinjanji.

“Pemerintah jangan hanya mendengar maunya investor, dengar juga dong rakyat. Kami ini rakyat NTB, kami yang memilih bapak-bapak pejabat.”

Saat ini, sudah banyak kelompok masyarakat menolak pembangunan kereta gantung Rinjani. Gerakan penolakan ini terus mereka suarakan melalui media sosial dan akan menyiapkan penolakan di lapangan seperti aksi, termasuk di atas Gunung Rinjani.

 

Keterangan foto utama: Seorang pendaki perempuan berdiri di atas puncak Gunung Rinjani. Untuk mencapai puncak melalui pintu pendakian Sembalun Lombok Timur, membutuhkan waktu 13-15 jam, tergantu kekuatan ke kecepatan. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version