Mongabay.co.id

Harimau yang Berkonflik di Sumatera Selatan Dievakuasi ke Tambling

Harimau sumatera yang diduga berkonflik dengan masyarakat ini masuk kandang perangkap di wilayah Desa Pelakat, Kecamatan Semende Darat Ulu, Kabupaten Muaraenim, Sumatera Selatan, Selasa [21/1/2020] . Foto: BKSDA Sumatera Selatan/KLHK

 

 

Harimau sumatera [Panthera tigris sumatrae] yang diduga berkonflik dengan masyarakat di Desa Pelakat, Kecamatan Semende Darat Ulu, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, kini berada di Rescue Center Tambling Wildlife Nature Conservation [TWNC], Provinsi Lampung.

Dokter hewan Sadmoko Kusumo Priyanto dari TWNC menjelaskan, Tambling ditunjuk sebagai tempat yang paling aman untuk penitipan jantan usia 3-4 tahun tersebut. Terutama, dalam hal perawatan intensif.

“Kondisi kesehatan dan perilakunya berdasarkan pengamatan dokter dari TWNC maupun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK], menunjukkan hasil yang baik,” katanya.

Dia menambahkan, sejak pertama tiba, Rabu [22/1/2020], keadaannya biasa saja. “Tidak terlihat stres, mampu berinteraksi di tempat barunya.

Tim medis, untuk sementara memanggilnya Si Enim, merujuk tempat ia ditangkap di Muara Enim, Selasa [21/1/2020] sekitar pukul 07.30 WIB. Harimau ini diduga berkonflik dengan manusia. Korban ada yang hanya diserang tapi ada juga yang meninggal.

Baca: Harimau yang Berkonflik dengan Manusia di Sumatera Selatan, Masuk Perangkap. Pertanda Baik?

 

Harimau sumatera yang diduga berkonflik dengan masyarakat ini masuk kandang perangkap di wilayah Desa Pelakat, Kecamatan Semende Darat Ulu, Kabupaten Muaraenim, Sumatera Selatan, Selasa [21/1/2020] dan saat ini berada di Tambling. Foto: BKSDA Sumatera Selatan/KLHK

 

Proses evakuasi

Sejak dilaporkan ada korban serangan harimau, pihak KLHK dan BKSDA Sumatera Selatan bergerak cepat, mengidentifikasi wilayah jelajah harimau dengan melakukan pemasangan kamera jebak.

Namun, pencarian jejak tidak ditemukan hasil hingga akhirnya dilakukan pemasangan box trap sebagai cara lain. “Setelah tertangkap, proses evakuasinya memakan waktu cukup lama. Box trap sempat berpindah beberapa kali,” kata Yoan Dinata dari ZSL [Zoological Society of London].

Harimau ini masuk perangkap yang dipasang Tim Satuan Tugas Penanggulangan Konflik Manusia dengan Satwa Liar, Senin [21/1/2020], di lokasi titik terakhir dia berkonflik dengan manusia. Yakni di Desa Pelakat, Kecamatan Semende Darat Ulu, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.

Lalu, diberangkatkan ke Lampung dengan mobil double gardan untuk dilakukan serah terima antara Gubernur Sumatera Selatan dengan Gubernur Lampung. Selanjutnya, dibawa ke Tambling menggunakan pesawat, sekitar 45 menit dari Bandara Radin Intan II.

 

Suasana evakuasi harimau yang ditangkap di wilayah Desa Pelakat, Kecamatan Semende Darat Ulu, Kabupaten Muaraenim, Sumatera Selatan, Selasa [21/1/2020]. Foto: BKSDA Sumatera Selatan/KLHK

 

Habitat rusak

Berdasarkan gambaran peta konflik harimau di Lahat dan Pagaralam, Sumatera Selatan, yang ditunjukkan Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Sumatera Selatan dan ZSL, konflik pertama terjadi di Tugu Rimau, Pagaralam pada 15 November 2019. Korban mengalami luka bagian kepala.

Konflik ke dua, terjadi di Pulau Panas, Lahat, pada 17 November 2019. Konflik ke tiga, berlokasi di Teba Benawa, Pagaralam, 2 dan 5 Desember 2019, satu orang meninggal dunia.

Konflik ke empat di Talangtinggi, Muara Enim pada 24 dan 27 Desember 2019, dan konflik ke lima di Kotaagung, Lahat, 12 Desember 2019, korban meninggal dunia.

Data tersebut belum termasuk konflik yang terjadi pada Januari 2020. Yoan menambahkan, semua titik kejadian konflik berada di kawasan hutan lindung.

“Satwa berkonflik dengan manusia bahkan sampai menelan korban jiwa, tentunya perlu dilakukan kajian khusus. Orang-orang mulai masuk habitat harimau dan membuka kebun di sana, mengapa ini terjadi?,” tuturnya.

Terkait harimau yang memangsa manusia, Yoan mengatakan, beberapa catatan di India ada temuan harimau yang mnyerang manusia dan memakannya. Tapi, ada juga yang hanya menyerang.

“Serupa dengan individu ini, yang dijadikan terdakwa dalam konflik di Muara Enim. Perlu perhatian khusus dan rehabilitasi perilaku beserta kesehatannya. Baru boleh dilepaskan lagi setelah semuanya normal,” katanya.

 

Harimau jantan ini dievakuasi ke Tambling Wildlife Nature Conservation [TWNC] menggunakan pesawat. Foto: TWNC

 

Tangani harimau konflik

Rescue Center TWNC telah menangani 13 harimau sumatera yang berkonflik dengan manusia. Kini, hanya enam individu dalam perawatan. Semuanya berasal dari Aceh, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung: Salma, Topan dan Petir [lahir di TWNC], Satria, Perkasa, dan terakhir Enim.

Harimau yang dilepasliarkan sudah layak hidup di alam liar. Pada 2008, Pangeran dan Agam, lalu tahun 2010, Panti dan Buyung yang dirilis.

Pada 2015, Petir dilepas. “Tetapi, Petir dikembalikan lagi ke rescue center, karena kalah bersaing di alam,” kata Sadmoko. Terakhir Muli, dilepasliarkan pada 2017.

Tambling terletak di ujung selatan Sumatera, bagian dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan [TNBBS]. Dibentuk atas kerja sama Yayasan Artha Graha Peduli, BKSDA Bengkulu, KLHK, dan Balai Besar TNBBS. Luas TNWC sekitar 48 ribu hektar yang merupakan bagian dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan seluas 365 ribu hektar.

 

 

Exit mobile version