- Seluruh kelas di SMP 1 Parakan, Temanggung, Jawa tengah ini dilukis mural panorama alam, pertanian, dan budaya. Hasilnya, ruang kelas tampak nyaman, indah, unik dan instagenik.
- Melengkapi kelas dengan lukisan bernuansa alam dan budaya lokal itu bagian dari upaya mengajak orangtua berperan aktif dalam proses belajar mengajar.
- Mural-mural itu digambar di luar jam pelajaran. Biasa mereka kerjakan sore hari. Selain melibatkan orangtua, siswa pun ikut serta. Harapannya, muncul kebersamaan antara orangtua dan siswa dalam menyelesaikan proyek bersama.
- Dalam lukisan bercorak alam di beberapa kelas itu hampir selalu ada ornamen air, baik berupa sungai maupun air terjun. Ini selaras dengan topografi Temanggung yang berbukit dan bergunung. Banyak mata air dan anakan sungai di kota ini yang harus dijaga. Untuk warna mural dominan hijau melambangkan kesuburan dan kehidupan berkelanjutan.
Ada yang tak biasa di sekolah ini. Seluruh kelas di SMP 1 Parakan, Temanggung, Jawa tengah ini dilukis mural panorama alam, pertanian, dan budaya. Hasilnya, ruang kelas tampak nyaman, indah, unik dan instagenik.
Di Kelas 7 F, misal, ada gambar besar dua perempuan sedang memetik kopi. Gambar itu terletak di dinding belakang kelas bagian dalam, berhadap-hadapan dengan papan tulis di depan. Di kejauhan terlukis dua buah gunung, Sumbing dan Sindoro mengisi panorama. Ada langit biru, awan putih, dan beberapa burung terbang.
Tak hanya itu. Gambar cangkir kopi, teko, grinder, kudapan, dan biji kopi menyebar di area ruang kelas. Suasana ruangan laksana cafe kopi saja.
Dwi Margiyani, kepala sekolah pun mengunggahnya di akun Facebook. Tak ayal, foto-foto itu pun mengundang respon kekaguman. Kebanyakan memuji keindahan lukisan, tak sedikit yang berkomentar ruang kelasnya bagus buat foto-foto.
“Mulai digambar setelah rapat pleno komite sekolah Juli 2019, setengah tahun prosesnya. Lalu kita lombakan 14 Desember kemarin dan 18 Desember pengumuman juara, sekalian penerimaan rapot,” kata Dwi, ketika dihubungi Mongabay beberapa waktu lalu.
Masih ada 20 kelas lain yang muralnya tak kalah menarik. Semua ukuran besar. Beberapa dilengkapi alat peraga yang berhubungan dengan tema lukisan. Seperti kelas yang menampilkan mural kerindangan pohon albasia, ada miniatur produk olahan kayu di pojok kelas. Sementara kelas yang menampilkan budi daya pertanian merica, ada beberapa tanaman sengaja ditanam di dekat kelas.
“Tujuannya ingin melestarikan, mengangkat hasil pertanian yang ada di Temanggung. Siswa diharapkan bisa mengenal lebih jauh, dan mengembangkan di kemudian hari,” kata Suparto, Wakil Kepala Sekolah SMP 1 Parakan.
SMP 1 Parakan berlokasi di pusat kota Parakan, kecamatan kedua terbesar setelah Temanggung. Lokasi tak jauh dari jalan utama yang mengarah ke Wonosobo. Mereka yang menggunakan jalan darat dari Yogyakarta ke Jakarta, lewat jalur tengah akan melewati pemandangan indah selepas Parakan.
Jalanan membelah tepat di tengah dua Gunung Sumbing dan Sindoro, seperti terlukis di banyak karya gambar anak-anak. Di kawasan ini udara sejuk dan cenderung dingin. Jalan beberapa kali berkelok, dengan pemandangan alam indah di kanan kiri jalan.
Mural d kelas dengan pemandangan hutan, sungai dan satwa. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia
Libatkan orangtua
Dwi menambahkan, melengkapi kelas dengan lukisan bernuansa alam dan budaya lokal itu bagian dari upaya mengajak orangtua berperan aktif dalam proses belajar mengajar.
“Pemilihan tema lukisan itu dari wali murid, dari program parenting class. Setelah menyepakati tema, kita lalu mengundi masing-masing kelas nanti menampilkan apa. Ada yang hasil pertanian, alam wisata, dan budaya.”
Program yang diinisiasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu ingin melibatkan orangtua mengetahui permasalahan yang dihadapi siswa dalam belajar, sekaligus mencari solusi.
Agar mereka bisa merasakan suasana pembelajaran di kelas, Dwi kala itu sampai mengajak orangtua masuk ke kelas anaknya masing-masing. Para orangtua itu diajak ikut menyelami suasana kelas, apakah menjenuhkan atau tidak untuk belajar.
“Dari sana muncullah gagasan bagaimana menjadikan pembelajaran di kelas menjadi menyenangan. Baik suasana, media, sarana prasaranan. Semua biaya nanti yang mengeluarkan orangtua,” kata kepala sekolah yang memiliki siswa sekitar 650 anak ini.
Tema itu dipilih, katanya, mengingat dalam kurikulum ada konten menggali budaya lokal. Lalu disepakati dalam rapat pleno dengan komite sekolah untuk mengangkat tema itu. Kebetulan profil orangtua murid SMP 1 Parakan sebagian besar petani, selain pegawai, pedagang, dan wirausaha.
“Sekalian kami ingin menggali potensi daerah. Hasil bumi Temanggung itu ada padi, ketela, panili, tembakau, cengkih, merica, kopi. Produk sudah dipasarkan ke luar daerah bahkan luar negeri, dan jadi brand Temanggung.”
Kopi Temanggung, salah satu hasil bumi andalan. Arabika dari kota ini sudah mendunia. Beberapa kali ikut lomba dalam ekspo di luar negeri, seperti gelaran Speciality Coffee Association of America (SCAA) beberapa waktu lalu di Atlanta, Georgia. Selain itu, kopi di Temanggung juga bermanfaat untuk konservasi lahan dan mengerem laju erosi lereng Sumbing dan Sindoro.
Mural-mural itu digambar di luar jam pelajaran. Biasa mereka kerjakan sore hari. Selain melibatkan orangtua, siswa pun ikut serta. Harapannya, muncul kebersamaan antara orangtua dan siswa dalam menyelesaikan proyek bersama.
Karena ini lomba antarkelas, merekapun bersemangat menampilkan karya terbaik. Hasilnya, selalu ada gagasan baru muncul dan gambar pun lebih kaya nuansa.
Seluruh kelas di SMP 1 Parakan, Temanggung, Jawa tengah ini dilukis mural panorama alam, pertanian, dan budaya. Hasilnya, ruang kelas tampak nyaman, indah, unik dan instagenik. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia
Cinta lingkungan
Beberapa dari mural itu menampilkan sosok petani perempuan maupun laki-laki yang tengah bekerja di ladang. Contoh, di Kelas 7 B, dua orang petani sedang memanen jagung. Gambar jagung menyebar di seluruh bagian kelas. Antara lain lewat gambar nasi jagung, makanan pokok yang lama tergeser dominasi nasi yang kini coba dibangkitkan lagi.
“Setelah tema diputuskan, tembok kelas kita gambar kebun merica. Awalnya, tukang gambar hanya punya konsep menggambar merica saja. Lalu kita libatkan siswa menambahi konsep gambar,” kata Ratna Hermawati, orangtua siswa.
Adristi Kusumawardani, siswa Kelas 7 G, yang berbakat melukis dan beberapa kali menjuarai lomba lukis diminta melengkapi gambar. Jadinya, ada gambar siswa, bersama guru tengah beraktivitas di luar ruang, di kebun merica.
“Saya membantu memberi ide, misal, di bagian sini sebaiknya dikasih gambar pohon, di sebelah sini sebaiknya ada air, atau warna kurang cerah,” kata Adristi, anak Ratna.
Dalam lukisan bercorak alam di beberapa kelas itu hampir selalu ada ornamen air, baik berupa sungai maupun air terjun. Ini selaras dengan topografi Temanggung yang berbukit dan bergunung. Banyak mata air dan anakan sungai di kota ini yang harus dijaga. Untuk warna mural dominan hijau melambangkan kesuburan dan kehidupan berkelanjutan.
Mural itu antara lain juga dilengkapi gambar satwa, misal, kijang, burung, dan monyet. Ia menyiratkan keseimbangan dan harmoni alam.
Ada kelas dengan lukisan alam Posong. Tempat ini menawarkan panorama pegunungan menawan. Biasa pengunjung memilih datang sebelum matahari terbit, sambil mendirikan tenda di tempat yang disediakan.
Kalau cuaca cerah bintang gemintang galaksi Bimasakti bisa dinikmati sepanjang malam. Menjelang pagi, pengunjung bisa puas menyaksikan siraman sinar matahari di tujuh gunung, yaitu Sumbing, Sindoro, Merapi, Merbabu, Telomoyo, Ungaran, dan Muria.
Mural-mural ini mengajak siswa mencintai lingkungan agar lestari. Mural-mural itu juga mengajak siapa pun menghargai apa saja yang tumbuh dari bumi, melalui tangan cekatan para petani.
“Tema mural juga terkait penghargaan sekolah Adiwiyata. Kami mengangkat kearifan dan konten lokal dalam pembelajaran, mengajak warga sekolah untuk menciptakan lingkungan hidup yang lestari,” kata Dwi.
Pada 2018, sekolah ini mendapat penghargaan Adiwiyata tingkat nasional. Mereka kini berbenah untuk mendapatkan predikat Adiwiyata Mandiri, penghargaan tertinggi untuk yang memiliki sekolah binaan berwawasan lingkungan.
“Pembelajaran mencantumkan materi cinta pada lingkungan. Kita sisipkan di situ. Pada hari tertentu kita kerja bakti untuk bersih-bersih lingkungan, menanam pohon. Membuat kompos dari daun-daun yang difermentasi. Sudah membuat sumur resapan, biopori. Juga ada rencana pemasangan panel surya,” kata Suparto.
Dwi mengatakan, respon murid bagus sekali dengan ada mural di kelas. “Kelas jadi indah, nyaman, mereka kerasan. Kalau istirahat anak keluar kelas, begitu saatnya masuk langsung masuk. Orangtua juga sangat mendukung,” katanya.
Aksi corat-coret tembok juga berkurang karena ada tanggung jawab menjaga dan memelihara bersama. “Tidak merusak.”
Ada sekolah lain yang ingin mengadopsi gagasan mural masuk kelas ini agar suasana kelas hidup, tidak monoton, dan nyaman.
Seturut dengan Dwi, Ratna juga mengatakan beberapa orangtua dari sekolah lain ingin meniru melukisi dinding kelas. Model keterlibatan orangtua dalam mendukung proses belajar mengajar di sekolah juga dipuji.
“Silakan saja dicontoh, kita tidak masalah. Malah senang, kata.”
Keterangan foto utama: Mural pemandangan alam bikin suasana kelas lebih nyaman. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia
Melengkapi kelas dengan lukisan bernuansa alam dan budaya lokal itu bagian dari upaya mengajak orangtua berperan aktif dalam proses belajar mengajar. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia