- Ribuan ikan kerapu budidaya milik puluhan petani di muara Sungai Cunda, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh, mati tiba-tiba pada 8 Januari 2020.
- Kejadian ini bukan yang pertama kali, peristiwa sebelumnya terjadi pada 2018 lalu. Keramba di muara Sungai Cunda merupakan mata pencaharian puluhan warga Kota Lhokseumawe sejak belasan tahun. Petani rugi dan kehilangan mata pencaharian.
- Hasil uji Balai Perikanan Budidaya Air Payau [BPBAP] Ujung Batee, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, menunjukkan kondisi nitrat [NP3] tinggi atau diambang batas normal. Ini terjadi karena penumpukan pakan ikan yang tidak habis dimakan ikan di dasar sungai. Muara sungai yang dangkal membuat pakan sisa menumpuk di dasar sungai.
- Kepala Dinas Kelautan, Perikanan dan Pertanian [DKPP] Lhokseumawe M. Rizal menuturkan penyebab ikan kerapu mati karena kualitas air yang mempengaruhi oksigen. Oksigen berkurangan saat air surut, sementara saat air pasang tidak bermasalah. Pengerukan sungai, khususnya di muara, agar debit air yang masuk tinggi akan dilakukan.
Ribuan ikan kerapu budidaya milik puluhan petani di muara Sungai Cunda, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh, mati mendadak, pada 8 Januari 2020. Kejadian ini bukan yang pertama, peristiwa sebelumnya terjadi pada 2018.
Muhammad Alfi, petani keramba di Sungai Cunda, pada 6 Februari 2020 mengatakan, ikan kerapu yang mereka budidaya itu mati tiba-tiba, umurnya kurang dua bulan.
“Ini kejadian berulang,” terangnya.
Alfi menuturkan, setelah kejadian 2018, nelayan kembali coba memelihara ikan kerapu di keramba dan tidak lagi mati. Namun, awal 2020, peristiwa ini terjadi.
“Keramba di muara Sungai Cunda menjadi mata pencaharian puluhan warga Kota Lhokseumawe sejak belasan tahun. Petani rugi dan kehilangan penghasilan,” ujarnya.
Alfi menduga, ikan-ikan kerapu budidaya mati karena kondisi Sungai Cunda yang tercemar. Tidak hanya karena limbah rumah tangga tapi juga akibat pembuangan sampah industri dari rumah potong ayam.
“Selain itu, sungai juga menjadi tempat penimbunan sehingga luasnya berkurang dan mulai dangkal,” terang Alfi.
Baca: Begini Nasib Keramba Jaring Apung Waduk Cirata Ditengah Dilema Pencemaran
Warga Lhokseumawe lain, Hamdani berharap, sampah rumah tangga maupun industri tidak lagi dibuang ke sungai untuk menghindari pencemaran.
“Kalau air pasang besar, kami sering melihat sampah plastik dan sisa potongan ayam mengambang di permukaan air,” terangnya.
Menurut Hamdani, pemerintah harus memastikan tidak ada lagi penimbunan di pinggir sungai. “Sungai itu tidak hanya bermanfaat untuk petani keramba dan nelayan, tapi untuk semua orang, salah satunya menghindari banjir,” ungkapnya.
Baca: Pemerintah Terbitkan Kalender Prediksi Kematian Massal Ikan
Hasil uji laboratorium
Koordinator Laboratorium Uji Balai Perikanan Budidaya Air Payau [BPBAP] Ujung Batee, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, drh. Bakhtiar Sah Putra, kepada Mongabay Indonesia mengatakan, tim telah melakukan pemeriksaan kualitas air dan mengambil sampel ikan kerapu yang mati.
“Hasilnya, kami menemukan nitrat [NP3] tinggi atau diambang batas normal. Hal tersebut, biasanya terjadi karena penumpukan pakan ikan yang tidak habis dimakan ikan di dasar sungai,” terangnya, Jumat [07/2/2020].
Menurut Bakhtiar, nitrat menjadi tinggi karena proses pembersihan secara alami kemungkinan tidak terjadi. “Bisa saja karena banyak pengaruh. Salah satunya, muara sungai yang dangkal membuat pakan sisa menumpuk di dasar,” ujarnya.
Masalah lainnya, hasil pemeriksaan air di Sungai Cunda menunjukkan, rendahnya kadar oksigen atau sangat kurang. Bahkan, pada malam hari kondisinya di bawah standar yang dianjurkan untuk budidaya ikan.
“Sungai kekurangan oksigen, bisa terjadi karena penumpukkan pakan ikan di dasar sungai, atau karena jumlah ikan yang dibudidaya melebihi kapasitas sungai. Misal, kapasitas seribu ekor tapi petani memelihara lebih banyak,” terangnya.
Bakhtiar mengatakan, dirinya tidak bisa memberikan keterangan pasti penyebab kematian itu. Namun, berdasarkan hasil uji laboratorium memang begitu keadaannya.
“Kami tidak punya kapasitas memastikan, hanya bisa menyampaikan hasil uji laboratorium,” terangnya.
Baca juga: Lut Tawar, Danau Indah yang Didera Masalah
Kepala Dinas Kelautan, Perikanan dan Pertanian [DKPP] Lhokseumawe M. Rizal menuturkan, Pemerintah Kota Lhokseumawe tengah mencari solusi, membantu petani keramba terdampak.
“Kami telah mendapatkan hasil pemeriksaan air dan ikan dari BPBAP Ujung Batee,” ujarnya.
Menurut M. Rizal, penyebab ikan kerapu petani keramba mati karena kualitas air yang mempengaruhi oksigen. Oksigen berkurangan saat air surut.
“Kami menemukan ikan mati saat air surut, sementara saat air pasang tidak bermasalah. Kami akan melakukan pengerukan sungai, khususnya di muara, agar debit air yang masuk tinggi. Harapannya, bisa meningkatkan oksigen di air. Eskavator siap beroperasi, untuk normalisasi sungai,” tegasnya.