Mongabay.co.id

Menjaga Benteng Pesisir Teluk Labuan Uki [2]

 

Pada Juli 2019 lalu, dilakukan penanaman 1000 pohon bibit mangrove di kawasan restorasi Desa Baturapa, Kecamatan Lolak, Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong), Sulawesi Utara. Aksi itu merupakan program corporate social responsibility (CSR) PT PLN Persero Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3) Kotamobagu. Pihak PLN berkomitmen tak hanya menanam mangrove tetapi juga memberikan jasa pemeliharaan.

“Kita juga sudah membuatkan gapura pengawasan restorasi hutan mangrove di jalan masuk wilayah ini. Tujuannya agar banyak yang melihat dan ikut tergerak untuk memelihara kawasan ini,” kata Manager UP3 PLN Kotamobagu, Meyrina Turambi.

Sedangkan Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten Bolmong, Tahlis Gallang mengakui manfaat mangrove sangat besar untuk masyarakat Bolmong terutama yang berada di pesisir pantai.

“Mungkin saat ini manfaatnya belum bisa dirasakan. Tapi bagi anak cucu kita nanti, ini akan sangat berguna,” kata Tahlis yang turut hadir dalam acara itu.

baca : Membentengi Pesisir Teluk Labuan Uki dengan Peraturan Desa

 

Penanaman 1000 bibit mangrove di kawasan restorasi Desa Baturapa yang merupakan program CSR PT PLN Persero UP3 Kotamobagu. Foto : Marshal Datudungon/Mongabay Indonesia

  

Menurutnya, ancaman terbesar di pesisir pantai wilayah Bolmong yaitu dari Samudera Pasifik. Daerah Bolmong termasuk wilayah rawan bencana.

Namun belakangan diketahui lahan yang dijadikan kawasan restorasi mengrove di Desa Baturapa itu ternyata bermasalah. Lahan seluas 18.325 m2 itu diklaim milik Natalia C. Tuera, berdasarkan Sertifikat Hak Milik No.18.05.11.04.1.00200.

“Informasinya, lahan tersebut rencananya akan dialihfungsikan menjadi tambak udang,” sebut Sabdar Gobel, Ketua Komunitas Pedulis Kelestarian Lingkungan Hidup Bumi Lestari Kabupaten Bolmong yang ditemui di kediamannya, Sabtu (14/12/2019).

Sabdar bersikeras meminta kejelasan pemberian izin kepada pemilik lahan. Saat dilakukan pengecekan di lokasi, di antara bibit-bibit mangrove yang sudah ditanam, terdapat papan peringatan dari pemilik lahan yang melarang aktivitas apapun di atas lahan itu.

“Cukup perlihatkan dokumennya saja, biar kami tahu siapa yang memberikan izinnya. Ini sudah kami protes ke DLH (Dinas Lingkungan Hidup Pemkab Bolmong), tapi tak juga direspon,” ujar pendiri Kelompok Pemerhati Lingkungan Monompia itu.

baca : Mangrove yang Kembali Bersemi di Banggai

 

Papan peringatan dari pemilik lahan yang melarang aktivitas apapun di atas lahan mangrove di pesisir Teluk Labuan Uki, Kecamatan Lolak, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulut. Foto : Marshal Datudungon/Mongabay Indonesia

 

Sedangkan Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Sam Ratulangi, Dr.Ridwan Lasabuda juga mempertanyakan penerbitan izin pada lahan ekosistem mangrove itu. “Untuk membuktikannya sederhana saja. Tanam bibit mangrove di situ, jika tumbuh berarti itu memang habitat mangrove,” jelas Ridwan saat ditemui di kampus Unsrat, Kamis (19/12/2019).

Selain lahan yang bermasalah di lokasi restorasi mangrove yang dibiayai oleh CSR PT PLN, juga terdapat proyek pembangunan galangan kapal juga disinyalir tidak mengantongi kajian AMDAL.

“Beruntung areanya belum luas saat kami ajukan protes. Saat ini pembangunan galangan kapal itu sedang ditinjau,” kata Sabdar.

Menurutnya, tak apa jika memang ada alih fungsi di zona pemanfaatan. Asal dari upaya konversi di lahan lainnya. Buka lahan sekian hektare, tanam kembali sekian hektare.

perlu dibaca : Kembali Lebat, Ini Cerita Sukses Rehabilitasi Mangrove Kurricaddi

 

Lokasi pembangunan galangan kapal Teluk Labuan Uki, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulut. Foto : Marshal Datudungon/Mongabay Indonesia

 

Salah satu dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ridwan dengan mahasiswanya adalah soal penilaian (valuasi) ekologis, yaitu menghitung nilai ekonomi dan jasa lingkungan mangrove. Menurut Ridwan, harus ada nilai ekologis agar saat alih fungsi, konversinya bisa ditetapkan.

“Menetapkan nilai valuasi itu tidak gampang. Berbagai pihak harus duduk bersama, membahas dan menetapkan standar. Kalau sudah didapat ini akan mudah untuk menilai apakah layak diberikan izin alih fungsi atau tidak. Kalau keuntungan dari alih fungsi itu lebih rendah dari nilai valuasi, mending tidak diberikan izin,” jelas Ridwan.

 

Benteng Bencana

Pada Kamis, 24 Oktober 2019, pusat gempa dan tsunami BMKG menginformasikan terjadinya gempa bumi tektonik berkekuatan 5,7 SR di laut Sulawesi atau tepatnya 34 km arah Timur Laut Kota Lolak, Kabupaten Bolmong. Masyarakat di Teluk Labuan Uki sempat panik mengingat kejadian-kejadian terpicunya tsunami karena gempa. Beruntung, lokasi gempa berada pada kedalaman 251 km, sehingga dinyatakan tidak berpotensi tsunami.

Kabupaten Bolmong merupakan daerah yang terletak pada zona patahan aktif. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bolmong mencatat, daerah yang memiliki garis pantai sepanjang 150,79 kilometer itu menghadap langsung ke Samudera Pasifik. Secara geografi, geologis, hidrologis dan demografis, Kabupaten Bolmong juga berada pada pertemuan beberapa lempeng tektonik bumi. Wilayah pesisir utara Kabupaten Bolaang Mongondow adalah laut Sulawesi yang juga terdapat sesar aktif.

Sehingga, Bolmong merupakan daerah yang memiliki tingkat kerawanan tinggi terjadinya bencana alam, seperti potensi gelombang pasang dan tsunami. “Kesiapsiagaan masyarakat khususnya wilayah pesisir penting ditingkatkan. Minimal bisa melakukan evakuasi secara mandiri ketika bencana tsunami benar-benar terjadi,” kata Kepala Pelaksana BPBD Bolmong, Haris Dilapanga.

Pemerintah Kabupaten Bolmong melalui BPBD juga terus mensosialisasikan serta mengimbau masyarakat terkait musim pancaroba yang berpotensi terjadinya gelombang tinggi. Para pelajar khususnya di wilayah pesisir utara diberikan pemahaman untuk lebih mengenal tanda-tanda alam dan lingkungan sekitar. Masyarakat pesisir diberikan pelatihan evakuasi mandiri jika terdapat hal-hal yang membahayakan keselamatan jiwa baik berupa bencana banjir rob, air laut pasang maupun bencana tsunami. Pemasangan rambu-rambu bencana di wilayah pesisir pantai berupa bahaya gelombang air laut pasang, tsunami dan jalur evakuasi juga dilakukan.

 

Kawasan Teluk Labuan Uki, Kecamatan Lolak, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulut. Foto : Marshal Datudungon/Mongabay Indonesia

 

Haris berpendapat, sebagai daerah yang rawan bencana, diperlukan pengelolaan wilayah pesisir yang sifatnya komprehensif dan terpadu. Dalam pengelolaan pesisir terpadu terdapat tiga aspek yang perlu diperhatikan agar terjadi keseimbangan yang dapat ditoleransi masyarakat dan lingkungan.

“Yakni keseimbangan ekologis, keseimbangan pemanfaatan, dan keseimbangan dalam pencegahan bencana (mitigasi),” ungkapnya.

Keseimbangan ekologis itu menurut Sabdar dapat dilakukan dengan menjaga dan melestarikan ekosistem mangrove sebagai benteng bencana di Teluk Labuan Uki. Ridwan juga mengamini, tumbuhan mangrove yang padat dapat meredam kekuatan gelombang pasang bahkan tsunami.

“Daya rusaknya akan teredam, sehingga bisa meminimalisasi kerusakan di daratan jika bencana itu benar-benar terjadi,” jelas Ridwan.

Dia meminta masyarakat pesisir untuk benar-benar tidak lagi mengambil mangrove selain diproteksi lewat berbagai aturan, harus juga dibarengi dengan program ekonomi alternatif.

 

Kawasan hutan mangrove di Desa Baturapa, Kecamatan Lolak, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulut. sebagian masih lumayan rapat. Foto : Marshal Datudungon/Mongabay Indonesia

 

Potensi Perikanan

Secara umum, Kabupaten Bolmong, memiliki kekayaan sumber daya laut yang melimpah khususnya di sektor perikanan.

Perikanan menjadi penggerak roda ekonomi masyarakat pesisir. Sektor perikanan memiliki keunggulan komparatif dibanding sektor lainnya, berupa ketersediaan sumber daya alam yang sangat besar.

Pemerintah Kabupaten Bolmong berupaya terus meningkatkan kesejahteraan nelayan. Pada tahun 2018 lalu, pemerintah menyalurkan paket bantuan perikanan tangkap bagi 23 kelompok nelayan di lima kecamatan yang ada di wilayah pesisir. Dua kelompok di Kecamatan Poigar, 8 kelompok di Kecamatan Bolaang Timur, 5 kelompok di Kecamatan Bolaang, 7 kelompok di Kecamatan Lolak dan 3 kelompok di Kecamatan Sangtombolang.

Bantuan yang dibiayai lewat APBD Bolmong tahun anggaran 2018 berupa 45 unit mesin Katinting 9 PK, dengan total anggaran sebesar Rp.314.820.000. Selain itu, juga diserahkan 1102 Kartu Bantuan Premi Asuransi Nelayan yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2018.

“Sarana dan prasarana perikanan tangkap bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN Tahun Anggaran 2018 terdiri dari perahu, mesin tempel 15 PK, alat pancing, pelampung beserta sarana tangkap lainnya berjumlah 14 Paket dengan total anggaran Rp1.178.100.000,” kata Kepala Seksi Pengembangan Sarana dan Prasarana Penangkapan Ikan Dinas Perikanan Kabupaten Bolmong Herlina Malangi.

Bantuan-bantuan itu diharapkan dapat memacu peningkatan produksi hasil tangkap ikan nelayan. Secara umum beberapa nelayan yang diwawancarai mengaku keberadaan ikan di perairan Teluk Labuan Uki normal jika dibandingkan denga tahun-tahun sebelumnya.

Pelabuhan Labuan Uki menjadi tempat sandar berbagai kapal penangkap ikan berbagai ukuran. Hasil tangkap ikan dari kapal-kapal ini didistribusikan ke berbagai wilayah di Bolmong, termasuk menjadi bahan baku pabrik pengolahan ikan yang ada di Labuan Uki.

Hamka Mamonto (36), Warga Desa Ayong, Kecamatan Sangtombolang sudah 10 tahun menjual ikan keliling dengan menggunakan sepeda motor. Menurut Hamka, sejauh ini jumlah pasokan ikan yang masuk ke pelabuhan Labuan Uki relatif stabil. Hanya saja, harganya yang terus naik. Penyebabnya adalah tidak adanya standar harga yang ditetapkan. Termasuk sistem penjualan ikan dari pemilik kapal ke pengecer seperti mereka juga berubah. “Dulunya dihitung per box. Tapi sekarang sistem timbang. Jadi keuntungan yang kami dapat dari berjualan keliling jadi menurun. Ini sudah berjalan sekitar empat tahun terakhir,” ungkapnya.

Sebelum menjadi penjual ikan keliling, ayah dua anak itu pernah menjadi anak buah kapal penangkap ikan. Ia bersama rekan-rekannya ikut menangkap ikan di laut. Dia bercerita, dulunya, masih banyak kapal penampung di tengah laut. Jadi, transaksi jual beli masih kerap terjadi di laut lepas. Dia tidak tahu itu kapal dari mana. Dia kurang paham soal itu. Tapi ukurannya lebih besar dari yang mereka gunakan. “Sekarang tidak lagi. Rata-rata sudah beralih ke kapal pajeko yang dilengkapi dengan penyimpanan ikan. Jadi semua menuju ke pelabuhan untuk transaksi.”

***

*Marshal Datudungon, jurnalis media zonautara.com. Artikel ini didukung oleh Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version