Mongabay.co.id

Sistem Klaster, Teknologi Ramah Lingkungan pada Budi daya Udang

 

Dorongan untuk menerapkan prinsip keberlanjutan pada usaha budi daya perikanan terus dilakukan Pemerintah Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Prinsip tersebut terus dikampanyekan, karena ada banyak manfaat yang bisa didapatkan oleh para pelaku usaha budi daya skala besar dan kecil. Selain keuntungan secara ekonomi, prinsip keberlanjutan juga akan mengawal kelestarian alam terus terjaga.

Dengan manfaat seperti itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mendorong pengembangan budi daya tambak udang di Indonesia melalui beragam teknologi yang sudah dikembangkan dan diterapkan di Indonesia. Di antara mereka, adalah penerapan sistem klaster, dan pengelolaan irigasi tambak partisipatif (PITAP).

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan, untuk mewujudkan tambak udang yang sukses dan berkelanjutan, Pemerintah juga akan terus menyalurkan bantuan induk bermutu dan benih unggul. Kemudian, bantuan eksavator juga akan terus digulirkan untuk memudahkan para pembudi daya ikan mengelola tambaknya.

Menurut dia, budi daya udang dengan sistem klaster menjadi bagian dari upaya KKP untuk mengembangkan prinsip bertanggung jawab dan berkelanjutan dalam usaha budi daya perikanan. Sistem tersebut sangat direkomendasikan, karena pembudi daya ikan bisa melakukan pengelolaan dalam satu kawasan dengan teknis dan usaha yang dikelola secara bersama.

“Tujuannya untuk meminimalisir kegagalan dan sekaligus meningkatkan produktivitas, namun juga tetap ramah lingkungan,” ungkap dia di Jakarta, dua pekan lalu.

baca : Klasterisasi pada Budi daya Udang, Pilihan untuk Menjaga Keberlanjutan

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (kanan) memanen udang Vaname secara parsil di Kuala Secapah, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, Kamis (9/1/2020). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Selain dukungan sistem klaster, pengembangan budi daya tambak udang juga akan semakin baik jika prinsip PITAP ikut diterapkan. Prinsip tersebut akan memicu peningkatan fungsi jaringan saluran irigasi tambak yang mengalami penurunan.

Dengan demikian, luas lahan tambak milik pembudi daya pada akhirnya akan mengalami peningkatan, karena akan mendapatkan suplai air yang baik. Kondisi itu akan mendorong peningkatan produksi menjadi lebih baik lagi dibandingkan sebelumnya.

Agar manfaat tersebut bisa dirasakan oleh semua pembudi daya ikan skala besar dan kecil, Pemerintah mendorong semua stakeholder perudangan nasional untuk konsisten menerapkan Indonesian Good Aquaculture Practice (IndoGAP). Prinsip tersebut untuk memastikan budi daya ikan dilakukan melalui prinsip yang baik, termasuk pembenihan untuk menjamin keberlanjutan pengembangan udang.

“Pembudi daya harus bisa menghindari penggunaan induk atau calon induk udang dari tambak untuk mengantisipasi sebaran penyakit. Selain itu, pelaku usaha harus bisa mengembangkan inovasi teknologi dengan tetap mempertimbangkan daya dukung lingkungan,” jelas dia.

 

Lokal

Jika prinsip bertanggung jawab dan berkelanjutan sudah bisa diterapkan dan menjadi acuan untuk pelaksanaan usaha budi daya perikanan pada udang, Edhy meyakini kalau produksi udang yang dilakukan para pembudi daya udang skala besar dan kecil akan berjalan baik. Produksi juga bisa dilakukan dengan jenis udang yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing.

Salah satu jenis udang yang bisa dikembangkan itu, adalah udang asli Indonesia yang dikenal dengan sebutan udang Jerbung (Penaeus merguensis). Udang jenis tersebut menemani udang lokal lain yang lebih dulu populer seperti udang windu dan udang putih (Penaeus indicus).

baca juga : Inilah Udang Jerbung, Masa Depan Bisnis Udang Nasional

 

Indukan udang jerbung (Penaeus merguiensis) hasil pengembangan Balai Besar Perikanan Budi daya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jateng. Udang jerbung sebagai pilihan selain budi daya udang vaname dan udang windu. Foto : Ditjen Perikanan Budi daya KKP/Mongabay Indonesia

 

Baik Jerbung dan Putih, selama ini sudah berhasil dikembangkan oleh Balai Besar Perikanan Budi daya Air Payau (BBPBAP) Jepara di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Kedua jenis udang tersebut, sudah berhasil dilakukan pemuliaan buatan (seleksi breeding) untuk penyediaan stok benih yang bermutu. Keduanya menjadi fokus pengembangan, karena merupakan jenis yang ditemukan di perairan nasional.

Kehadiran dua jenis udang asli Indonesia tersebut, diyakini akan bisa mendorong peningkatan produksi perikanan budi daya yang saat ini menjadi salah satu fokus utama dari Pemerintah Indonesia. Namun, agar itu berhasil, yang harus dilakukan sekarang adalah melaksanakan program peningkatan induk unggul untuk disalurkan ke seluruh tambak udang.

“Saya yakin bahwa udang lokal asli Indonesia seperti udang Windu, udang Jerbung maupun udang Indicus sangat layak untuk dikembangkan di masyarakat. Yang kita butuhkan saat ini adalah melakukan perbanyakan induk unggul serta menambah fasilitas dan lahan untuk peningkatan kapasitas produksi udang lokal,” ujar dia.

Agar pengembangan udang secara nasional bisa sesuai harapan Pemerintah, Edhy menyebutkan kalau saat ini pihaknya sedang fokus untuk memperbaiki kebijakan dan regulasi yang berkaitan dengan usaha budi daya udang. Kedua hal tersebut diharapkan bisa mendorong percepatan produksi udang dengan tetap menerapkan prinsip bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Pentingnya menghadirkan kebijakan dan regulasi yang tepat, karena Edhy tidak mau di kemudian hari ada keluhan ataupun dampak negatif yang akan dirasakan oleh masyarakat perikanan dan juga industri perikanan secara nasional. Untuk itu, dalam prosesnya, KKP akan mendengar semua usulan dan masukan dari masyarakat dan stakeholder.

Untuk saat ini, Edhy mengabarkan jika Presiden RI Joko Widodo tengah merancang penyederhanaan regulasi untuk menghilangkan tumpang tindih aturan dan birokrasi. Di antara rancangan itu, terdapan rencana penyederhanaan perizinan investasi serta pengembangan inovasi dan riset.

Dengan penyederhanaan regulasi, dia berharap kejayaan Indonesia sebagai produsen udang besar di dunia bisa kembali lagi. Misi tersebut harus bisa diwujudkan, karena komoditas udang selama ini selalu menyumbang hingga 40 persen dari total produksi perikanan nasional. Bahkan, pada 2017 nilai ekspor udang bisa mencapai USD1,47 miliar.

baca juga : Prinsip Keberlanjutan Diterapkan pada Pengembangan Tambak Udang Dipasena

 

Panen udang. KKP menawarkan duet teknologi microbubble dan RAS untuk meningkatkan produktivitas budidaya udang. Foto : news.kkp.go.id/Mongabay Indonesia

 

Pakan

Khusus untuk pakan, Edhy Prabowo meminta para pembudi daya ikan bisa menggunakan pakan alami alternatif yang sudah dikembangkan oleh Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Salah satunya, adalah pakan Maggot Black Soldier Fly (BSF) yang sangat direkomendasikan karena berbiaya murah dan bisa menghasilka nutrisi yang tinggi.

Selain itu, dengan menggunakan Maggot sebagai pakan, pembudi daya ikan juga akan ikut mendorong pengurangan produksi sampah organik yang ada di sekitar lingkungan tambak. Pada akhirnya, prinsip bertanggung jawab dan berkelanjutan akan benar-benar bisa diterapkan pada usaha budi daya perikanan.

Diketahui, untuk 2020 KKP menargetkan bisa memproduksi udang secara nasonal hingga 1,2 juta ton atau meningkat 150 ribu ton dibandingkan produksi 2019 yang mencapai 1,05 juta ton. Target tersebut diyakini bisa berhasil, jika semua stakeholder bisa bekerja sama melalui penerapan teknologi budi daya yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Direktur Jenderal Perikanan Budi daya KKP Slamet Soebjakto pada kesempatan terpisah menyatakan bahwa saat ini memang pihaknya sedang fokus pada perbaikan kebijakan dan regulasi untuk usaha budi daya udang. Perbaikan menjadi fokus, karena KKP ingin meningkatkan iklim usaha menjadi lebih mudah pada komoditas udang.

Selain itu, KKP juga fokus untuk memberikan fasilitas akses permodalan kepada para pembudi daya, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) para pembudi daya, meningkatkan produksi induk udang yang unggul dan produksi spesies udang lokal seperti windu, jerbung, dan putih.

“Untuk udang indicus (udang putih), saat ini tengah dilakukan proses domestikasi dan diharapkan dapat diproduksi secara massal dan diujicoba multilokasi pada tahun ini,” sebut dia.

Slamet menambahkan, pengembangan udang lokal di BBPBAP Jepara yang sudah berlangsung hingga sekarang mencakup keberhasilan produksi 20 juta benih udang Jerbung per tahun, dan sebanyak 12 juta benih di antaranya merupakan hasil dari induk yang bukan berasal dari tangkapan di alam.

Untuk mengembangkan benih Jerbung secara massal, BBPBAP Jepara mengadopsi teknologi produksi udang Windu yang dinilai efektif dan efisien. Dalam menerapkan teknologi tersebut, BBPBAP Jepara menyiapkan 30 ribu induk udang Jerbung untuk mendukung produksi massal benih Jerbung.

Sebelum di Jepara, pengembangan udang juga dilakukan di BPBAP Ujung Batee, Aceh melalui pembenihan udang Pisang (Penaeus sp.) yang merupakan jenis udang endemik Aceh. Eksplorasi melalui domestikasi udang asli Indonesia tersebut, disamping akan menghasilkan nilai ekonomi, juga bisa mempertahankan khasanan kekayaan sumber daya udang Indonesia.

 

Exit mobile version