Mongabay.co.id

Begini Dampak Virus Corona pada Wisata Laut

 

Sebuah kapal speedboat rute Pulau Bali-Nusa Penida hanya terisi sepertiga dari kapasitas. Para pekerjanya mengaku penurunan penumpang drastis ini karena dampak ditutupnya penerbangan dari dan menuju China daratan, dampak menyebarnya virus baru jenis Corona.

Penumpang lebih leluasa memilih tempat duduk di speedboat yang terdiri dari lantai bawah dan atas ini. Perjalanan menuju Pulau Nusa Penida, Kabupaten Klungkung sekitar 45 menit dari dermaga Pantai Sanur, Denpasar.

Menindaklanjuti Siaran Pers Menteri Perhubungan, maka mulai 5 Februari 2020, penerbangan dari dan menuju Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dihentikan sementara. Pemprov Bali mengapresiasi langkah yang diambil pemerintah RRT, dan berharap Bali tetap jadi destinasi favorit turis Tiongkok.

baca : Wabah Corona, Bencana Kesehatan dan Mitigasi Ekologi Budaya

 

Speedboat terisi sepertiga dari kapasitas kursi menuju Nusa Penida dari Sanur, Denpasar. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Sudah dua minggu ini Kadek Ita, panggilan perempuan muda mengaku dirumahkan oleh perusahaan water sport di Nusa Penida. Ia menyebut seluruh pekerja di unit water sport harus diliburkan tanpa upah. Nyaris semua pelanggan water sport di kepulauan Nusa Penida adalah turis RRT.

Deretan kapal-kapal dengan fasilitas water sport seperti area kolam laut, seluncuran, banana boat, dan lainnya ini terlihat di perairan Nusa Penida yang biasanya padat dan ramai aktivitas. Mereka parkir dengan kondisi kosong tanpa kegiatan.

Di sejumlah objek wisata favorit seperti Pantai Kelingking, Chrystal Beach, Atuh, dan lainnya biasanya padat turis China. Namun kini tak seramai biasanya. Secara umum, pemerintah memprediksi penurunan turis sekitar 20% jumlah wisatawan RRT.

Turis terbanyak menurut data Dinas Pariwisata Provinsi Bali adalah Australia (19,64%), dan turis Cina urutan kedua. Pada Januari-November tahun 2019, wisatawan Cina di Bali sebanyak 1,1 juta (19,27%), lebih sedikit sekitar 23 ribu dari Australia.

Turis yang kini nampak menikmati wisata laut Nusa Penida berwajah Kaukasian dan India. Musim kemarau yang lebih panjang membuat pantai masih ramai untuk berjemur atau mandi.

Pantai Atuh misalnya. Sepanjang garis pantai yang kurang dari 500 meter ini berderet payung-payung dan kursi berjemur. Untuk menjangkau pantai berpasir putih ini, pengunjung harus menuruni tebing terjal sekitar 50 meter. Cukup melelahkan dan menegangkan, namun terbayar dengan segarnya deburan ombak dan pemandangan tebingnya yang menawan.

Nyaris seluruh pesisir Nusa Penida adalah pantai dengan ombak besar. Anak-anak harus ditemani orang dewasa yang bisa berenang. Tak sedikit yang sengaja mencari ombak kemudian bermain di tengah gulungannya. Sebagian pengunjung lainnya memang tak berenang, hanya menikmati biru lazuardi lautan dan debur ombaknya sambil berfoto.

Berdampingan dengan Atuh adalah pantai Diamond. Sejumlah atol, pulau-pulau kecil di teluk ini berbentuk seperti kristal, meruncing di bagian atasnya. Jika Atuh adalah hamparan laut eksotis, sementara Diamond lebih banyak dinikmati dari atas bukit dengan pemandangan gugusan atolnya.

Pengunjung bisa turun juga menuju pantai, lebih pendek garis pantainya, menuruni tebing terjal. Agar lebih aman, tali tambang dipasang sepanjang tebing. Kepadatan nampak di turunan tebing ini. Mereka menikmati pantai dan hamparan atol di Pantai Diamond.

Deburan ombak menimbulkan buih-buih air menggumpal seperti busa sabun cuci. Berenang di pantai dengan tutupan tebing tinggi memang bisa memompa adrenalin. Para turis bernyali tinggi sengaja mendekati ombak dari tebing, padahal jika tak awas, ombak dengan mudah bisa melemparkan tubuh ke tebing.

baca juga : Perdagangan Trenggiling Ilegal Mungkin Berperan dalam Penyebaran Wabah Corona

 

Deretan kapal yang melayani jasa watersport sedang parkir tengah laut. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia.

 

Alternatif penghasilan

Juwita membantu keluarganya mengikat rumput laut setelah dua minggu dirumahkan dari pekerjaanya sebagai pelayan di kapal yang menyediakan jasa water sport. Ia tidak tahu kondisi ini akan berakhir kapan. Ia tak sendiri, ratusan warga lain yang usahanya terdampak akibat penurunan jumlah wisatawan juga sedang bersiasat untuk terus bisa membuat dapur mengepul.

Salah satu alternatif penghasilan yang kini mulai menjanjikan kembali adalah pertanian rumput laut. Selama beberapa tahun, petani rumput laut rehat bekerja karena hasil panen buruk, dan berkurangnya lahan berladang di laut.

Sejak tahun lalu, saudagar pengepul rumput laut kembali datang dan petani pun kembali berendam di laut membudidayakan rumput laut. Belasan tahun sebelumnya, saat pariwisata tak semarak ini di Nusa Penida, rumput laut ibarat emas, sumber penghasilan utama warganya.

Luh Tantri, salah satu petani rumput laut mengatakan ia kini bisa panen satu ton per bulan dari sebagian ladangnya yang berjumlah 16 patok. Satu patok sekitar 400 meter persegi, dihitung dari panjang tali 4 meter per satu ikat bibit rumput laut dan dideretkan 100 tali per patok.

perlu dibaca : Virus Corona pada Ikan Masih Belum Ada

 

Jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan di Nusa Penida. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Bekerja menjadi petani rumput laut memang perlu energi dan konsistensi. Misalnya keluarga Tantri berbagi tugas, perempuan mengikat bibit seharian. Kemudian laki-laki memperbaiki dan memasang patok kayu, mengikatkan bibit, dan panen. Bolak balik ke laut yang jaraknya sekitar 100 meter dari pantai.

Bertani di laut harus memperhitungkan pasang surut yang berlangsung dua kali sehari. Saat surut inilah, petani harus sigap menyiapkan patok dan memasang bibit sebelum pasang tiba. Saat ini harga rumput laut setengah kering dinilai cukup bagus sekitar Rp8000/kg.

“Pekerjaan jadi petani berat, tak ada anak muda yang mau, lebih senang kerja pariwisata” seru Tantri. Tapi ia meyakini pekerjaan ini harus terus dilakoni karena sudah warisan leluhur. Mereka rehat ketika hama ikan dan penyakit putih mengurangi hasil panen.

Hamparan rumput laut terlihat indah dengan latar belakang Gunung Agung di sisi Timur pulau. Patok-patok ladang kini bertahan di pesisir yang cukup jauh dari pelabuhan. Di Nusa Penida, lokasi terbanyak di Desa Suana. Saat matahari mulai muncul di horizon, para petani sudah mulai melaut, membawa keranjang berisi bibit dengan bantuan ban-ban karet menuju patok. Air surut menjadi tempat berendam yang asyik karena banyak ikan-ikan kecil terlihat jelas di antara karang-karang mati.

 

Exit mobile version