- Masyarakat Desa Damaran Baru, Kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh, khususnya kaum perempuan, berinisiatif menghijaukan hutan yang rusak dengan cara menanam kembali.
- Kaum perempuan Desa Damaran Baru ini juga telah membentuk ranger perempuan yang bertugas berpatroli di dalam hutan. Tujuannya, menjaga hutan dari kegiatan yang merusak.
- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK], pada November 2019, memberi izin pengelolaan hutan melalui skema hutan desa Iberdasarkan Surat Keputusan Nomor: SK.9343/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/11/2019, dengan luas hutan 251 hektar. Pengelolaan ini diberikan kepada kelompok perempuan Damaran Baru.
- Tutupan hutan di Kabupaten Bener Meriah di Provinsi Aceh, berkurang setiap tahunnya. Data GIS Yayasan HAkA pada 2017 menunjukkan, luas tutupan hutan yang hilang mencapai 569 hektar. Tahun 2018, meningkat menjadi 765 hektar dan 2019 mencapai 951 hektar.
Menjaga hutan bukan hanya tugas laki-laki. Perempuan juga bisa melakukannya, sebagaimana Ranger MpU Uteun.
Kami masih ingat, bagaimana air bah itu turun dari gunung membawa bongkahan kayu hasil pembalakan liar. “Kami menderita,” terang Sumini, perempuan Desa Damaran Baru yang juga Ketua Lembaga Pengelola Hutan Kampung [LPHK] Damaran, memulai pembicaraan.
Kejadian yang dimaksud Sumini adalah banjir bandang yang terjadi pada 14 September 2015. Meski tidak menimbulkan korban jiwa, namun akibat bencana tersebut, warga desa harus mengungsi akibat rumah mereka terendam. Lingkungan rusak.
Sejak kejadian tersebut, sejumlah perempuan di Damaran Baru, Kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh, bergerak. Mereka berinisiatif melindungi hutan yang telah rusak, terutama di pinggir Wih [sungai] Gile.
“Kami berusaha memperbaiki hutan dengan cara menanam kembali,” ungkapnya, baru-baru ini.
Namun, usaha itu tidak mudah. Selain banyak masyarakat Damaran Baru yang belum memahami fungsi hutan, juga karena tidak ada izin pemerintah untuk mengelola hutan tersebut.
Baca: Para Perempuan Penjaga Sumber Daya Alam Aceh
Didampingi Yayasan HAkA [Hutan Alam dan Lingkungan Aceh], masyarakat Damaran Baru mengusulkan izin pengelolaan hutan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] pada Juni 2019. Gayung bersambut, November 2019, KLHK memberi izin melalui skema hutan desa.
“Izin tertuang dalam Surat Keputusan Nomor: SK.9343/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/11/2019, dengan luas hutan 251 hektar. Kami menjadi desa pertama di Aceh yang izin perhutanan sosialnya diberikan kepada kelompok perempuan,” ujarnya.
Selanjutnya, kelompok perempuan Desa Damaran Baru melakukan berbagai kegiatan untuk menjaga dan mengembalikan fungsi hutan. Selain menanam pohon, mereka juga membentuk tim patroli atau ranger yang semua anggotanya perempuan.
Baca: Aceh Kehilangan Tutupan Hutan, HAkA: Sehari 41 Hektar
Ranger perempuan pertama di Provinsi Aceh ini diberi nama MpU Uteun atau penjaga hutan. Tugasnya, menjaga hutan dari kegiatan ilegal.
Sumini menyebutkan, patroli dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab menjaga sumber-sumber keanekaragaman hayati. “Kami juga giat menghijaukan hutan yang rusak, khususnya di pinggir sungai,” ungkapnya.
Terbentuknya ranger perempuan, diharapkan muncul perempuan tangguh yang bisa melindungi hutan, mata air, dan sumber-sumber kehidupan lain secara langsung dan berkelanjutan.
“Selama ini, melindungi hutan terkesan pekerjaan laki-laki. Tetapi kami, perempuan Gampong Damaran Baru mengambil peran tersebut. Kami juga bekerja sama dengan tim patroli laki-laki untuk jangkauan lebih jauh dari desa,” jelas Sumini.
Baca: Foto: Jalan Jantho – Lamno yang Membelah Hutan Ulu Masen
Jangan rusak hutan
Bupati Bener Meriah, Syarkawi mengatakan, banjir bandang yang terjadi pada 2015 silam, telah memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk tidak merusak hutan.
“Karena bencana ini pula masyarakat berinisiatif menjaga hutan. Di Desa Damaran Baru, kelompok perempuan sangat aktif, sungguh luar bisa,” terangnya.
Syarkawi berharap, masyarakat desa lain dapat mencontoh apa yang telah dilakukan perempuan Damaran Baru. “Hutan itu sangat penting untuk kehidupan kita. Menjaga hutan, memberi manfaat untuk kita sekaligus menghindari bencana,” ujarnya.
Ketua Yayasan HAkA Aceh, Farwiza menyatakan, pihaknya berkomitmen meningkatkan pemahaman warga di tingkat akar rumput untuk menjaga hutan.
“Pembentukan tim Mpu Uteun adalah hal baru, ranger perempuan pertama di Aceh. Kami harap, tim ini menjadi inspirasi seluruh masyarakat Aceh untuk melindungi hutan dan lingkungan,” ujarnya.
Kabupaten Bener Meriah termasuk daerah dengan laju kehilangan tutupan hutan yang meningkat setiap tahun. Data GIS Yayasan HAkA pada 2017 menunjukkan, luas tutupan hutan yang hilang mencapai 569 hektar. Tahun 2018, meningkat menjadi 765 hektar dan 2019 mencapai 951 hektar.
Keseluruhan, luas tutupan hutan di Provinsi Aceh menyusut. Masih berbasis data HAkA, tahun 2018, luasnya sekitar 3.004.352 hektar, namun pada akhir 2019 berkurang menjadi 2.989.212 hektar. Berdasarkan SK/MenLHK No. 103/Men-LHK-II/2015, luas kawasan hutan dan konservasi perairan Provinsi Aceh berkisar 3.557.928 hektar.