Mongabay.co.id

MpU Uteun, Ranger Perempuan Penjaga Hutan Aceh

 

 

Menjaga hutan bukan hanya tugas laki-laki. Perempuan juga bisa melakukannya, sebagaimana Ranger MpU Uteun.

Kami masih ingat, bagaimana air bah itu turun dari gunung membawa bongkahan kayu hasil pembalakan liar. “Kami menderita,” terang Sumini, perempuan Desa Damaran Baru yang juga Ketua Lembaga Pengelola Hutan Kampung [LPHK] Damaran, memulai pembicaraan.

Kejadian yang dimaksud Sumini adalah banjir bandang yang terjadi pada 14 September 2015. Meski tidak menimbulkan korban jiwa, namun akibat bencana tersebut, warga desa harus mengungsi akibat rumah mereka terendam. Lingkungan rusak.

Sejak kejadian tersebut, sejumlah perempuan di Damaran Baru, Kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh, bergerak. Mereka berinisiatif melindungi hutan yang telah rusak, terutama di pinggir Wih [sungai] Gile.

“Kami berusaha memperbaiki hutan dengan cara menanam kembali,” ungkapnya, baru-baru ini.

Namun, usaha itu tidak mudah. Selain banyak masyarakat Damaran Baru yang belum memahami fungsi hutan, juga karena tidak ada izin pemerintah untuk mengelola hutan tersebut.

Baca: Para Perempuan Penjaga Sumber Daya Alam Aceh

 

Tugas menjaga hutan tidak hanya dilakukan lelaki, perempuan juga bisa sebagaimana Ranger Mpu Uteun. Foto: Dok. HAkA

 

Didampingi Yayasan HAkA [Hutan Alam dan Lingkungan Aceh], masyarakat Damaran Baru mengusulkan izin pengelolaan hutan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] pada Juni 2019. Gayung bersambut, November 2019, KLHK memberi izin melalui skema hutan desa.

“Izin tertuang dalam Surat Keputusan Nomor: SK.9343/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/11/2019, dengan luas hutan 251 hektar. Kami menjadi desa pertama di Aceh yang izin perhutanan sosialnya diberikan kepada kelompok perempuan,” ujarnya.

Selanjutnya, kelompok perempuan Desa Damaran Baru melakukan berbagai kegiatan untuk menjaga dan mengembalikan fungsi hutan. Selain menanam pohon, mereka juga membentuk tim patroli atau ranger yang semua anggotanya perempuan.

Baca: Aceh Kehilangan Tutupan Hutan, HAkA: Sehari 41 Hektar

 

Kepedulian perempuan Damaran Baru, Kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh, menjaga hutan patut dicontoh. Foto: Dok. HAkA

 

Ranger perempuan pertama di Provinsi Aceh ini diberi nama MpU Uteun atau penjaga hutan. Tugasnya, menjaga hutan dari kegiatan ilegal.

Sumini menyebutkan, patroli dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab menjaga sumber-sumber keanekaragaman hayati. “Kami juga giat menghijaukan hutan yang rusak, khususnya di pinggir sungai,” ungkapnya.

Terbentuknya ranger perempuan, diharapkan muncul perempuan tangguh yang bisa melindungi hutan, mata air, dan sumber-sumber kehidupan lain secara langsung dan berkelanjutan.

“Selama ini, melindungi hutan terkesan pekerjaan laki-laki. Tetapi kami, perempuan Gampong Damaran Baru mengambil peran tersebut. Kami juga bekerja sama dengan tim patroli laki-laki untuk jangkauan lebih jauh dari desa,” jelas Sumini.

Baca: Foto: Jalan Jantho – Lamno yang Membelah Hutan Ulu Masen

 

MpU Uteun merupakan ranger perempuan pertama di Aceh. Foto: Dok. HAkA

 

Jangan rusak hutan

Bupati Bener Meriah, Syarkawi mengatakan, banjir bandang yang terjadi pada 2015 silam, telah memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk tidak merusak hutan.

“Karena bencana ini pula masyarakat berinisiatif menjaga hutan. Di Desa Damaran Baru, kelompok perempuan sangat aktif, sungguh luar bisa,” terangnya.

Syarkawi berharap, masyarakat desa lain dapat mencontoh apa yang telah dilakukan perempuan Damaran Baru. “Hutan itu sangat penting untuk kehidupan kita. Menjaga hutan, memberi manfaat untuk kita sekaligus menghindari bencana,” ujarnya.

 

Ranger MpU Uteun, penjaga hutan di Bener Meriah, Provinsi Aceh, yang seluruh anggotanya perempuan. Foto: Dok. HAkA

 

Ketua Yayasan HAkA Aceh, Farwiza menyatakan, pihaknya berkomitmen meningkatkan pemahaman warga di tingkat akar rumput untuk menjaga hutan.

“Pembentukan tim Mpu Uteun adalah hal baru, ranger perempuan pertama di Aceh. Kami harap, tim ini menjadi inspirasi seluruh masyarakat Aceh untuk melindungi hutan dan lingkungan,” ujarnya.

Kabupaten Bener Meriah termasuk daerah dengan laju kehilangan tutupan hutan yang meningkat setiap tahun. Data GIS Yayasan HAkA pada 2017 menunjukkan, luas tutupan hutan yang hilang mencapai 569 hektar. Tahun 2018, meningkat menjadi 765 hektar dan 2019 mencapai 951 hektar.

 

Kawasan Ekosistem Leuser yang merupakan hutan mengagumkan di Sumatera. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Keseluruhan, luas tutupan hutan di Provinsi Aceh menyusut. Masih berbasis data HAkA, tahun 2018, luasnya sekitar 3.004.352 hektar, namun pada akhir 2019 berkurang menjadi 2.989.212 hektar. Berdasarkan SK/MenLHK No. 103/Men-LHK-II/2015, luas kawasan hutan dan konservasi perairan Provinsi Aceh berkisar 3.557.928 hektar.

 

 

Exit mobile version