Mongabay.co.id

Pesona Boonpring Andeman, dari Ekowisata, Pusat Penelitian Bambu sampai Sumber Listrik

Perahu motor melintas di danau Boonpring, Sumber Andeman dengan hamparan hutan bambu di belakang. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

 

Deru motor memecah keheningan kawasan ekowisata Boonpring-Andeman, Desa Sanankerto, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Seorang remaja putri tengah mengendarai motor ATV di hutan bambu Boonpring. Siang itu, matahari terik, namun suasana Boonpring tetap adem. Motor meliuk di antara rumpun bambu. Hutan bambu ini jadi sirkuit motor ATV, wahana wisata di kaki Gunung Semeru.

“Baru pertama kali mengendarai ATV,” kata Nur Aini, pegunjung Boonpring. Dia asyik bermain di hutan di antara beragam varietas bambu walau tak tahu nama beragam jenis itu.

Aini datang bersama keluarga dari Sukun, Kota Malang, untuk menikmati keteduhan sumber air sekaligus menjajal wahana yang ada.

Area ekowisata air Boonpring Andeman seluas 36,8 hektar, sekitar tiga hektar merupakan hamparan hutan bambu. Angin semilir membuai dedaunan bambu, gemericik air mengalir di antara hutan bambu. Daun bambu bergoyang bak penari, menimbulkan bebunyian alami, seperti orkestra dalam harmoni. Menenteramkan.

Nama Boonpring, merupakan gabungan dua suku kata dalam bahasa Inggris dan Jawa. Boon, artinya anugerah dan pring memiliki makna bambu. Boon juga merujuk pada lafal kata kebun jadi bun.

Ekowisata Boonpring, terus bergeliat. Kini, rata-rata pengunjung sekitar 750 orang per hari. Pada akhir pekan pengunjung membludak sampai 3.000-an.

Samsul Arifin, Direktur Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) mengatakan, sumber air Andeman sejak 1910 pada masa pendudukan Belanda. Saat itu, di sekeliling sumber air merupakan kebun kopi. Setelah kebun kopi ditinggalkan Belanda penduduk setempat menanam aneka bambu.

Awalnya, hanya ada lima jenis bambu lokal Malang yang biasa ditanam warga, seperti rampal, petung, ori, bambu jawa dan apus. “Ada kearifan lokal, ada sumber air warga menanam bambu untuk menjaga sumber air,” katanya.

 

Pengunjung mengendarai mengayuh mainan kendaraan air di danau buatan Boonpring, Sumber Andeman. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

Bambu panen rutin, penduduk pakai untuk anyaman atau gedek dinding rumah. Penduduk bisa juga sewaktu-waktu mengambil untuk pagar rumah dan lain-lain. Selain itu, rebung atau tunas muda bambu untuk bahan pangan untuk sayur rebung. Tak ada kerajinan khas atau kriya yang secara ekonomi meningkatkan daya jual bambu.

Pada 1978, ada program konservasi masyarakat bergotong royong membuat embung atau sebuah telaga berkedalaman dua meter. Ia menampung air dari sumber di sekitar Andeman. Pada 1983, mulai menanam beragam jenis bambu, terpisah dalam berumpun-rumpun sesuai jenis.

Sejak 2017, Kepala Desa Subur mulai mengawali menambah menanam beragam varietas bambu di nusantara. Tujuannya, agar bisa jadi kebun bibit bambu dan dikembangkan di desa itu. Mereka mengejar bibit sampai ke Kalimantan, dan Bali. Termasuk, melibatkan ahli bambu dari Universitas Udayana Bali, Dyah Kencana.

Dyah memberi bibit bambu tabah asli Bali. Bambu tabah, katanya, yang khusus konsumsi. Testur dan cita rasa rebung enak dan secara ekonomis cocok untuk olahan beragam makanan. Rebung ini tumbuh sepanjang musim. Berbeda dengan bambu jenis lain yang tunas bambu hanya tumbuh waktu tertentu.

Dia juga mendapat bambu asal Nepal dan Budha dari kolektor di Banjarmasin. Juga bambu petung mini langka dari Tasikmalaya. Selain bertukar atau barter jenis bambu tertentu, ada sejumlah bambu dibeli Rp1,5 juta.

 

Pengunjung berteduh di antara rumpun bambu di kawasan arboretum Boonpring. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

Sulit kembangkan bambu langka

Samsul kesulitan mengembangkan bambu yang bernama lokal pring embong (Bambusa cornua munro). Bambu ini kategori langka tersebar di Tangkilsari, Kecamatan Tirtoyudo, dan Desa Bambang, Kecamatan Tumpang. Berulang kali dia menanam selalu layu dan mati. “Sulit ditanam di sini,” katanya.

Biasanya, sejumlah jenis bambu mudah dia tanam dengan dipotong dan ditancapkan bakal hidup dan tumbuh. Dia duga waktu menanam kurang tepat. Bambu ini, karakter tumbuh di tanah berbatu. “Perlu perlakuan khusus.”

Pemerintah Desa pada 2011 mengeluarkan Peraturan Desa (Perdes) tentang pengelolaan dan pelestarian bambu. Perdes tak mengizinkan penduduk sembarangan menebang bambu. Sedangkan pengelolaan dan perawatan diserahkan ke kelompok tani bambu. Mereka bertanggungjawab merawat dan menjaga kelestarian hutan bambu.

Kalau tak dirawat, dan periode pemotongan tak terjaga, rumpun bambu bakal rusak dan ambruk. Sedangkan, bagi yang sembarangan memotong tanpa izin kena sanksi. Kalau memotong bambu kena hitun berapa jumlah bambu dan jenis yang terpotong.

Hutan bambu tumbuh subur, hingga harus dirawat dan dijaga lantaran tanaman ini berperan penting menjaga sumber air di Boonpring tetap mengalir. Sumber air di Boonpring Andeman, katanya,   untuk mengairi irigasi persawahan di Desa Sanan Kerto, Sanan Rejo, dan Pagedangan. Ia juga memasok danau buatan sebagai satu wahana di Boonpring.

Pemerintah Desa Sanankerto bekerjasama dengan Lembaga Imu dan Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam mengembangkan arboretum bambu. Ia melibatkan pakar taksonomi bambu, Elisabeth Anita Widjaja. Elisabeth meneliti dan identifikasi jenis bambu serta menyumbang varietas bambu koleksi langka.

Pengelola Boonpring dan LIPI tengah menyusun buku mengenai ragam bambu di Arboretum Boonpring.  Elizaheth turut membantu mengidentifikasi bambu di Boonpring. Selanjutnya, koleksi bambu bakal ditambah 43 jenis lain dari LIPI, koleksi Elizabeth.

Selain itu, mereka tengah menyiapkan buku tentang arboretum bambu Boonpring. Buku buat panduan mengenal arboretum bambu. “Banyak pembenahan. Ada beberapa rekomendasi akan disampaikan di buku itu,” katanya.

 

Arboretum bambu juga menjadi sirkuit motor ATV, digunakan bermain para pengunjung. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

Buku merekam sejarah dan varietas bambu nusantara. Ke depan, katanya, akan ada wisata edukasi bambu guna menggerakkan dunia pendidikan mengenal dan menjaga varietas bambu nusantara. Siswa bakal diajak mengenal dan belajar cara menanam bambu.

Setelah itu, para siswa akan membawa pulang bibit bambu dan tanam di rumah masing-masing. Masyarakat Sanankerto, pengelola hutan bambu tergabung dalam bambu nusantara. Di Jawa Timur, juga ada beberapa komunitas bambu tergabung antara lain Lumajang dan Surabaya.

Arboretum bambu memiliki 72 jenis dari berbagai daerah dalam dan luar negeri. Ia menjadi pusat pembibitan dan pelestarian bambu. Pengelola juga bekerjasama pengembangan budidaya bambu dengan Universitas Udayana, Bali.

Kementerian Desa memberi bantuan pengembangan inovasi dan inkubasi desa Rp1,5 miliar. Dana hibah ini untuk membangun gedung, mengembangkan arboretum dan laboratoirum bambu.

Bambu memiliki karakteristik khas, mampu menyimpan cadangan air. Kualitas air tersimpan di akar bambu bagus. “Dibuktikan dengan hasil penelitian di laboratorium. Bisa langsung diminum,” katanya.

Dia berharap, arboretum bisa dikembangkan sejalan dengan edukasi bambu bekerjasama dengan perguruan tinggi. Arboratum jadi pusat penelitian bambu, termasuk bagi mahasiswa dan penelitian untuk tugas akhir.

Arboretum juga akan dilengkapi perpusatakaan yang menyediakan beragam buku tentang bambu dan hasil penelitian mahasiswa di Boonpring. Buku ini, katanya, bisa jadi materi literasi sekolah siswa dan pelajar. Dia bilang, sudah ada 160 buku hasil karya ilmiah mahasiswa yang meneliti di arboretum bambu Boonpring.

 

Penyimpan air

Dewan Daerah Walhi Jawa Timur Purnawan Dwikora Negara berharap bambu terus lestari, terlebih jenis langka atau terancam punah.

“Pring embong ini bambu jenis langka. Habitatnya di lereng selatan Gunung Semeru antara Malang-Lumajang,” katanya.

Bambu embong secara ekologi memiliki kemampuan dan membuat suasana dingin. Bambu, katanya, kaya manfaat antara lain menyimpan air, memberi udara, dan jadi bahan pangan.

Bahkan, bambu bernama latin Bambusa cornua munro ini disebut telah punah di dunia. Pring embong tumbuh dengan batang kecil. Bambu ini di Malang ditemukan pertama kali oleh Thomas Horsfiel bersama Gubernur Jenderal Thomas Stamford Rafles pada 1810-1815. Berikutnya, pada 1896 Sijfert Hendrik Koorders juga menemukan di Desa Sumbertangkil, Distrik Turen dan ditulis dalam buku berjudul Teysmannia pada 1910.

 

Sebuah gazebo untuk istritahat pengunjung berbahan bambu di arboretum Boonpring. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

“Pada 27 Juni 1896, tumbuh berbunga di Sumbertangkil, Distrik Turen, Karesidenan Pasuruan, pada ketinggian sekitar 400-500 meter di atas permukaan air laut, pada daerah terang, menghutan hijau,tumbuh liar. Orang Jawa menyebutnya, pring embong atau bambung embong,” tulis Sijfert.

Purnawan mengatakan, Indonesia salah satu negara kaya ragam bambu. Hutan bambu terluas berada di Tiongkok hingga jadi habitat satwa endemik, panda (Ailuropoda melanoleuca).

Masyarakat Jawa Timur, juga memiliki daerah toponimi yang dekat dengan bambu, seperti gubuk klakah di Lumajang, dari Bahasa Jawa berarti rumah dari anyaman bambu. Masyarakat Jawa, juga memiliki kearifan lokal dalam menjaga dan melestarikan bambu. Yakni menebang bambu ditentukan waktu tertentu.

Kearifan lokal ini ramah ekologi, bertujuan menjaga agar saat menebang tak mengganggu atau merusak pertumbuhan rebung—juga sumber pangan warga Malang. Rebung jadi daging nabati, pengganti protein hewani.

Pada masyarakat Badui, kata Purnawan, memiliki kebiasaan mentuling air bambu sebagai campuran pestisida alami. Ada kearifan lokal dalam memanfaatkan sumber alam yang tersedia.

Dia mendukung, Pemerintah Desa Sanankerto yang mengatur bambu dalam peraturan desa. Dia juga mengusulkan, kawasan dibatasi. Dia juga berharap, pemerintah pro aktif menetapkan hutan bambu harus dilindungi, karena fungsi banyak manfaat, dari menyimpan cadangan air sampai sumber pangan.

Selama ini, katanya, bambu jarang dilirik sebagai perabot rumah tangga atau bahan bangunan padahal memiliki daya tahan kuat. Di negara tropis bambu cocok untuk bahan rumah tahan gempa.

 

Listrik energi air

Obyek wisata Boonpring ini sebelumnya bernama Sumber Andeman atau Taman Wisata Andeman. Air dari enam mata air, yakni, Sumber Adem, Towo, Gatel, Maron, Krecek, dan Seger. Sumber Adem dan Towo, merupakan mata air terbesar.

Bernama Sumber Adem, lantaran kalau melihat kawasan ini merasa adem. Air mengucur melimpah dan dingin (adem). Sumber Gatel, diyakini orang bisa gatal-gatal kalau berendam di sana. Air obat penawar gatal ada di Sumber Towo. Bagi yang gatal tinggal berendam, rasa gatal pun hilang.

Mata air Sumber Towo, berusia paling tua dan dipercaya mujarab mengobati berbagai penyakit. Sumber Seger, memiliki air jernih dan segar, bisa langsung minum, diyakini ampuh mengobati pegal dan linu.

Sumber Maron dipercaya sebagai penanda pergantian musim. Kalau air mulai surut, tanda masuk musim kemarau, begitu sebaliknya. Sedangkan Sumber Krecek karena selalu mengeluarkan bunyi ‘krecek-krecek’.

Warna air telaga tampak kehijauan karena pantulan warna hutan bambu dan pohon besar di sekitar.

Sumber air dari Andeman juga untuk menggerakkan generator. Bekerjasama dengan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Malang, dibangun pembangkit listrik tenaga mikrohidro. Ia pakai debit air 0,50 meter kubik menghasilkan 20.000 watt. Turbin pakai propeller poros vertical. Listrik air untuk aktivitas wisata di Boonpring dan warga sekitar.

 

 

Keterangan foto utama: Perahu motor melintas di danau Boonpring, Sumber Andeman dengan hamparan hutan bambu di belakang. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version