Mongabay.co.id

Pembalakan Liar di Leuser dan Tahura Bukit Barisan Terus Terjadi

 

 

 

Pembalakan liar dan perambahan di Taman Nasional Gunung Leuser dan Taman Hutan Rakyat Bukit Barisan, terus terjadi. Pada Selasa (25/2/20), petugas Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) mengamankan puluhan batang kayu diduga ilegal di kawasan Resort Bekancan, BTNGL. Seorang pengangkut dan penebang kayu, diamankan petugas.

Pada Rabu dini hari (26/2/20) semua barang bukti dibawa ke Seksi Wilayah 1 Sumatera Utara–Aceh, Balai Pengaman dan Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK Wilayah Sumatera, untuk proses hukum lebih lanjut.

Palbert Turnip, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok, BBTNGL, siang saat wawancara dengan Mongabay mengatakan, kasus ini bermula dari tim Resort Bekancan, patroli kawasan pada Sabtu (22/2/20). Mereka menemukan tumpukan kayu di sekitar anak Sungai Sumbaika, persis di Blok Hutan Lau Gedang.

Tidak jauh dari lokasi, ditemukan seorang pria diduga pekerja upahan menebang dan mengolah kayu dari dalam TNGL, dan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan, merupakan kawasan konservasi.

 

Palber Turnip, Kepala Seksi Wilayah V BBTNGL, sedang memotong kayu sitaan. FotMongabay Indonesiao: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Sang pekerja mengaku kayu-kayu olahan ilegal ini milik pria berinisial FS. Turnip mengatakan, barang bukti 90 batang dua ukuran, bentuk kusen dan papan tebal. Hampir semua jenis kayu sembarang keras.

“Kita pengembangan dan bertemu FS. Pelaku berjanji mau pengecekan tunggul. Keesokan hari saat akan ngecek tunggul dia gak datang,” kata Turnip.

Dari cek lapangan Gakkum, ditemukan ada dugaan kuat kayu-kayu diambil dari TNGL, dan hutan Tahura, Bukit Barisan.

Bersama Balai Tahura, Gakkum laporan ke Balai Gakkum Sumatera, untuk penanganan bisa sekaligus. Tim juga sudah membuat laporan terkait kasus ini.

Seluruh barang bukti kayu olahan, dan satu tenaga pelansir kayu-kayu    olahan, dua sinsaw serta dua jerigen berisi bahan bakar, turut diserahkan ke penyidik Gakkum Sumatera Utara-Aceh.

“Jadi, proses ini sudah sampai kepada Gakkum Sumatera Seksi 1 Sumatera Utara, Aceh. Apakah itu akan dilanjutkan nanti denga kegiatan pengumpulan bahan keterangan atau langsung kepada penyidikan, kita serahkan sepenuhnya ke Balai Gakkum,” kata Turnip.

Menurut dia, dari interogasi orang suruhan, modus FS mendapatkan kayu dari kawasan dengan cara mengupah orang untuk penebangan dan mengolah kayu di lokasi.

Kemudian FS mencari tempat dekat sungai agar mudah menghanyutkan kayu, dan diambil di tumpukan terakhir hulu sungai.

Turnip juga menyatakan, FS diduga memiliki dua panglong di Berastagi dan Kabanjahe, Kabupaten Karo. Diduga kayu-kayu olahan itu dibawa ke sana untuk diperjualbelikan.

 

 

FS diduga mempunyai ladang di sekitar tempat kejadian dan masih masuk kawasan raya Bukit Barisan.

Aksi FS, diduga sudah berlangsung hampir satu tahun dengan mengolah kayu di pinggiran sungai agar lebih mudah membawa kayu untuk diangkut dengan truk di titik tertentu penjemputan.

“Pelaku dominan menghabisi kayu dalam tahura dan beberapa titik dalam TNGL,” kata Turnip.

 

Perambahan sejak lama

TNGL, bersebelahan dengan tahura. Dalam tahura, sudah terjadi perambahan sejak lama, dalam kawasan ada rumah dan kuburan serta perladangan.

Turnip bilang, mekanisme penanganan keterlanjuran sudah diatur kementerian, tetapi hutan utuh harus dijaga ketat. “Tidak boleh ada lagi perluasan karena akan ada tindakan tegas.”

Petugas, katanya, baik Tahura Bukit Barisan maupun TNGL harus aktif menjaga lokasi, dan menekan sedini mungkin perambahan.

Dia bilang, di TNGL sudah terokupasi sampai ratusan hektar. Awalnya, mereka mengira kawasan itu masuk Tahura Bukit Barisan. Baru beberapa tahun terakhir diketahui ternyata masuk TNGL.

“Dulu tahura diterbitkan keputusan presiden tanpa ada peta kawasan, ketika BTNGL melakukan pemetaan kawasan dan penetapan batas, ternyata beberapa wilayah sudah terokupasi itu bagian taman nasional. Kalau boleh dikatakan, kita memang ada sedikit kecolongan di sini,” katanya.

Untuk kawasan yang sudah terokupasi, katanya, khusus di Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V, sudah pembersihan perambahan, bahkan perkebunan-perkebunan masyarakat yang terlanjur digarap sudah diambil alih melalui mekanisme penyerahan dan restorasi dengan penanaman pohon.

Dari 2012 hingga akhir 2019, penindakan di Seksi Wilayah V TNGL berupa permintaan menyerahkan kebun ilegal dengan sukarela. Petugas lalu menebangi kebun, antara lain berisi karet. Ia berada di delapan titik seluas 60 hektar, seperti di Resort Bahorok, Resort Marike dan Resort Bekancan.

“Penindakan sifatnya persuasif, kita panggil satu atau dua kali, mereka mau menyerahkan dan bukan tindakan hukum. Yang penting bagi kita kawasan itu kembali, kemudian kita hijaukan kembali.”

 

Keterangan foto utama: Tunggul kayu bekas tebangan pembalak liar di TNGL. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia


Kayu sitaan dari pembalak liar di TNGL. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version