Mongabay.co.id

Masa Depan Perikanan Budi daya Ada di Kakap Putih

 

Pengembangan sub sektor perikanan budi daya terus dilakukan Pemerintah Indonesia sejak akhir 2019 lalu. Sub sektor tersebut dinilai masih belum bisa mengembangi saudara tuanya, sub sektor perikanan tangkap yang dinilai sudah bisa berlari dengan sangat kencang pada industri perikanan nasional dan juga global.

Agar segala potensi pada perikanan budi daya bisa dimanfaatkan untuk kemajuan sektor kelautan dan perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tak hanya fokus mengembangkan budi daya air tawar yang dilakukan di perairan umum daratan, namun juga budi daya air payau yang dilakukan di perairan laut dan tawar.

Selain itu, KKP juga semakin fokus mengembangkan budi daya air laut melalui berbagai terobosan. Salah satunya, adalah dengan mengembangkan komoditas Kakap Putih sebagai komoditas andalan untuk dijadikan ekspor unggulan.

Direktur Jenderal Perikanan Budi daya KKP Slamet Soebjakto menjelaskan, Kakap Putih dipilih karena komoditas tersebut diyakini akan bisa mendukung pengembangan budi daya laut yang ada di Indonesia, terutama di wilayah Sumatera dan Kalimantan.

Agar pengembangan tersebut bisa berjalan baik, KKP memilih Kota Batam di Provinsi Kepulauan Riau sebagai pusat pembenihan (broodstock center) Kakap Putih yang pengelolaannya dilakukan langsung oleh Balai Perikanan Budi daya Laut (BPBL) Batam.

“Itu menjadi upaya untuk mengembangkan sistem logistik benih Kakap Putih, sehingga induk dan benih unggul yang dihasilkan mampu menjangkau sentra-sentra produksi budi daya,” ungkapnya, dua pekan lalu di Jakarta.

baca : Kakap Merah Strain Taiwan, Inovasi Baru Perikanan Budidaya Indonesia

 

Kakap putih dikenal juga sebagai Asian sea bass (kakap laut Asia) atau Australian sea bass (kakap laut Australia). Foto : Wikimedia

 

Slamet mengatakan, untuk menjadikan Kakap Putih sebagai sumber andalan untuk mendapatkan devisa bagi Negara, maka harus dibuat sistem logistik benih yang efektif dan efisien. Sistem tersebut diterapkan pada sentra-sentra kawasan budi daya yang tersebar di dua wilayah pulau besar tersebut.

Dengan membuat sistem logistik benih Kakap Putih, perikanan budi daya akan memicu munculnya lapangan pekerjaan yang baru dan memberi nilai tambah bagi masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir. Kondisi itu diyakini akan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir di masa depan.

 

Sistem Logistik

Tentang sistem logistik tersebut, Slamet memaparkan bahwa itu akan diarahkan untuk menjadi sumber pasokan benih untuk kebutuhan benih di Sumatera dan Kalimantan. Dalam praktiknya, sistem logistik benih akan dilakukan dengan terintegrasi sebanyak mungkin.

“Itu akan menekan biaya logistik, benih-benih unggul dapat menjangkau sentra-sentra produksi secara berkelanjutan dengan jaminan kuantitas, kualitas, dan tertelusuran yan baik,” tuturnya.

Adapun, integrasi yang dimaksud Slamet, akan dilakukan mulai dari broodstock center yang menjadi pusat pemuliaan induk unggul dan penyedia benih bermutu, Balai Benih Ikan Sentral sebagai larvae center, dan masyarakat sebagai pendederan serta pembesaran di Karamba Jaring Apung (KJA).

baca juga : Sungai Anak Batang Pulih, Kakap Putih dan Udang Datang Lagi

 

Pembenihan ikan kakap putih di Balai Perikanan Budi daya Laut (BPBL) Batam, Kepulauan Riau. Foto : KKP/Mongabay Indonesia

 

Sebelum diterapkan dengan cakupan luas di Sumatera dan Kalimantan, sistem logistik benih lebih dulu mulai diterapkan di Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh sejak 2017 dan kemudian dikembangkan di Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau sejak 2018.

Lebih lanjut Slamet mengungkapkan, potensi indikatif budi daya laut secara nasional untuk saat ini mencapai luasan 12,1 juta hektare dan mengandung nilai potensi ekonomi sekitar USD150 miliar per tahun. Nilai tersebut muncul, jika seluruh luasan lahan dimanfaatkan secara optimal untuk budi daya laut, di luar budi daya rumput laut.

Akan tetapi, dengan luasan 12,1 juta ha tersebut, pada kenyataannya saat ini Indonesia masih belum bisa memanfaatkan potensi budi daya laut secara optimal. Dari total luas tersebut, lahan yang sudah dimanfaatkan masih kurang dari 10 persen.

“Ini menjadi pekerjaan rumah yang besar untuk lima tahun mendatang, bagaimana mengoptimalkan potensi yang ada menjadi sumber ekonomi,” tegas dia.

Menurut Slamet, pengembangan budi daya laut, khususnya Kakap Putih, akan difokuskan untuk pasar internasional seperti Tiongkok, Taiwan, Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Pengembangan tersebut akan dilakukan secara berkelanjutan dengan menjadikan Kab Kep Meranti sebagai proyek percontohan secara nasional.

Dengan ditetapkan Meranti sebagai pusat kawasan budi daya kakap putih nasional, diharapkan itu bisa memicu daerah lain untuk menerapkan model serupa pada perikanan budi daya. Jika itu bisa terjadi, maka efek besar yang berlipat untuk pengembangan ekonomi akan muncul dan itu juga memicu perluasan tenaga kerja.

“Kita akan pastikan ada multistakeholders yang terlibat mulai dari hulu hingga hilir. Termasuk nanti bagaimana membangun jejaring pasar baik untuk lokal maupun ekspor,” ucap dia.

perlu dibaca : Teknologi Digital Mulai Digunakan untuk Perikanan Budidaya Nasional

 

Pembenihan ikan kakap putih di Balai Perikanan Budi daya Laut (BPBL) Batam, Kepulauan Riau. Foto : KKP/Mongabay Indonesia

 

Zonasi

Untuk bisa mengembangkan model seperti yang diterapkan di Meranti, Pemerintah Indonesia mendorong agar semua provinsi bisa merampungkan pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang rencana zonasi wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil (RZWP3K).

Jika RZWP3K sudah rampung dan disahkan menjadi Perda, Slamet meyakini itu akan bisa menjamin legalitas dan kondusifitas iklim usaha budi daya laut. Dengan adanya Perda, maka nanti akan bisa dipilih kawasan mana yang pas untuk dikembangkan budi daya laut.

Slamet menyebutkan, yang selalu menjadi kendala selama ini berkaitan dengan usaha budi daya laut, adalah kepastian hukum. Dia mencontohkan, saat ada pelaku usaha yang sudah memulai usahanya, di waktu beriktunya konflik kepentingan muncul karena bersinggungan dengan sektor lain di lokasi yang sama.

“Jadi, budi daya laut harus tergusur karena konflik kepentingan tersebut,” sebut dia.

Kepala BPBL Batam Toha Tusihadi dalam keletarang resmi kepada Mongabay, mengatakan bahwa pihaknya saat ini fokus mengembangkan induk-induk unggul Kakap Putih yang bisa menjadi benih. Dalam proses pengembangan tersebut, pihaknya mendatangkan sumber daya genetik lokal yang berasal dari perairan Sumatera dan Bali.

“Juga ada sumber induk dari Australia,” tambah dia.

Menurut Toha, dengan memanfaatkan sumber daya genetik, maka diharapkan BPBL Batam bisa menghasilkan calon-calon induk Kakap Putih yang unggul untuk bisa memenuhi suplai calon induk unggul dan sekaligus benih yang bermutu.

Sebagai penanggung jawab broodstock center untuk proyek percontohan tersebut, BPBL Batam mendapat amanh untuk bisa menjamin ketersediaan suplai benih Kakap Putih, diseminasi, dan pendampingan teknologi budi daya.

 

Pembenihan ikan kakap putih di Balai Perikanan Budi daya Laut (BPBL) Batam, Kepulauan Riau. Foto : KKP/Mongabay Indonesia

 

Di sisi lain, untuk mengembangkan budi daya laut Kakap Putih di Meranti, Toha menjelaskan bahwa pihaknya mengembangkan melalui segmentasi usaha. Pola tersebut dibangun agar di masa mendatang akan terbentuk suatu kawasan budi daya laut yang mandiri di Meranti dan sekitarnya.

Adapun, segmen pertama adalah melaksanakan produksi benih hingga mencapai ukuran 0,8 cm. Segmen kedua, melaksanakan produksi pendederan pada tambak oleh koperasi/kelompok pembudi daya ikan (Pokdakan) produsen benih.

“Terakhir, atau segmen ketiga, adalah melaksanakan pembesaran di KJA,” pungkas dia.

 

Exit mobile version