Mongabay.co.id

KKP Lindungi Penuh Spesies Karang Bambu Laut, Kenapa?

 

Penetapan moratorium atau perlindungan terbatas untuk Bambu Laut (Isis hippuris) selama lima tahun pada 2014 hingga 2019, ternyata dinilai masih belum efektif untuk mencegah terjadinya penurunan populasi biota laut tersebut. Selama kurun waktu itu, Bambu Laut masih banyak dieksploitasi untuk memenuhi permintaan dari pasar dunia yang sangat tinggi.

Padahal selama lima tahun itu, Bambu Laut dilindungi sebagai biota laut terbatas melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.46/2014 tentang Perlindungan Terbatas Bambu Laut Selama Lima Tahun.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Aryo Hanggono menjelaskan, pelaksanaan moratorium pada lima tahun lalu tersebut, dilakukan untuk melindungi Bambu Laut dari ancaman kepunahan.

“Moratorium selama lima tahun ternyata masih harus dilanjutkan untuk mencegah penurunan populasi Bambu Laut dan mempersiapkan langkah-langkah pengelolaannya,” ungkapnya dua pekan lalu, di Jakarta.

baca : Tata Kelola Terumbu Karang Berkelanjutan Resmi Diadopsi PBB

 

Bambu laut di perairan Great Barrier Reef. Foto : atj.net.au

 

Untuk itu, setelah masa berlaku moratorium selesai pada 2019, KKP melakukan evaluasi atas hasil selama perlindungan terbatas dilakukan. Ternyata, Bambu Laut untuk saat ini masih memerlukan perlindungan, dan bukan lagi terbatas, melainkan perlindungan penuh.

Aryo menyebutkan, penetapan status perlindungan penuh Bambu Laut kemudian dituangkan dalam Kepmen KP No.8/2020 tentang Perlindungan Bambu Laut (Isis hippuris.). Peraturan tersebut sekaligus menggantikan Kepmen KP No.46/2014 yang masa berlakunya sudah habis.

“Maka penetapan status perlindungan penuh Bambu Laut jadi keputusan yang paling tepat bagi Indonesia,” tutur dia.

Menurut Aryo, perlunya Indonesia memberikan perlindungan penuh kepada Bambu Laut, karena selama ini jenis karang itu banyak dieksploitasi secara destruktif. Akibatnya ekosistem terumbu karang mengalami kerusakan dan luasannya terus bertambah dari waktu ke waktu.

“Penetapan status perlindungan penuh Bambu Laut menjadi langkah strategis yang diputuskan oleh Pemerintah, untuk mencegah penurunan populasi di alam,” jelasnya.

Setelah perlindungan penuh ditetapkan, langkah selanjutnya KKP bakal memperbaiki pengelolaan Bambu Laut dengan melakukan penelitian cara mengambil Bambu Laut yang ramah lingkungan. Sehingga nantinya, eksploitasi tidak merusak ekosistem terumbu karang.

Dengan Kepmen No.8/2020 juga, Aryo menyebutkan dimulainya kegiatan rehabilitasi dan monitoring populasi Bambu Laut secara. Selain itu, upaya peningkatan nilai ekonomis melalui kajian bioteknologi Bambu Laut juga dilakukan untuk mendukung pengelolaan Bambu Laut.

baca juga : Mungkinkah Terumbu Karang Diasuransikan?

 

 

Bambu laut, salah satu jenis dari terumbu karang lunak. Foto : BPSPL Padang

 

Pertumbuhan Melambat

Kepala Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Augy Syahailatua dalam keterangan resmi kepada Mongabay, mengatakan bahwa sebaran jenis Bambu Laut semakin jarang ditemukan. Bila ditemukan pun Bambu Laut jumlahnya sedikit.

Tak hanya itu, dengan meluasnya kerusakan ekosistem terumbu karang, pertumbuhan Bambu Laut juga relatif melambat. Dengan kondisi itu, Bambu Laut makin sulit mencapai ukuran ukuran komersil. “Diperlukan setidaknya lima sampai enam tahun,” tegasnya.

Di sisi lain, Augy mengatakan budi daya Bambu Laut juga belum menelurkan hasil yang maksimal. Akibatnya, Bambu Laut yang dibudidayakan nelayan nilainya jualnya rendah. “Sehingga harus dipanen dalam jumah yang besar. Hal ini kurang sebanding dengan dampak kerusakan lingkungan yang terjadi pada saat pengambilannya,” pungkasnya.

Diketahui, Bambu Laut adalah jenis karang yang berperan sebagai penyusun terumbu karang kedua setelah karang batu. Biota laut berupa berjenis karang lunak atau oktokoral (octocorallia) itu hidup di perairan tropis Indo Pasifik.

Bambu laut masuk kelompok gorgonia berwujud seperti pohon dan melekat di dasar perairan yang keras.

Selain dikenal dengan sebutan Bambu Laut, biota laut tersebut juga memiliki beragam nama sesuai kawasan perairan yang menjadi pusat populasi. Ada yang menyebut Patah Tulang, Sariawan, dan Karang Bambu. Umumnya, Bambu Laut memiliki warna keemasan, kuning terang kehijau-hijauan, dan atau cokelat.

Sebagai biota laut yang memilki khasiat antivirus, tubuh Bambu Laut didominasi oleh kalsium karbonat. Namun, ada juga beberapa jenis Bambu Laut yang tidak mengandung zat kapur. Saat terkena ombak, biasanya Bambu Laut akan bergoyang karena disebabkan tekstur tubuh yang agak kaku.

Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang menyebutkan Bambu Laut memiliki pola percabangan yang bervariasi. Di dalam air, koloni Bambu Laut secara sepintas akan terlihat mirip dengan koloni kelompok Akar Bahar Rhumpella sp.

menarik dibaca : Kisah Sunyi Wilfrid Tanam Terumbu Karang Seorang Diri

 

 

Bambu Laut. Sumber : KKP

 

Eksploitasi

Kemiripan itu semakin kuat karena antara Bambu Laut dan Akar Bahar memiliki pertumbuhan seperti semak dan permukaan koloni yang halus. Namun selain kemiripan, ada juga perbedaan yang menjadi khas dari Bambu Laut, yakni percabangan yang cenderung ke arah kanan, dan ujung atas koloni yang melengkung seperti busur atau tempat lilin.

Adapun, bentuk koloni Bambu Laut secara visual terlihat seperti pohon, bercabang dengan percabangan yang vertikal, dan lebih menyerupai seperti kipas. Tetapi, Bambu Laut juga terkadang memiliki pola percabangan yang bervariasi dan dapat bercabang tak beraturan seperti semak.

Untuk koloni dengan bentuk pertumbuhan menyerupai semak pada umumnya akan terlihat pendek-pendek, dan pertumbuhannya membentuk satu bidang datar lebih tinggi dan bisa mencapai lebih dari satu meter.

Di Indonesia sendiri, Bambu Laut bisa ditemukan dengan mudah di perairan Indonesia bagian Timur, terutama perairan Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua. Dengan populasi yang banyak ditemukan perairan sekitar pulau-pulau tersebut, eksploitasi Bambu Laut semakin tidak bisa dibendung lagi oleh Pemerintah.

Penyebab eksploitasi bisa terus berlangsung, karena Bambu Laut diketahui mengandung senyawa antivirus yang bisa digunakan untuk bahan baku produk farmasi. Khasiat yang ada dalam Bambu Laut tersebut kemudian memicu munculnya permintaan yang sangat tinggi dari pasar luar negeri. Selain itu, Bambu Laut juga banyak diburu untuk dijadikan hiasan.

Merujuk pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.35/2013 tentang Tata Cara Penetapan Status Jenis Ikan Dilindungi, Bambu Laut telah memenuhi kriteria jenis ikan dilindungi, yakni keberadaannya yang langka karena kepadatan populasi kecil, pertumbuhan lambat dan terancam punah akibat rusaknya habitat bambu laut disebabkan penangkapan dengan cara merusak (destructive fishing).

 

Bambu Laut. Sumber : KKP

 

Exit mobile version