Mongabay.co.id

Menyoal Kematian Gajah pada Konsesi Perkebunan Kayu di Riau

 

 

 

 

Duka bagi gajah Sumatera di SM Giam Siak Kecil (GSK) kembali terjadi. Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Riau, Sabtu (8/2/20), mendapati gajah mati di konsesi PT Arara Abadi, anak perusahaan Sinarmas Grup, Distrik Duri II Desa Tasik Serai, Talang Muandau, Bengkalis.

Rini Deswita dan Danang, dua dokter hewan yang ditugasi BBKSDA Riau, mengatakan, kematian gajah betina berumur sekitar 40 tahun itu karena gangguan pencernaan. Fungsi dan daya serap usus berkurang hingga menimbulkan gejala diare bahkan muntah-muntah. Akibatnya, gajah dehidrasi parah atau kekurangan cairan.

Dia perkirakan, gajah betina mati sekitar lima hari sejak pertama kali ditemukan karyawan Arara Abadi, sehari sebelum bedah bangkai.

Tahun ini, sudah dua kali BBKSDA Riau menangani gajah di konsesi Arara Abadi. Sebelumnya, Minggu (26/1/20), BBKSDA Riau selamatkan gajah terjerat nilon di KM 45, Kecamatan Talang Muandau, Bengkalis. Lima hari kaki terlilit dengan umur gajah sekitar empat atau lima tahun, berat 600 kilogram.

Gajah yang melintas di konsesi Arara Abadi selalu tak aman. Peristiwa mengenaskan juga menimpa gajah jantan umur 40 tahun, Senin (18/11/19) di Distrik Duri II. Kepala gajah putus dan terpisah dari belalai tanpa gading.

Gajah itu satu dari 40 populasi gajah di Giam Siak Kecil yang sebagian besar berada di konsesi Arara Abadi. Gajah tewas mengenaskan itu dugaan sementara karena perburuan. Cara pembunuhan belum diketahui. Tak ada bekas tembakan, jerat dan tanda-tanda keracunan. Gajah diperkirakan sudah tergeletak sekitar enam hari. Saat itu juga bangkai gajah langsung dikubur dengan alat berat perusahaan.

Edwar Hutapea, Kepala Balai Gakkum Wilayah II Sumatera kala itu menyebut, pembunuh gajah sangat profesional karena bisa beroperasi di areal perusahaan yang penuh penjagaan.

Suharyono, Kepala BBKSDA Riau saat itu juga mengatakan, perusahaan harus tanggung jawab.

Heru Sutmantoro, Kabid KSDA Wilayah II juga meminta, Arara Abadi tidak lempar tanggung jawab. Penyelidikan masalah ini akan melibatkan Polda Riau.

Heru bilang, sampai saat ini pemeriksaan Polda Riau masih terus berjalan. Belum ada informasi gading keluar. “Kemungkinan gading itu dikubur atau disimpan dalam hutan.”

 

Gajah yang mati di konsesi PT Arara Abadi. Foto: BKSDA Riau

 

Satu bulan sebelum peristiwa pencurian gading gajah, ada anak gajah jantan belum genap satu tahun kena jerat nilon pada kaki kiri depan. Anak gajah itu ditemukan meronta-ronta dalam kubangan air sebelum ditangani BBKSDA Riau di konsesi Arara Abadi, Distrik Melibur, Desa Lubuk Umbut, Sungai Mandau, Siak.

Tim penyelamat BBKSDA Riau mengevakuasi anak gajah ke PLG Minas. Suharyono kemudian menamai Togar.

Catatan kematian gajah maupun kena jerat di konsesi Arara Abadi hampir terjadi tiap tahun. Pada 2016, gajah betina umur 25 tahun mati dalam kubangan air juga di Distrik II Duri, Desa Tasik Serai yang saat itu masih dalam administrasi Kecamatan Pinggir, Bengkalis, Riau.

Badan gajah luka-luka seperti bekas kena tombak. Dua hari sebelum evakuasi, gajah itu sempat diupayakan digiring keluar dari lokasi ditemukan.

Pada 2015, dua gajah mati di konsesi Arara Abadi, Februari dan Juni. Polda Riau berhasil menangkap tujuh pelaku. Seorang anggota Persatuan Penembak Indonesia (Perbakin), sebagai pemodal. Mereka dihukum rata-rata setahun penjara.

Nurul Huda, Humas Arara Abadi, saat kematian gajah November lalu mengatakan, pada wartawan, masalah itu mereka serahkan sepenuhnya ke BBKSDA Riau. Dari dulu, katanya, perusahaan komitmen melindungi satwa yang hidup dan melintas di areal perusahaan.

 

Ungkapan perusahaan

Forest Sustainability-HSE Head Sinarmas Grup Syarif Hidayat, menyebut, pasca kematian gajah tanpa gading medio November tahun lalu, mereka telah investigasi internal untuk evaluasi menyeluruh, seperti pengetatan akses masuk atau memasang portal pada jalur yang belum ada pos jaga.

Perusahaan akan mendatangkan langsung anggota Perbakin untuk melatih securiti yang berjaga. Syarif tidak pungkiri, beberapa kali petugas keamanan perusahaan ditekan dan dibentak oleh oknum Perbakin yang hendak masuk.

Syarif bilang, ada beberapa orang dicurigai kepolisian. Mereka telah menyerahkan ratusan nama yang keluar masuk konsesi pada petugas.

Distrik Duri II bagian dari kantong gajah GSK. Bahkan, seluruh konsesi Arara Abadi, terpantau gajah yang melintas. Koridor ini membentang mulai Bengkalis sampai Siak yang masuk lanskap GSK. Begitu juga di lanskap Minas-Tahura dan di Pelalawan atau lanskap Nilo, lokasi Arara Abadi beroperasi.

 

 

Per

Persiapan pengecekan gajah di Riau yang mati di konsesi PT Arara Abadi. Foto: BKSDA Riau

Syarif bilang, gajah banyak terpantau di sekitar konsesi hutan tanaman industri (HTI) karena menyisakan area konservasi yang masih tersedia pakan alami. Tak menutup kemungkinan, katanya, gajah-gajah itu juga melintas ke konsesi dan memakan kulit akasia. “Kalau masuk ke sana kami biarkan. Itu paling aman daripada masuk ke area masyarakat.”

Arara Abadi memiliki area konservasi sekitar 32.000-36.000 hektar dari 300.000 hektar konsesi atau sekitar 10%.

Sesuai prosedur perusahaan, tim konservasi Arara Abadi juga ada jadwal patroli gabungan kawasan lindung bersama sekuriti dan regu pemadam kebakaran (RPK). Ada petugas khusus mendata kegiatan konservasi tiap distrik, seperti penataan batas, pemasangan rambu-rambu dan survei vegetasi.

“Termasuk prosedur mitigasi konflik dan pengelolaan gajah. Model itu diadopsi dari praktik terbaik oleh pemerintah dan pengalaman teman-teman di lapangan,” kata Syarif.

Dia mengakui, konsesi mereka di Duri di kelilingi pemukiman dan sawit. Beberapa kejadian yang mereka ketahui, gajah kerap diusir dan diracun dari sana lalu mati ketika masuk konsesi.

Syarif juga khawatir masih ada jalur perdagangan dan perburuan satwa liar terutama gajah. Mereka sudah pasang pemberitahuan larangan perburuan satwa apapun di dalam konsesi. Mekanisme pelaporan dan komunikasi dengan BBKSDA Riau dianggap sudah baik dan benar sesuai prosedur. Tiap distrik, katanya, juga ada tim satgas.

Untuk mengamankan konsesi mereka dilalui satwa, masih berlangsung operasi sapu bersih jerat. Dari Duri, Senepis hingga Kerumutan yang melibatkan masyarakat patroli bersama. Arara Abadi juga tak buat parit gajah kecuali di camp kontraktor sekadar melindungi karyawan atau pekerja.

“Di konsesi kita terakhir terpantau sekitar 40 gajah GSK. Kalau di Nilo sekitar 20-an, bisa lebih kalau mereka gabung,” kata Syarif.

Intinya, semua tim di konsesi sudah mengerti tindakan yang harus mereka lakukan. Tiap bulan mereka juga punya rekap insiden di lapangan. Temuan gajah atau harimau mereka catat lalu kirim ke kantor HSE, Perawang, Siak untuk analisis model dan titik bermain satwa. Fungsi pencatatan ini, katanya, untuk mitigasi, edukasi pada pekerja baru termasuk sosialisasi ke masyarakat.

“Buat rambu-rambu dan plang pemberitahuan.”

Namun, katanya, mereka hadapi dilemakarena kode-kode itu terkadang jadi alat untuk lokasi pemasangan jerat atau perangkap lain.

Tantangan utama, kata Syarif, adalah mengelola kawasan lindung sebagai rumah satwa. Dia tak menampik masih ada penjarahan kayu terutama yang sepadan dengan perkampungan. “Kita yang jaga, orang lain anggap untuk mereka. Bahkan, mereka kadang anggap gajah milik kami untuk mengusir mereka. Kadang juga dicap gajah Arara Abadi.”

 

Pada 14 Februari 2020, Puan Pandan Wangi, mati di Pusat Latihan Gajah (PLG), Minas, Siak. Anak gajah ini diselamatkan dari konsesi PT Rimba Peranap Indah (RPI), anak perusahaan APRIL Grup, medio Desember 2019. 

 

Gajah di Rimba Paranap juga terancam

Pada 14 Februari 2020, Puan Pandan Wangi, mati di Pusat Latihan Gajah (PLG), Minas, Siak. Anak gajah Sumatera liar yang belum berumur satu tahun itu mengalami gangguan sistem pencernaan hingga menyulitkan satwa ini menyerap nutrisi. Kondisi itu terjadi sejak awal Februari hingga tubuh gajah makin kurus.

Meski Tim BBKSDA Riau berupaya memberi asupan makanan lewat infus dan beberapa vitamin untuk penyembuhan kakinya, tetap tak tertolong. Puan pun dikubur di tempat dirawat beberapa bulan.

Puan pertama kali ditemukan dalam kondisi kaki kiri depan terjerat nilon di konsesi PT Rimba Peranap Indah (RPI), anak perusahaan APRIL Grup, medio Desember 2019. Kala itu, Puan diperkirakan berumur tiga bulan.

Karena masih kecil, BKSDA Riau mengevakuasi gajah betina itu ke PLG Minas untuk perawatan dan pengobatan intensif.

Suharyono memberi nama sesuai desa tempat ditemukan, Desa Pandan Wangi, Peranap, Indragiri Hulu. Dari lokasi temuan menuju PLG Minas, Puan dan tim yang menolong menempuh lima jam perjalanan.

Saat itu, BKSDA Riau dibantu Yayasan TNTN dan petugas lingkungan RPI serta tim medis BKSDA Riau.

Suharyono meminta, masyarakat tak memasang jerat satwa. “Apapun alasannya, itu menyakiti sesama makhluk Tuhan dan perbuatan dosa yang tidak hanya dipertanggungjawabkan di dunia, juga di akhirat nanti,” katanya di hadapan media.

Sayangnya, hanya beberapa minggu setelah imbauan itu, kaki anak gajah liar kembali genting karena jerat di konsesi RPI, Kecamatan Peranap, Indragiri Hulu.

Anak gajah berumur sekitar 2,5 tahun itu baru lepas dari jerat di konsesi PT Rimba Lazuardi, tepatnya di Desa Lubuk Kembang Bunga, Ukui, Pelalawan. Sekitar 1o hari sejak BBKSDA Riau dapat laporan.

Selain itu, tim sampai mendatangkan gajah jinak dari PLG Minas, Bankin dan Indah, untuk mengamankan anak gajah dari rombongan gajah liar. Kala itu, sekitar 15-17 gajah liar menjaga anak gajah yang masih terlilit jerat. Setelah tim yakin, barulah anak gajah itu dapat diatasi dengan membius terlebih dahulu.

Tim medis beri pengobatan lebih kurang dua jam. Dimulai pelepasan jerat pada kaki dan membersihan luka, pemberian povidone iodine dan gusanex untuk mengobati myasis.

Anak gajah juga diberi cairan infus natrium clorida (NaCl), ringer laktat (RL), glukosa 5%, aminofluid, vitamin berupa catosal, biodin, vitol, antibiotik (ceftriaxon dan oxytetracyclin LA) serta flunixin (analgesic antiinflamasi).

Tim juga ambil darah untuk pemeriksaan kondisi satwa. Anak gajah mengalami malnutrisi, kurus dan dehidrasi. Luka jerat kaki kiri depan yang bengkak mengalami nekrosa, infeksi dan myasisi. Anak gajah juga anemia berat dengan kondisi mukosa sangat pucat.

Selesai pengobatan, anak gajah kembali disadarkan dengan bius. Seketika ia bergerak dan bersuara memanggil induk serta rombongannya. Pengembalian ke kelompok dapat beri kenyamanan dan antibodi terlebih bersama induknya.

“Tim juga akan terus memantau anak gajah selagi masa pengobatan. Selain itu, memperbanyak papan larangan pemasangan jerat atau berburu, sekaligus patroli bersama sapu jerat dan mitigasi konflik satwa liar,” kata Suharyono.

Ahyar, Manager Camp dan Humas RPI menyebutkan, Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) makin terbuka dan mudah dikuasai masyarakat, pemukiman kian dekat. Gara-gara kondisi itu, katanya, gajah lebih nyaman di areal perusahaan.

Selain itu, zona penyangga seperti di Desa Pandan Wangi, Bukit Selanjut dan Simpang Kota Medan, juga terambah. Semua itu wilayah jelajah gajah.

Konsesi RPI juga sangat terbuka. Ada tiga kecamatan membatasi wilayah perusahaan, Peranap, Kelayang dan Lubuk Batu Jaya alias di kelilingi 10 desa dan tak semua titik ada pos penjagaan.

Masyarakat yang masuk lewat penjagaan pun tak bisa mereka halangi. Meski begitu, bila ada yang mencurigakan atau barang-barang terlarang yang dibawa langsung ditahan. Beberapa kali juga ada oknum Perbakin yang memaksa masuk.

Perusahaan melaporkan ke Polres setempat. “Kalau sekuriti kita agak bagak, bisalah dibentak orang itu. Kadang sekuriti kita dibentak duluan,” kata Ahyar.

Masalah RPI tidak jauh berbeda dengan Arara Abadi. Konsesi mereka disebut, juga diklaim masyarakat, perusahaan swasta bahkan negara yang telah ditanami sawit. Tumpang tindih itu juga terjadi di sebagian area konservasi yang mereka cadangkan 10% atau sekitar 1.400 hektar dari 14.000 luas konsesi.

RPI coba selesaikan masalah penyerobotan lahan ini dengan mengusulkan perhutanan sosial. Solusi ini, kata Ahyar, disambut baik masyarakat. Luas usulan 753,5 hektar.

Ahyar menemukan, masih marak jual beli lahan hingga yang menguasai bukan penduduk desa setempat lagi atau berasal dari kabupaten lain.

Bahkan, masih terjadi pencurian kayu alam yang berujung kebakaran hutan dan lahan. Papan peringatan yang dipasang sering hilang.

Masalah jerat, RPI terus mengajak BBKSDA Riau operasi bersama. Operasi oleh perusahaan dinilai rentan konflik dengan masyarakat.

Antisipasi lain, RPI memasang closed circuit television (cctv) pada seluruh menara pantau api meski tidak dapat menjangkau semua wilayah. RPI punya empat menara api dengan tinggi 25-27 meter. Menara itu terletak pada dataran tinggi supaya dapat mengjangkau pengamatan lebih jauh.

RPI tak punya tim khusus pengelolaan atau perlindungan satwa termasuk gajah. Mereka memiliki tim di bawah devisi lingkungan. Mereka tak melulu mengurusi satwa, tetapi patroli terpadu mencakup masalah jerat sampai perambahan.

Sebelum gajah Puan terjerat, RPI sempat sosialisasi mitigasi konflik ke masyarakat. Acara dihadiri BBKSDA Riau, WWF Riau bahkan Wakil Bupati Indragiri Hulu.

Ahyar menunjukkan bukti-buktinya lewat foto dan pemberitaan sejumlah media daring, sekitar Juni 2019.

Upaya itu, katanya, belum efektif. Kendala utama tetap masalah penyerobotan lahan. Kondisi ini, katanya, membuat RPI tak dapat menjaga areal secara utuh. Bahkan, mereka tak dapat masuk ke area yang terambah meski, berada dalam konsesi mereka.

Ahyar dan tim terus koordinasi dengan BBKSDA Riau. Operasi sapu jerat tetap jalan. Pemasangan papan larangan dan imbauan terus mereka kerjakan. Patroli rutin menjaga akasia dan mencegah perusakan kayu alam terus berjalan. Humas, sekuriti dan tim lingkungan bekerjasama.

 

Gajah Dita ditemukan dalam keadaan busuk di Riau. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Satwa-satwa dilindungi masih tersimpan banyak di kawasan konservasi dan jadi target perburuan. Tiap waktu, katanya, ada audit orang yang keluar masuk konsesi. Tiap enam bulan mereka ada evaluasi. Tim juga mendata perkembangan satwa. Ahyar mengklaim, ada penambahan populasi gajah.

Tiap tahun, RPI juga memperbaiki areal konservasi yang dirusak dengan tanaman hutan.

Ada juga upaya perusahaan tanaman. Baru-baru ini mereka menangkap tangan dua orang karena merusak akasia. “Dia orang luar yang diupah orang setempat.”

Beberapa kejadian termasuk penyerobotan konsesi juga dilaporkan RPI ke penegak hukum, mulai Polres hingga Polda Riau.

Ahyar mengatakan, mereka sudah bekerja sesuai standar operasi perlindungan dan penanganan satwa. Mereka akan bentuk tim khusus pengelolaan satwa tetapi, tetap dengan koordinasi BBKSDA Riau. Mereka juga berharap, ada koordinasi dengan perusahaan sekitar.

Heru Sutmantoro mengatakan, semua pihak harus komitmen, tanggungjawab dan punya pemahaman sama agar satwa liar bisa hidup berdampingan.

Dia tidak menampik, keterbatasan sumberdaya dan personil masih jadi kendala utama untuk mengawasi kelompok gajah yang berkeliaran.

Dalam kekurangan itu, perusahaan dinilai sudah konsen. Mereka bentuk tim patroli untuk mendeteksi gajah-gajah yang terancam, sakit maupun terjerat. Meski insiden dan kecelakaan itu masih terjadi, Heru menganggap hal wajar.

Walau masih ada celah di tengah upaya yang dianggap maksimal, Heru terus menekankan perbaikan pada pemilik konsesi agar lebih perhatian terhadap kelompok gajah. Patroli, operasi jerat dan penyadartahuan pada masyarakat harus rutin.

“BKSDA Riau terus mengingtakan untuk menjalankan tanggungjawab. Itu bentuk komitmen yang harus dikedepankan perusahaan,” katanya.

Dia menilai, perusahaan sudah berupaya seperti tanam bambu, buat pakan kesukaan gajah lain serta mempertahankan vegetasi yang disukai gajah jangan sampai hilang. Perusahaan terus komunikasi dengan BBKSDA Riau perihal masalah di lapangan.

Febri Anggriawan Widodo Research and Monitoring (Tiger and Elephant) Modular Leader WWF Indonesia, mengatakan, tiap perusahaan bidang kehutanan, katanya, harus punya prosedur pengelolaan satwa liar dalam konsesi.

Induk usaha Arara Abadi (Sinarmas Grup) dan RPI (APRIL Grup), sudah sepakat implementasi better management practices (BMP) atau praktik-praktik pengelolaan terbaik yang dipromosikan WWF bersama Yayasan TNTN.

“Walaupun sudah ada upaya pengelolaan namun tetap kecolongan, berarti ada usaha yang belum maksimal dan lebih efektif,” kata Febri.

Satwa di konsesi, katanya, jadi tanggung jawab pemegang izin beserta otoritas terkait. Kalau ada kecolongan, perlu pengusutan bahkan penegakan hukum lebih lanjut.

 

Keterangan goto utama: Gajah betina dewasa ditemukan mati di Konsesi Arara Abadi. Tak ada tanda-tanda keracunan. Foto: BKSDA Riau

Exit mobile version