Mongabay.co.id

Ini Meja Kursi Unik dari Bekas Botol Plastik

 

Udara sejuk dan segar mulai terasa. Pepohonan tumbuh di pekarangan rumah menambah sejuk suasana meskipun panas di kota Maumere serasa membakar kulit.

Siang itu, Senin (24/2/2020) dua perempuan muda terlihat menenteng kantong plastik. Keduanya berjalan memungut botol-botol plastik di wilayah sekitar kompleks perumahannya.

Botol plastik bekas minuman berukuran 1,5 liter ini pun dibawa ke rumah. Tampak tumpukan botol plastik di teras rumah Maria Angelina Deya (30) warga di Dusun Kolibuluk, Desa Nelle Urung, Kecamatan Nelle, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Maria dibantu Teresia Rosalina (22) tetangganya, mulai mengupas label di botol plastik dan membersihkannya satu per satu. Ada ratusan botol plastik yang telah dibersihkan siap dirakit menjadi kursi serta meja.

“Saya baru saja mendapat kiriman botol plastik dari pemulung di kota Maumere. Lumayan bisa untuk membuat 2 sampai 3 set kursi lagi,” katanya saat ditemui Mongabay Indonesia, Senin (24/2/2020).

Lulusan S1 Psikologi Universitas Nusa Nipa (Unipa) Maumere ini mengakui masih banyak membutuhkan botol plastik bekas. Terkadang dia mendapatkan botol dari anak-anak sekolah yang menemukan botol di jalan dan dibawa ke rumahnya.

baca : Inilah Para Pahlawan Sampah dari Koja Doi

 

Maria Angelina Deya (kiri) dan Teresia Rosalina (kanan), warga Dusun Kolibuluk, Desa Nelle Urung, Kabupaten Sikka, NTT merangkai botol plastik kemasan dijadikan kursi dan meja untuk dijual. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.

 

Belajar Otodidak

Berawal dari keprihatinan melihat sampah plastik berserakan dimana-mana di kota Maumere, Maria mencari cara menyulap sampah itu agar bisa menghasilkan uang.

Setelah mencari referensi, perempuan kelahiran Kokaramba, Wolowae, Kabupaten Nagekeo itu tertarik dengan pembuatan kursi dan meja berbahan botol plastik.

“Sejak dahulu saya selalu peduli dengan sampah tapi belum mengetahui cara mendaur ulangnya. Setelah melihat di Youtube cara membuatnya lalu saya penasaran dan mencoba,” katanya.

Praktis hampir 3 bulan sejak akhir November 2019, Maria rutin bergelut dengan botol plastik bekas yang dibuat jadi meja dan kursi menawan yang disukai pembeli.

Dia mulai kekurangan botol plastik, sehingga membelinya dari pemulung di kota Maumere. Tiga botol plastik bekas dihargai Rp.1.000. Dalam sekejap, botol plastik mulai menumpuk di rumahnya.

Meja dan kursi dibuat dengan menyusun botol plastik dibentuk silinder yang diikat tali, kemudian dilakban. Setelah dilakban, tali dilepas. Kemudian bagian atas dan bawahnya dilapisi tripleks yang dipotong bulat mengikuti meja dan kursi yang diperkuat dengan lem dan paku. Kemudian dinding meja dan kursi ditutup lembaran busa

“Busa dibentuk bulat untuk menutupi bagian luar botol, baru dilem di bagian ujungnya. Potong karpet imitasi dan dijahit untuk melapisi bagian luar kursi. Rapikan bagian luar karpet menggunakan stapler,” terang Maria.

Warna karpet imitasi disesuaikan dengan permintaan pembeli. Bahkan Maria mengaku bisa mengganti karpet imitasi dengan anyaman daun lontar atau gebang dan kain tenun.

“Semuanya tergantung permintaan pembeli. Meja dilapisi dengan kaca di bagian atasnya. Kursi ini tahan diduduki oleh orang dengan berat 75 kilogram,” ungkapnya.

baca juga : Ini Cara Pengusaha Muda Ende Hasilkan Produk Ramah Lingkungan. Seperti Apa?

 

Maria Angelina Deya (kiri) dan Teresia Rosalina (kanan) merangkai botol plastik kemasan dijadikan kursi dan meja, yang dilapisi triplek, lembaran busa dan karpet plastik. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.

 

Kurangi Sampah Plastik

Satu kursi butuh 19 botol, sementara untuk meja butuh 37 botol. Total dibutuhkan 113 botol untuk satu set meja dan kursi yang terdiri dari empat kursi dan satu meja.

Maria memilih membuat kursi dan meja dari botol plastik karena di NTT hampir tidak ada yang memproduksinya. Selain unik dan langka, hasilnya juga kuat dan tahan lama.

“Kalau semua botol dibuang nanti akan menimbulkan sampah dan bisa jadi sarang nyamuk, sehingga saya manfaatkan dan lumayan bisa menambah penghasilan,” sebutnya.

Apalagi saat ini di Kabupaten Sikka sedang dilanda wabah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Dengan memanfaatkan botol ini ia yakin lingkungan jadi bersih dan bebas dari penyakit berbasis lingkungan.

baca : Perubahan Perilaku Nyamuk Demam Berdarah Terkait Iklim dan Lingkungan Picu Peningkatan Kasus. Seperti Apa?

Istri dari Yosef  Novi ini berkomitmen bakal membentuk komunitas peduli sampah bila usaha ini berjalan dengan baik.

Dia ingin berkeinginan memanfaatkan lebih banyak sampah dengan membuat ekobrik. Botol-botol plastic diisi dengan sampah plastik bekas pembungkus permen, deterjen, kopi dan lainnya menjadi ekobrik.

“Saya juga sedang menyiapkan cetakan untuk membuat paving block dari sampah plastik ,” tuturnya bersemangat.

Sedangkan Wenefrida Efodia Susilowati, Direktur Bank Sampah Flores mengapresiasi makin banyaknya masyarakat di Flores dan NTT yang mulai memanfaatkan limbah dan sampah untuk dijadikan produk bernilai jual.

Pengolahan botol plastic menjadi kursi dan meja, kata Susi sapaannya, merupakan salah satu cara pemanfaatan ulang (recycle dan reuse) sampah. “Tapi yang terbaik dalam pengelolaan sampah adalah dengan cara reduce atau mengurangi. Sistem pengelolan sampah kita di Indonesia  adalah sistem 3R yakni reduce, reuse dan recycle,” terangnya kepada Mongabay Indonesia, Rabu (26/2/2020).

baca juga : Meski Disabel, Saver Tetap Setia Bergelut Tanggulangi Sampah

 

Maria dan Teresia dengan meja dan kursi hasil produksinya berbahan botol plastik bekas. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.

 

Dilapisi Anyaman Lontar

Portunatus Antoneo seorang pembeli produk kursi dan meja karya Marie mengaku tertarik setelah melihat sendiri proses pengerjaan dan mengetes kekuatannya.

Warga desa Lela, Kabupaten Sikka ini menilai pemanfaatan botol bekas bisa mengurangi sampah plastik di kota Maumere. “Sampah plastik banyak tetapi belum diolah dengan baik. Dengan kegiatan yang dilakukan selain bisa mengurangi pengangguran dan penghasilan, bisa memotivasi generasi muda mendaur ulang sampah,” ucapnya.

Maria menjual satu set meja kursi senilai Rp1,5 juta secara online. Hampir saban hari ada pembeli yang memesan produknya yang sudah terjual hingga kabupaten Ende, Flores Timur dan Lembata.

“Saya berharap pemerintah kabupaten maupun desa bisa membantu usaha saya. Membuatya mudah saja bahkan sehari bisa produksi satu set dan dikerjakan sendiri saja,” tambahnya.

 

Exit mobile version