Mongabay.co.id

Menjaga Ketersediaan Benih Lobster dan Keberlanjutan Lingkungan

 

Pengembangan sub sektor perikanan budi daya menjadi kebijakan utama Pemerintah Indonesia sekarang ini. Berbagai upaya dan terobosan terus dilakukan untuk menggenjot produksi melalui pengembangan usaha beragam komoditas, terutama Lobster (Nephropidae). Di antara upaya itu, adalah dengan mempelajari teknologi perikanan budi daya di Australia.

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo memimpin langsung misi tersebut dengan mendatangi negeri Kanguru pada akhir Februari lalu. Di sana, dia mendatangi berbagai kampus ternama di sejumlah kota yang mengembangkan perikanan budi daya sebagai salah satu bidang studi dan sekaligus riset kampus.

Salah satu kampus utama yang menjadi tujuan, adalah Institute for Marine and Antactic Studies (IMAS) yang berafiliasi dengan kampus ternama University of Tasmania (UTAS) di Hobart. IMAS dipilih untuk menjadi bagian dari kerja sama budi daya Lobster, karena kampus tersebut sukses melaksanakan budi daya dari sejak anakan sampai menjadi ukuran benih (puerulus).

“Bahkan pembesaran sampai ukuran dewasa,” ungkap Edhy saat berada di Hobart, Australia dalam siaran pers yang diterima Mongabay Indonesia.

baca : Demi Keberlanjutan di Alam, Benih Lobster Fokus untuk Dibudidayakan

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo memegang Lobster hasil budi daya di hatchery milik Institut Studi Kelautan dan Antartika (IMAS) dari Universitas Tasmania, Australia Australia. IMAS telah mengembangkan budi daya lobster sejak tahun 1980. Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Sebagai kampus yang ikut mengembangkan budi daya Lobster, IMAS juga secara khusus membuka program doktoral pembudi dayaan Lobster yang fokus pada pembelajaran fisiologi, perilaku, nutrisi, biologi molekuler, dan kesehatan Lobster.

Selain IMAS, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga menjalin kerja sama dengan UTAS, karena kampus tersebut juga mengembangkan budi daya Lobster sebagai riset dan praktik. Di UTAS, ada pengembangan pusat pembenihan (hatchery), dan juga sekaligus budi daya Lobster, Tuna (Thunnini), dan Abalon (Haliotis).

Edhy menjelaskan, UTAS menjadi pilihan untuk kerja sama karena para penelitinya sudah mengembangkan budi daya Lobster sejak lama. Begitu juga dengan IMAS, budi daya Lobster sudah dikembangkan selama 20 tahun terakhir di kampus tersebut.

“Ini kemajuan, karena selama ini belum ada yang bisa melakukan budi daya Lobster sampai bisa dikembangbiakkan. Saya pikir Indonesia harus pelajari ini,” sebutnya.

Menurut Edhy, pengembangan budi daya Lobster harus dilakukan hingga maksimal, karena komoditas tersebut bernilai ekonomi tinggi dan Indonesia juga diuntungkan karena memiliki potensi besar melalui kepemilikan benih dan indukan Lobster.

Untuk mengembangkan budi daya Lobster, Edhy berjanji akan melakukan sinergi dan melaksanakan komitmen yang kuat antara Pemerintah, nelayan, pembudi daya, dan juga pelaku usaha di Indonesia. Dengan demikian, selain nilai ekonomi bisa semakin kuat, praktik budi daya bertanggung jawab dan berkelanjutan juga akan bisa dilakukan secara bersama.

baca juga : Adakah Cara Lain Pemanfaatan Benih Lobster, Selain Ekspor?

 

Kepala BRSDM KP KKP Sjarief Widjaja disaksikan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menandatangani nota kesepahaman kerja sama untuk melaksanakan pertukaran dosen, pengembangan sumber daya manusia, dan penelitian bersama dengan Universitas Tasmania. Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Strategi

Direktur Jenderal Perikanan Budi daya KKP Slamet Soebjakto pada kesempatan berbeda mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia saat ini memang tengah menyiapkan berbagai strategi untuk bisa mendorong budi daya Lobster dilakukan secara nasional.

Hal itu dilakukan karena pihaknya mendapat masukan dari masyarakat yang ingin mengembangkan benih Lobster melalui teknik budi daya perikanan. KKP juga mempertimbangkan peran ganda dari aktivitas perikan budi daya.

“Selain untuk kepentingan ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya benih menjadi nilai ekonomi, juga bisa memperluas lapangan kerja untuk masyarakat pesisir,” jelasnya dalam siaran pers KKP, pekan lalu.

Slamet mengakui aktivitas budi daya perikanan akan berdampak positif bagi lingkungan di sekitarnya, karena ada aktivitas tabur benih untuk mengembalikan populasi Lobster di alam. Aktivitas itu dilakukan sesuai fase atau siklus hidup Lobster yang aman sesuai relung ekologisnya.

Sehingga pengembangan budi daya Lobster akan melestarikan sumber daya benih Lobster sekaligus meningkatkan nilai ekonominya. Untuk itu, pengembangan budi daya Lobster secara nasional harus terus dilakukan.

Meski bermanfaat ganda, Slamet menyebut kalau pengembangan industri budi daya Lobster butuh waktu karena berbagai tantangan. “Setidaknya, ada enam tantangan, yaitu masalah pakan, benih, penyakit, produktivitas, performa produk, dan tata niaga pasar,” tutur dia.

menarik dibaca : Sebanyak Rp1,37 Triliun Potensi Kerugian Negara Diselamatkan Dari Penyelundupan Benih Lobster

 

Hatchery milik Institut Studi Kelautan dan Antartika (IMAS) dari Universitas Tasmania, Australia Australia. IMAS telah mengembangkan budi daya lobster sejak tahun 1980. Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

KKP menargetkan bisa memanfaatkan waktu selama dua tahun mendatang untuk mengatasi tantangan tersebut. Proses tersebut, juga dipastikan akan melibatkan banyak pemangku kepentingan (stakeholders) dan akan didorong terwujudnya kebijakan industri budi daya Lobster nasional sebagai prioritas nasional.

“Bukan hanya sektoral saja, dalam hal ini KKP. segera akan kita susun action plan-nya,” tambah dia.

Untuk menyelesaikan enam tantangan itu, KKP fokus menyiapkan sejumlah strategi yang diyakini bisa menjadi jalan keluar yang tepat. Berkaitan dengan pakan, KKP akan mulai memetakan titik-titik lokasi yang menjadi sumber ketersediaan pakan segar seperti kekerangan yang bisa digunakan untuk budi daya perikanan.

 

Tantangan

Berkaitan dengan hal tersebut, KKP membangun sentra budi daya kekerangan yang berlokasi di sekitar kawasan budi daya Lobster dan akan berperan sebagai penyuplai kebutuhan pakan segar. Selain itu, kebutuhan pakan juga akan didorong untuk bisa disuplai oleh unit pelaksana teknis (UPT) di bawah KKP melalui perekayasaan formula buatan yang efisien.

Strategi kedua yang juga disiapkan, adalah menjaga ketersediaan benih Lobster melalui teknologi pembenihan yang pengembangannya sedang dilakukan bersama UTAS. Ketiga, melaksanakan riset dan perekayasaan teknologi yang fokus pada peningkatan produktivitas dan kelulushidupan (survival rate/SR), dan juga kualitas atau performa produki hasil panen.

“Itu berkaitan dengan produktivitas dan pengendalian penyakit,” sebut Slamet.

Strategi terakhir terkait tata niaga pasar untuk meningkatkan nilai tambah bagi pembudi daya. Strategi tersebut sekaligus untuk menjawab tantangan persaingan usaha Lobster dengan Vietnam yang nilai produksinya sudah jauh melampaui Indonesia di pasar dunia.

Bagi Slamet, tantangan tersebut harus dijawab melalui pembenahan tata niaga pasar, terutama dengan melakukan perbaikan performa produk hasil budi daya dan sekaligus melakukan efisiensi rantai distribusi pasar. Agar bisa lebih cepat perputaran ekonomi, manajemen produksi dengan pola segmentasi akan diterapkan oleh Pemerintah.

“Pola ini akan memungkinkan cash flow yang singkat dan lebih banyak melibatkan pembudi daya, juga tenaga kerja baru,” ucap dia.

baca juga : Sampai Kapan Penyelundupan Benih Lobster Terus Terjadi?

 

Lobster hasil pembesaran di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Kamis (26/12/2019). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Di sisi lain, agar pelaksanaan budi daya Lobster bisa tetap mendukung upaya konservasi untuk menjaga kelestarian alam, KKP sudah menyiapkan pedoman teknis untuk dijadikan acuan pembudidayaan Lobster yang berkelanjutan.

Pedoman tersebut, menurut Slamet, mengatur secara detil bagaimana kegiatan pembudi dayaan Lobster bisa dilakukan dengan mempertimbangkan pemetaan lokasi, registrasi pembudi daya Lobster, penetapan kuota tangkap benih, dan pengaturan tebah benih kembali (restocking).

“Untuk mempercepat alih terap teknologi, KKP juga akan mendorong percontohan inovasi teknologi budidaya lobster di beberapa lokasi,” jelasnya.

Diketahui, hingga saat ini KKP masih menggodok rencana perubahan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.56/2016 tentang Larangan dan Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Wilayah NKRI, khususnya berkaitan dengan substansi tata kelola benih Lobster.

 

Exit mobile version