Mongabay.co.id

Pilkada 2020 dan Realisasi Kota Sehat Berkelanjutan

Kondisi banjir di Dayeuh Kolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada awal Februari 2020. Foto: Donny Iqbal/Mongabay

 

Pilkada serentak yang berlangsung di 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota, pada September 2020 mendatang, diharapkan menghasilkan para kepala daerah yang mampu mengkreasi pelbagai kebijakan terkait tata kelola kawasan urban. Tujuannya, demi menjadikan kota-kota kita semakin sehat, semakin layak huni, dan juga berkelanjutan.

Seperti kita ketahui, dewasa ini, kawasan perkotaan kita cenderung semakin padat. Buntutnya, kota-kota menanggung beban kian berat. Menurut taksiran, jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di kawasan perkotaan saat ini mencapai 45 persen dari total penduduk keseluruhan dan diperkirakan bakal terus meningkat hingga mendekati 70 persen di tahun 2025 mendatang. Sudah barang tentu, hal ini bakal membawa konsekuensi banyak hal dalam berbagai dimensi, sekaligus menjadi tantangan besar bagi para kepala daerah.

Roderick Lawrence [2008] memaparkan, ada empat jenis risiko yang bakal dihadapi kawasan-kawasan perkotaan di masa datang. Pertama, risiko lingkungan. Sejumlah masalah yang dihadapi adalah melonjaknya tingkat kebisingan, meningkatnya pencemaran air, pencemaran tanah, pencemaran udara, serta persoalan pembuangan dan pengelolaan sampah.

Kedua, risiko ekonomi berupa persoalan penyediaan rumah layak huni, ketersediaan pangan, air bersih, lapangan kerja, maupun ketersediaan layanan kesehatan dan pendidikan yang adil dan terjangkau bagi semua warga. Ketiga, risiko teknologi berupa kemacetan, kecelakaan lalulintas, dan kecelakaan industri. Keempat, risiko sosial berupa meningkatnya kriminalitas, tindak kekerasan, putus sekolah, dan pengangguran.

Baca: Kota Ramah Pejalan Kaki Bukanlah Mimpi

 

Banjir di Dayeuh Kolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, awal Februari 2020. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Kualitas kehidupan

Sama halnya seperti manusia, kota perlu diupayakan untuk senantiasa tetap sehat. Kota yang sehat bakal menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi warganya untuk tinggal, bekerja, sekaligus menikmati kualitas kehidupan lebih baik.

Kota yang sehat adalah kota yang senantiasa terus menerus menciptakan dan meningkatkan kondisi lingkungan sosial dan kondisi lingkungan fisiknya ke arah yang semakin baik. Selain itu, kota tersebut terus mengupayakan perluasan dan pemanfaatan sumber daya yang dimilikinya, sehingga memungkinkan segenap warga saling mendukung dalam melaksanakan semua fungsi kehidupan dan mengembangkan potensi secara maksimal.

Merujuk hasil kajian yang pernah dilakukan Premilia Webster dan Mark McCarthy dari WHO Healthy Cities Technical Working Group on Health and Indicators, secara garis besar, ada tiga indikator yang bisa dijadikan acuan untuk menentukan kota sehat, sekaligus sebagai pijakan pengelola kota untuk menetapkan langkah atau kebijakan dalam pengelolaan kota.

Yang pertama adalah indikator kesehatan dan layanan kesehatan. Ini meliputi tingkat kematian dan penyebabnya, serta tingkat kelahiran bayi yang lahir dengan berat badan kurang. Adapun indikator layanan kesehatan meliputi keberadaan program pendidikan kesehatan, persentase bayi yang diimunisasi, rasio jumlah warga dengan dokter/petugas medis, rasio jumlah warga dengan perawat, persentase warga yang tercakup layanan asuransi kesehatan, serta jumlah masalah kesehatan yang diberi perhatian oleh pengelola kota per tahun.

Berikutnya, indikator lingkungan. Ini meliputi tingkat polusi lingkungan, kualitas air, persentase lahan terbuka hijau dengan luas lahan kota keseluruhan, akses warga terhadap lahan terbuka hijau, tingkat aktivitas olahraga dan rekreasi warga, fasilitas pejalan kaki dan pengguna sepeda, serta jaringan transportasi umum dan kualitas pemukiman warga.

Terakhir, indikator sosial-ekonomi. Hal ini mencangkup persentase penduduk yang hidup dengan fasilitas buruk, taksiran jumlah tuna wisma, jumlah pengangguran, serta tingkat aborsi dikaitkan jumlah total kelahiran yang hidup beserta persentase orang cacat yang bekerja.

 

Ruang terbuka hijau yang tidak hanya menyediakan tempat untuk warga berkumpul tapi juga untuk menikmati udara segar. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Pertanyaannya adalah: hal-hal apa saja yang wajib menjadi prioritas untuk direalisasikan para pengelola kota di negeri ini? Tentunya, demi kota-kota kita semakin sehat dan berkelanjutan?

Menurut penulis, terdapat sepuluh aspek yang wajib dijadikan prioritas.

Pertama, jaminan air bersih, udara bersih, dan tanah yang bersih. Selain menjamin segenap warganya mendapat jatah air bersih yang adil dan merata, pengelola kota wajib pula menjamin warganya mendapatkan udara dan tanah yang bersih.

Kedua, penggunaan energi bersih dan terbarukan sehingga tidak terlalu mencemari dan membebani lingkungan, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.

Ketiga, menerapkan konsep kota pejalan kaki [walkable city]. Pengelola kota harus mampu menyediakan pelbagai fasilitas dan layanan publik bagi seluruh warga, yang dapat diakses secara mudah dari permukiman warga dengan cukup berjalan kaki.

Keempat, tersedianya bahan makanan sehat dan terjangkau bagi seluruh warga kota dengan proses penanaman/pembuatan serta pendistribusian bahan makanan yang senantiasa memerhatikan aspek kesehatan lingkungan.

Kelima, keanekaragaman hayati. Pengelola kota mesti menyokong keanekaragaman hayati ekosistem lokal, regional maupun global, termasuk keanekaragaman spesies dan genetik.

Keenam, kebudayaan yang sehat. Pengelola kota harus mampu memfasilitasi pelbagai aktivitas kebudayaan masyarakat sehingga ikut memperkuat kesadaran lingkungan, pengetahuan, dan daya kreativitas warga serta proses pembelajaran sosial.

Ketujuh, pembentukan dan pengembangan komunitas. Pengelola kota mesti mendukung terbentuknya partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan menyediakan pelbagai peluang serta perangkat bagi terbentuknya komunitas, organisasi, maupun lembaga di masyarakat.

Kedelapan, perekonomian yang sehat dan setara. Pengelola kota harus mampu menciptakan sistem aktivitas perekonomian yang bisa mengurangi dampak negatif lingkungan. Di sisi lain, kesehatan dan kesejahteraan warga, yang berlandaskan prinsip keadilan bagi semua warga, dapat terus ditingkatkan.

Kesembilan, pendidikan seumur hidup. Semua warga kota memiliki akses yang sama memperoleh pendidikan seumur hidup, termasuk kesempatan memperoleh informasi sejarah, lingkungan dan budaya kota, melalui pendidikan formal dan informal, pelatihan serta institusi sosial.

Kesepuluh, kualitas kehidupan. Pengelola kota wajib mewujudkan kepuasan segenap warga kota berpedoman indikator kepuasan kualitas hidup yang meliputi aspek pekerjaan dan pendapatan, permukiman, lingkungan alam, kesehatan fisik, serta kesehatan jiwa, pendidikan, keamanan, hobi, rekreasi, serta pergaulan dan ikatan kemasyarakatan.

Para kepala daerah terpilih hasil pilkada serentak di negeri ini, September mendatang, tentu saja diharapkan mampu merealisasikan sepuluh aspek di atas. Dengan begitu, kota-kota kita menjadi kian sehat, kian layak huni dan juga berkelanjutan, yang bakal membuat betah dan bahagia warganya, tanpa kecuali.

Semoga!

 

*Djoko Subinartokolumnis dan bloger, tinggal di Bandung [Jawa Barat]. Tulisan ini opini penulis

 

 

Exit mobile version