Mongabay.co.id

Warga Gane Lepaskan Penyu, di Tobelo Satwa Laut Ini Mati Mengenaskan

di perairan Kota Tobelo, Halmahera Utara, penyu lekang mati terbawa arus dan terdampar di Pulau Tulang, Jumat (15/3/20) siang. Penyu mati sangat mengenaskan. Cangkang bagian belakang ada luka memanjang sampai dekat ke sayap bagian belakang. Ada dugaan kuat penyu ini dipotong dengan parang. Foto: dukumen warga

 

 

 

 

 

Pagi itu, pukul 04.30 waktu setempat, Sahman Hasyim, warga Desa Samo, Kecamatan Gane Barat, Halmahera Selatan, Maluku Utara, turun ke pantai hendak menyiapkan jaring.

Saat menuju perahu di pantai, ada penyu lekang sedang bertelur. Dia lantas menangkap dan membawa pulang. Sebelumnya, dia menunggu sampai penyu itu bertelur. Telur pun diambil. Di desa itu, ada warga pengkonsumsi daging penyu.

“Saya hitung-hitung ada 100 telur, saya ambil lalu saya balik penyu ini agar tak bisa kembali ke laut,” kata Sahman, saat ditemui di Kampung Samo Jumat (6/3/20).

Dia lalu mengikat bagian belakang penyu di bawah pohon mangga tak jauh dari rumahnya.

Sahman mengaku, tak tahu kalau satwa laut ini dilindungi hingga dia tangkap dan ikat. “Ada yang sering mengkonsumsi hingga saya ambil penyu ini,” katanya.

Setelah tahu penyu dilindungi, Sahman, segera melepas ke laut namun telur sudah diambil dan dibagi-bagi ke anak-anak serta warga.

Saat penangkapan penyu itu, LSM lokal, Perkumpulan Pakativa sedang pendampingan petani di desa ini. Kala itu, ada empat orang datang mellihat penyu yang terikat dan menjelaskan kepada Sahman kalau penyu dilindungi.

Lukman Harun dari Pakativa mengatakan, ada enam warga dari Halmahera Timur ditahan polisi dan proses hukum karena menangkap dan mengkonsumsi bahkan menjual daging penyu. “Dari berita di media, warga ditangkap karena tangkap penyu dilindungi,” katanya.

Sahman pun melepas tali penyu dan beramai–ramai dibawa ke pantai untuk lepas ke laut. Penyu itu akhirnya hidup bebas.

 

Penyu ditemukan mati di Perairan Tobelo. Foto: dokumen warga

 

Sahman bilang, desa ini dulu jadi tempat bertelur penyu setiap bulan purnama. Hanya, seiring waktu karena sering ditangkap ketika bertelur, penyu mulai jarang.

Dalam beberapa tahun ini, katanya, sudah jarang penyu naik bertelur di kawasan ini.

Beberapa orang tua kampung di desa ini juga menyatakan, dulu pantai desa berpasir hitam ini jadi tempat bertelur penyu.

“Dulu, setiap bulan terang selalu saja kita temukan penyu bertelur di sepanjang pantai ini,” kata Adi Hasyim.

Lelaki 56 tahun ini bilang, dulu mereka mudah menemukan   penyu bertelur setiap waktu. “Kami juga tidak tahu penyebabnya kenapa penyu-penyu ini sudah jarang naik bertelur. Mungkin sudah pindah bertelur di daerah lain atau sudah sangat berkurang karena sering diambil,” katanya.

Soal ada warga yang masih mengkonsumsi daging penyu, katanya, karena mereka tak tahu kalau satwa laut ini dilindungi.

Selama ini, katanya, tak pernah ada petugas atau siapapun datang menyampaikan kalau satwa laut ini dilindungi.

“Belum lama ini di dekat pelabuhan desa juga ada dugong bermain di tepi pantai. Beruntung agak dalam di laut hingga warga tidak sampai menangkapnya. Ini semata-mata karena warga kampung tidak tahu jika hewan hewan ini sudah dilindungi.”

Pengalaman selama ini, katanya, di Halmahera Selatan terutama Gane, belum pernah ada instansi terkait terutama Dinas Kelautan dan Perikanan, sosialisasi aturan hewan atau biota laut dilindungi.

Adita Agoes, penyelam juga pengelola Nasijaha Dive Center di Malut mengatakan, sebenarnya larangan menangkap dan mengkonsumsi hewan laut seperti penyu sudah diatur dalam peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan. Mestinya, regulasi ini bisa tersosialisasi ke bawah agar nelayan dan mereka yang hidup di pesisir bisa paham.

“Masalah ini mesti segera dibaca pemerintah daerah dan segera sosialisasi. Jika tidak, meski mereka tahu, ketika ditemukan menangkap dan mengkonsumsi penyu selalu beralasan tak tahu hewan ini dilindungi. Alasan ini disampaikan karena takut ditangkap petugas. Perlu perhatian semua pihak,” katanya.

 

Penyu mati

Di Perairan Kota Tobelo, Halmahera Utara, penyu jenis lekang mati terbawa arus dan terdampar di Tulang, pulau kecil di depan Kota Tobelo Jumat (15/3/20) siang. Penyu mati sangat mengenaskan. Di cangkang bagian belakang ada luka memanjang sampai dekat ke sayap bagian belakang. Ada dugaan kuat penyu ini dipotong dengan parang.

 

Hasil sitaan Polairud di Pulau Gebe, beberapa waktu lalu. Foto:  Polairud

 

Fahmi Lolahi, warga Tobelo yang menemukan pertama kali mengatakan, luka penyu cukup serius. Sepanjang cangkang terlihat luka menganga dan memanjang di bawah kepala hingga mendekat ke sayap belakang. “Diduga penyu ini dipotong pakai parang dan mati sudah beberapa hari. Penyu sudah bengkak.”

Dia tak tahu siapa yang membunuh penyu ini. Fahmi bilang, pada Jumat siang bersama orangtuanya gunakan perahu mendatangi kebun mereka di Tulang. Ketika perahu hendak sandar, mereka terkejut karena ada penyu mengambang di tepi pantai.

Selama ini, katanya, mereka belum pernah temukan ada penyu naik. Yang ada, hanya penyu bermain di laut sekitar pulau.

Dia curiga ada yang memburu penyu untuk konsumsi. Kemungkinan, saat dipotong penyu berhasil lari tetapi berakhir mati. Fahmi lantas mengambil gambar dan memposting ke media sosial agar ada perhatian dari instansi terkait.

Sayangnya, hingga Jumat sore tak ada petugas atau orang datang mengecek satwa dilindungi ini. Dia lalu berinsiatif menguburkan penyu itu di Pantai Pulau Tulang.

“Saya sudah posting via Facebook agar ada perhatian. Belum ada petugas. Kami segera kuburkan penyu ini,” katanya saat dihubungi via telepon dari Ternate.

Mongabay coba menanyakan soal ini ke Dinas Kelautan dan Perikanan Malut. Buyung Radjiloen, Kepala DKP Malut tak memberikan tanggapan. Pertanyaan didukung foto penangkapan dan pelepasan penyu tak ada tanggapan.

Dari situs Direktorat Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), semua jenis penyu laut di Indonesia dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomer 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Ini berarti segala bentuk penangkapan maupun perdagangan penyu baik hidup, mati maupun bagian tubuh itu dilarang.

Menurut Undang-undang No 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pelaku bisa kena penjara lima tahun, denda Rp100 juta.

Berdasarkan ketentuan  Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES), semua jenis penyu laut masuk dalam appendix I, berarti perdagangan internasional penyu untuk tujuan komersil dilarang.

Badan Konservasi dunia International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkan penyu sisik ke daftar spesies sangat terancam punah. Sedangkan penyu hijau , penyu lekang, dan penyu tempayan sebagai terancam punah.

Kementerian Dalam Negeri memerintahkan pemerintah daerah mengambil langkah-langkah perlindungan penyu dengan mengeluarkan Surat Edaran Mendagri Nomor 523.3/5228 tertanggal 29 Desember 2011 tentang Pengelolaan Penyu dan Habitatnya.

Surat ini menginstruksikan kepada para gubernur untuk mengkoordinasikan kepada para bupati dan walikota serta intansi terkait untuk melindungi penyu melalui tindakan pencegahan, pengawasan, penegakan hukum dan penindakan serta mensosialisasikan peraturan perundangan terkait. Juga pembinaan dan penyadaran masyarakat untuk melindungi penyu. KKP juga menerbitkan Surat Edaran No.526/2015 tentang Pelaksanaan Perlindungan Penyu, Telur, Bagian Tubuh, dan Produk Turunan.

 

 

Keterangan foto utama: Di Perairan Kota Tobelo, Halmahera Utara, penyu lekang mati terbawa arus dan terdampar di Pulau Tulang, Jumat (15/3/20) siang. Penyu mati  dengan  cangkang bagian belakang ada luka memanjang sampai dekat ke sayap bagian belakang. Ada dugaan kuat penyu ini dipotong dengan parang. Foto: dukumen warga   

Exit mobile version