Mongabay.co.id

Jelang Panen Raya, Petani Jagung di Lamongan Malah Bisa Merugi. Kenapa?

 

Beberapa perempuan tampak sibuk mengelupas jagung dari tangkainya. Mereka berbaris mengikuti tanaman jagung yang sudah terpola. Tiga hari sebelumnya, daun tanaman jagung itu sudah dibersihkan. Yang tersisa tinggal tangkai dan buah. Hal itu untuk mempermudah proses pemanenan.

Para wanita ini berjalan mengikuti tangkai jagung yang sudah diatur jaraknya sembari mengelupas buah jagung. Hanya berbekal sarung tangan, mereka sangat cekatan mengumpulkan jagung satu persatu di atas tanah di lahan pertanian Desa Lohgung, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Begitu terkumpul jagung kemudian dimasukkan ke dalam karung.

Sementara pria mempunyai peran untuk menggendong karung jagung ke pinggir jalan raya, untuk nanti diangkut dengan motor.

Mendekati panen raya ini harga jagung ditingkat petani Rp4.600/kg, harganya masih standar. Tetapi saat panen raya nanti, harganya bisa turun hingga Rp3.800/kg. “Harga jagung ini naiknya lambat, tapi turunnya cepat,” keluh Hariyanto (36), petani asal Desa Cendoro, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban, saat ditemui Selasa (10/03/2020).

Pria yang juga pengepul ini menjelaskan ada perbedaaan harga saat musim kemarau karena tidak banyak yang panen harga jagung, yaitu kisaran Rp5.200/kg. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, masa panen raya jagung ini pada bulan April sampai Mei setelah puncak musim hujan.

baca : Kekeringan dan Terserang Hama Ulat Grayak Ancam Produksi Jagung di Sikka. Apa Solusinya?

 

Sejumlah buruh memanen jagung di lahan pertanian di Desa Lohgung, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Tidak Maksimal

Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang menyumbang inflasi cukup besar, yaitu sebesar 2%. Sementara Lamongan sebagai salah satu daerah dengan produksi jagung terbesar. Jika beruntung, Hariyanto mengatakan sekali panen pada saat panen raya, bisa mendapatkan Rp150 juta/hektare.

Pasca panen saat ini terkendala di proses pengeringan. Saat musim hujan, pengeringan membutuhkan waktu lebih lama, dibandingkan saat musim kemarau yang hanya membutuhkan waktu 3-4 hari.

Hal itu berdampak ke proses pengiriman, jika musim kemarau hanya membutuhkan waktu 3-4 hari. Saat musim hujan ini bisa molor menjadi 10-12 hari “Kalau tidak panas, jagung tidak bisa kering. Meskipun sudah ada oven tapi tidak maksimal,” katanya.

Untuk mengantisipasi penurunan harga saat panen raya, Hariyanto menyimpan jagung sekitar 1-2 bulan di gudang. Dan akan dijual setelah harga kembali stabil. “Atau setidaknya tidak rugi modal,” lanjutnya.

baca juga : Desa Ini Sukses Panen Jagung Tanpa Bakar Lahan Gambut

 

Berbekal sarung tangan para buruh panen ini dengan cekatan memanen jagung. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Dia biasa menjual jagung ke sebuah pabrik jagung di Surabaya sekitar 9-10 ton sekali kirim. Selain itu juga memenuhi permintaan peternak di Tuban maupun Lamongan sekitar 4-5 ton.

Selain buah jagungnya, Hariyanto juga menjual daun, batang, kulit dan tongkol jagung. Untuk kulit jagung sebanyak satu mobil pick up laku jual Rp300 ribu. Sementara tongkol jagung dijual Rp3.000/karung. Tongkol jagung biasa digunakan untuk bahan menggoreng krupuk.

Keberuntungan memang tidak selalu sama. Jika Hariyanto tahun ini masih berhasil panen, petani jagung lainnya, Mat Sutiyawan (33), harus menelan pil pahit. Sebab, dalam dua tahun ini tanaman jagung miliknya mengalami gagal panen karena diserang hama tikus. Tidak tanggung-tanggung, tanaman jagung yang baru ditanam sudah dimakan tikus.

Pria yang juga berprofesi sebagai guru ini menjelaskan akibat hama tikus yang menyerang di lahan setengah hektare itu dia mengalami kerugian sekitar Rp5 juta. Itu belum termasuk ongkos tenaga yang dikeluarkan selama proses tanam dan perawatan. “Padahal biaya untuk produksi hampir setiap hari,” ungkapnya.

menarik dibaca : Produksi Mete dan Godaan Tanam Jagung di Lahan Hutan Tanaman Rakyat

 

Jagung yang sudah dikelupas dari tangkainya kemudian ditaruh di atas tanah. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Jika tidak gagal panen seperti tiga tahun sebelumnya, dia bisa mendapatkan keuntungan di atas Rp5 juta. Meskipun begitu, dia tetap akan menanam jagung sembari berharap dinas terkait bisa menanggulangi hama tikus ini.

Kesadaran warga untuk sama-sama menangani hama tikus ini juga sangat dibutuhkan. Karena sejauh ini penanganannya masih berjalan sendiri-sendiri. Selain itu, perlunya menggalakkan budi daya predator alami pemangsa tikus.

Misalnya dengan memperbanyak memberi bantuan rumah-rumahan bagi burung hantu (rubuha) yang bisa di pasang di lahan persawahan maupun perkebunan. “Sudah bagian dari pekerjaan jadi ya tetap dilakoni. Kedepan rencananya masih menanam jagung lagi,” ujar dia optimis.

baca juga : Petani Hutan Rinjani, Dulu Panen Jagung, Kini Andalkan Madu

 

Hariyanto (36) berpose disela-sela memanen jagung. Tanaman ini merupakan salah satu komoditas di sektor pertanian yang dapat dibudidayakan di Jawa Timur. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Komoditas Sektor Pertanian

Jagung menjadi salah satu komoditas pertanian yang dibudidayakan di Jatim dengan sentra produksi di Kabupaten Lamongan. Data Badan Pusat Statistik (2016), menunjukkan, produksi jagung di Jatim pada tahun 2014 sebesar 5,7 juta ton. Kemudian meningkat 6,86 persen menjadi 6,13 juta ton pada 2015. Dan menjadi 378.977 ton/tahun pada 2016. Sedangkan Kabupaten Lamongan sendiri mampu memproduksi 6,246 ton/tahun pada tahun 2016

Pada tahun 2019 lalu, Bupati Lamongan, Fadeli, menargetkan produktivitas jagung bisa diatas 10 ton/hektar di semua kawasan pertanian jagung yang ada di Lamongan. Karena alasan itu, Fadeli meminta petani dikenalkan dengan konsep pertanian modern. Mulai dari penggunaan benih unggul, pengolahan tanah yang benar dan penggunaan pupuk organik.

Sementara, Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortkultura dan Perkebunan, Rujito, mengatakan Untuk produksi komoditas jagung ini sudah mencapai 562 ribu ton per tahun.

”Kalau mungkin jumlah produksinya kita agak bisa kesalip dengan daerah lain karena luasnya. Tapi kalau profitabilitas produksi per hektarnya kita tertinggi di Jawa Timur,” katanya.

 

Jagung dalam karung untuk memudahkan proses pengangkutan. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version