Mongabay.co.id

10 Kali Gempa Dalam 3 Minggu, BMKG: Aktivitas Patahan Lokal Pagaralam Meningkat

Staf BMKG, Stasiun Geofisika Kepahiang-Bengkulu tampak memantau potensi bencana terutama gempa bumi yang ada di Bengkulu. Foto: BMKG Kepahiang-Bengkulu

 

 

Aktivitas gempa di patahan Segmen Manna, khususnya patahan lokal Pagaralam, Sumatera Selatan, meningkat. Data Stasiun Geofisika Kepahiang-Bengkulu menunjukkan, tiga minggu terakhir telah terjadi sepuluh kali gempa, padahal patahan Pagaralam selama ini tercatat sebagai patahan lokal pasif.

“Patahan Pagaralam memang normalnya tidak aktif, biasanya dalam setahun hanya satu kali gempa. Bahkan tidak ada,” kata Pengamat Meteorologi dan Geofisika [PMG] Ahli Muda BMKG, Stasiun Geofisika Kepahiang-Bengkulu, Sabar Ardianyah kepada Mongabay Indonesia, Kamis [12/3/2020].

Rincian sepuluh kali gempa tersebut yakni 2 kali gempa pada Kamis [27 Februari 2020]. Lalu, sekali gempa pada Rabu [4 Maret], 2 gempa pada Jumat [6 Maret], 4 gempa pada Senin [9 Maret], dan terjadi sekali lagi pada Rabu [11 Maret]. Kekuatan gempa itu mulai magnitudo 1,5 hingga magnitudo 3,2.

“Ini bukanlah sebuah kelaziman,” kata Sabar.

Patahan Pagaralam merupakan bagian patahan/sesar Sumatera, pada Segmen Manna. Patahan Manna ini memanjang sepanjang 85 kilometer, dari Kabupaten Bengkulu Selatan, Bukit Barisan sisi barat Gunung Dempo antara Tanjung Sakti dan Pagar Alam, hingga ke Bukit Barisan di Kecamatan Semendo, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.

Baca: Bengkulu Harus Siap, Hadapi Potensi Bencana

 

Staf BMKG, Stasiun Geofisika Kepahiang-Bengkulu tampak memantau potensi bencana terutama gempa bumi yang ada di Bengkulu. Foto: Dok. BMKG Kepahiang-Bengkulu

 

Gempa tektonik bukan vulkanik

Sabar meminta pemerintah daerah, baik Kabupaten Bengkulu Selatan, Kota Pagar Alam, maupun Kabupaten Muara Enim yang berada di Segmen Manna, untuk waspada terhadap segala kemungkinan.

“Kita tidak berharap gempa di patahan lokal Pagaralam ini bagian dari pengantar gempa besar,” kata dia.

Sebab, potensi kekuatan gempa maksimum di Segmen Manna mencapai magnitudo 7,3. “Semoga saja, rentetan gempa kecil ini bagian dari pelepasan tenaga gempa lokal secara merata, sehingga tidak ada tenaga besar yang terlepas,” jelasnya.

Sabar juga menggarisbawahi, aktivitas ini tidak ada kaitan dengan gempa vulkanik Gunung Dempo.

“Ini murni gempa tektonik, berdasarkan data yang kami analisis. Gempa tektonik terjadi disebabkan pergeseran lempengan bumi. Sedangkan gempa vulkanik, karena aktivitas magma yang biasanya terjadi sebelum gunung berapi erupsi,” ujarnya.

Meski angka magnitudo patahan lokal Pagaralam kecil, Sabar menegaskan, dampaknya bisa lebih besar dan merusak dari gempa tektonik yang sering terjadi di laut. Walaupun, angka magnitudonya lebih besar.

Alasannya, gempa tektonik darat biasa terjadi di kedalaman dangkal. Pusat gempanya juga dekat aktivitas manusia, mulai perkebunan warga, perkampungan, bahkan perkotaan. Sedangkan gempa tektonik di dasar laut biasa terjadi di kedalaman, sehingga tak begitu berdampak pada kerusakan perkampungan dan perkotaan.

“Kecuali, bila magnitudonya besar dan menimbulkan tsunami,” terangnya.

 

Bengkulu harus siap menghadapi potensi bencana alam yang bisa terjadi di darat maupun laut. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Riwayat gempa

Stasiun Geofisika Kepahiang-Bengkulu mencatat, riwayat gempa bumi kuat yang terjadi di patahan ini terjadi pada 9 November 2008. Ketika itu, gempa dengan magnitudo 5,6 berjarak 26 kilometer dari Kota Pagaralam. Gempa tersebut mengakibatkan 60 orang luka-luka dan 2 orang meninggal dunia. Gempa juga merusak 355 rumah yang tersebar di 11 desa. Kerusakan terparah terjadi di Kecamatan Jarai, Muara Payang, dan Kota Pagaralam.

Sementara, pada 2 November 2014, gempa kembali terjadi dengan magnitudo 4,8, berjarak 12 kilometer dari Kota Pagaralam. Goncangannya terasa hingga Kabupaten Kepahiang, Lahat, Muara Enim, hingga Palembang.

“Melihat aktivitas yang meningkat di patahan lokal Pagaralam dan Manna, ada baiknya masyarakat meningkatkan kewaspadaan,” lanjut Sabar.

Pada dasarnya, gempa bumi belum bisa diprediksi secara tepat kapan terjadi dan berapa besar kekuatannya. Namun, lokasi kejadian sudah dapat dipetakan secara ilmiah.

Dalam ketidakpastian tersebut, hal penting yang dapat dilakukan masyarakat adalah selalu siaga. “Segera berlindung, atau keluar bagunan jika merasa gempa sekecil apapun, karena bisa saja gempa kecil merupakan pendahuluan yang akan diikuti gempa lebih besar,” tegasnya.

Merujuk hasil penelitian Puput Kumara Sari, Ashar Muda Lubis, Iwan Hermawan berjudul “Uji Statistik Pergerakan Sesar di Segmen Manna dengan Menggunakan Data Pengamatan GPS” yang diterbitkan Universitas Bengkulu [Unib] pada 2017, hasil dari titik pengamatan [PUPI] menunjukkan, kecepatan pergerakan sesar terjadi sebesar 45,17 mm/tahun. Sedangkan kecepatan terendahnya sebesar 15,97 mm/tahun.

“Pergerakan sesar pada segmen Manna ini signifikan bergerak ke arah timur tenggara [TTG] dengan kecepatan sebesar 14-45 mm/tahun. Tentunya, penelitian ini perlu ada lanjutan dengan menambahkan waktu pengambilan data guna mendapatkan laju sesar yang lebih baik,” jelas laporan tersebut.

 

 

Exit mobile version