Mongabay.co.id

Begini Penderitaan Penyu yang Berusaha Mengeluarkan Plastik dari Perutnya

 

Selama lebih dari 2 minggu, seekor penyu hijau (Chelonia mydas) betina ini berusaha mengeluarkan sampah plastik dari tubuhnya. Penderitaanya terekam dari usahanya mengurangi timbunan plastik dengan bantuan sejumlah dokter hewan.

Penyu dewasa dengan berat 19 kg, panjang 60 cm itu mendamparkan dirinya di Pantai Kuta, Bali dan ditemukan oleh tim Bali Sea Turtle Society pada Selasa (3/3/2020). Kemudian tim itu melaporkan kepada Turtle Conservation and Education Center (TCEC) di Serangan untuk proses penyelamatan atas izin dari BKSDA Bali. Sejak awal rehabilitasi, penyu disebut dalam kondisi sangat lemah dan nafsu makan penyu yang sangat rendah.

Sampai kemudian mulai Sabtu (14/3/2020), si penyu mengeluarkan kotoran berupa plastik. “Kami kontak dokter hewan dari IAM Flying Vet untuk penanganan medisnya,” urai Made Kanta, Koordinator TCEC dikonfirmasi Jumat (20/3/2020). Sebelumnya penyu masih bisa makan rumput laut. Tim TCEC pun menghubungi kelompok dokter hewan penyelamat mamalia laut (Indonesia Aquatic Megafauna/IAM Flying Vet) di Bali. Pemeriksaan fisik dilakukan oleh dua dokter hewan, Dwi Suprapti dan Wayan Yustisia.

baca : Penyu Hijau Mati Mulut Penuh Sampah Plastik di Sumbawa

 

Tim dokter hewan IAM Flying Vet memeriksa seekor penyu hijau yang terdampar lemas di Pantai Kuta, Bali karena makan plastik. Penyu itu diselamatkan dan dirawat di TCEC Serangan, Denpasar. Foto : Dwi Suprapti/IAM Flying Vet/Mongabay Indonesia

 

Setelah diperiksa dokter hewan, ditemukan 7 potong plastik berukuran lebih dari 5 cm keluar dari kloaka (lubang seperti anus) itu. Ukuran plastik terpanjang yang dikeluarkan berukuran 41 cm disertai sebuah kantong kresek yang masih utuh berukuran 26×16 cm.

Sebuah video perjuangan penyu ini mengeluarkan limbah plastik dari kloakanya dibagi oleh tim IAM Flying Vet pada Kamis (19/3/2020) di media sosial mereka. Penyu nampak lemah dan tak semangat berenang.

“Setelah di-rescue kami kira perlu recovery saja, waktu itu belum melibatkan dokter hewan. Kondisi lemah, keluar plastik, baru panggil dokter hewan,” cerita Dwi Suprapti, salah satu pegiat IAM Flying Vet.

Asosiasi Dokter Hewan Megafauna Akuatik Indonesia (Indonesia Aquatic Megafauna) atau IAM Flying Vet merupakan koalisi dokter hewan penanganan satwa laut terdampar non teritorial yang dibentuk karena melihat kurangnya database penyebab terdamparnya mamalia dan hewan megafauna lain di Indonesia.

Tim itu diharapkan bisa mengidentifikasi kenapa satwa laut itu terdampar atau mati, karena peristiwa penanganan terdampar tak selalu melibatkan dokter hewan untuk menelitinya. Juga kurangnya kompetensi medis dalam penanganannya.

Saat peristiwa pertama plastik yang keluar dari kloakanya, tim dokter hewan yang memeriksa tak berani menarik plastik itu karena bisa menginfeksi. “Biarkan tubuhnya secara alami mendorong, kami takut melukai. Seperti melahirkan. Kita tak tau apa isi plastiknya kan,” jelas Dwi. Setelah 30 menit berusaha, sebuah plastik biru baru bisa dikeluarkan dari kloakanya.

Sampai kemudian selama 4 hari berturut-turut, 14-17 maret 2020, penyu berusaha mengeluarkan potongan plastik dari kloakanya dengan penuh kesakitan. “Empat hari berturut, mulai keluar plastik. Jadi selama tanggal 3-13 Maret, penyu mengalami proses kesakitan untuk mendorong plastik,” urai Dwi. Awalnya bisa keluar potongan kecil, lalu pada 17 Maret dua plastik utuh.

baca juga : Foto: Penyu Itu Makan Sampah Plastik

 

Seekor penyu hijau yang akhirnya berhasil mengeluarkan sampah plastik dari perutnya selama 2 minggu di TCEC Serangan, Denpasar, Bali. Foto : Dwi Suprapti/IAM Flying Vet/Mongabay Indonesia

 

“Kami putuskan rontgen dan dibawa 17 Maret di sekretariat Flying Vet. Ternyata masih banyak feses terjebak. Tidak tahu mana plastik, yang jelas kotoran dan menyumbat di ujung usus besarnya,” papar perempuan yang sering dipanggil Dwi penyu saking fokusnya pada isu satwa ini. Diputuskan untuk dilakukan rontgen di Klinik Hewan Kedonganan Veterinary karena dikhawatirkan masih adanya plastik yang menyumbat di pencernaan penyu.

Dari hasil rontgen, terlihat adanya akumulasi gas dan penumpukan massa feses yang padat diduga percampuran antara kotoran dan potongan-potongan plastik yang masih terjebak di usus besar. Oleh karena itu tim IAM Flying Vet sedang berupaya memberikan penanganan medik untuk mengeluarkan gas dan feses tersebut serta memberikan terapi cairan untuk mengurangi dehidrasi dan mengembalikan energi penyu yang lemas akibat minimnya nutrisi yang terserap.

Si penyu mulai perawatan untuk mendorong plastik, misalnya dengan obat pendorong seperti manusia agar feses lebih lunak, agar tak sembelit. Hasil observasi pada Jumat (20/3/2020) belum berhasil mengeluarkan sisa feses keluar. Namun penyu terlihat agak nyaman karena sudah diberi antibiotik dan infus sehingga tidak lemas lagi.

“Penyu mau mulai makan, kotorannya masih terjebak. Kita menunggu besok (Sabtu,21/3/2020) berhasil apa tidak mengeluarkan sisa yang tersumbat. Jika tidak, di-rontgen lagi posisi fesesnya,” lanjut Dwi. Diduga masih ada potongan plastik tercampur feses.

Syukurnya feses bercampur sisa plastik ini sudah di usus besar, sudah dekat jalur keluar dibanding usus kecil atau lambungnya. “Semoga masih punya peluang sembuh, kasihan sekali dia menderita,” ujar Dwi. Ketika kondisinya dehidrasi, kulitnya terlihat keriput.

menarik dibaca : Kasus Matinya 28 Penyu di Bengkulu, Begini Hasil Uji Laboratorium

 

Kantong plastik utuh yang berhasil dikeluarkan lewat feses dari seekor penyu hijau selama 2 minggu di TCEC Serangan, Denpasar, Bali. Foto :IAM Flying Vet/Mongabay Indonesia

 

Plastik Dikira Makanan

Keberadaan plastik di lautan dinilai sangat mengancam kesehatan penyu. Sebab bagi penyu plastik tidak hanya menyerupai makanannya yaitu ubur-ubur tetapi juga bau plastik menyerupai hewan tersebut. Dwi mengutip sejumlah penelitian, plastik yang sudah lama dilaut akan menjadi rumah bagi mikroba, lumut, alga, hewan kecil dan lainnya sehingga plastik menjadi beraroma seperti ubur-ubur. Ini memikat penyu, mamalia laut, ikan serta biota lainnya untuk mengonsumsi plastik.

“Ada jurnalnya, penelitiannya, plastik yang lama di laut bisa menipu biota laut yang makannya ubur-ubur, tak hanya penyu,” jelasnya. Secara visual plastik yang tipis atau bening sudah mirip ubur-ubur, terlihat lembut. Plastik ini bisa berlumut dan berlendir, bau amis, hingga memikat mamalia. Akhirnya satwa laut tertipu.

Satwa laut yang memakan plastik ini akan kenyang palsu. Menurut Dwi, perutnya penuh dengan dua jenis makanan dan berisi gas. “Karena tidak ada yang dihancurkan, maka menghasilkan gas seperti kenyang perutnya penuh, isinya plastik dan gas. Tidak mau makan jadi malnutrisi. Lemah dan terdampar di Kuta,” papar Dwi.

Kenyang plasu ini mengakibatkan satwa malnutrisi dan lemah tak bisa bergerak berenang. Si penyu hijau ini dinilai beruntung berhasil mengeluarkan sebagian walau perlu waktu 2 minggu. Plastik yang berhasil dikeluarkan paling banyak jenis kresek.

Tim dokter hewan yang memeriksa, tak pernah tahu, berapa lama proses makan plastiknya sampai terdampar. Sebelumnya pernah ada kasus serupa pada penyu di lokasi konservasi Perancak, Jembrana tapi belum ada riwayat lengkapnya. Penyu hasil selundupan itu dititipkan di kelompok Kurma Asih Perancak, dan salah satu penyu mengeluarkan plastik dari kloaka.

 

 

Made Kanta di TCEC berterima kasih pada dukungan sejumlah pihak untuk penyelamatan penyu terdampar di Bali. Pihaknya kerap minta bantuan tim dokter hewan kelompok Turtle Guard dan IAM Flying Vet. “Antusiasme luar biasa dan penanganan cepat, tinggal kontak saja,” ujarnya.

Saat ini di TCEC yang sering mendapat titipan penyu hasil selundupan masih merawat sekitar 10 penyu, Termasuk 2 penyu sisik yang terdampar di Pantai Kuta, salah satunya kena jeratan tali plastik dan harus diamputasi.

 

Exit mobile version