Mongabay.co.id

Gajah Minas Bantu Relokasi Gajah Liar ke Bukit Tigapuluh

 

 

 

 

Habitat satwa terus susut untuk beragam alih fungsi, antara lain, jadi pemukiman, perkebunan dan pertambangan dan lain-lain. Konflik manusia dan satwa pun makin banyak, satu contoh terjadi di Desa Lubuk Lawas, Kecamatan Batang Asam, Tanjung Jabung Barat, Jambi.

Sudah hampir empat bulan satu gajah jantan berusia sekitar delapan tahun berkeliaran di perkebunan warga. Gajah dari lanskap Bukit Tigapuluh ini menjelajah hingga ke Tanjung Jabung Barat karena mengalami fase dispersal. Dase dimana gajah jantan memisahkan diri dari kelompok mencari wilayah jelajah baru agar tak terjadi perkawinan sedarah.

Baca juga: Menyoal Kematian Gajah pada Konsesi Perkebunan Kayu di Riau

Warga memutuskan melaporkan gajah ini pada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi. BKSDA Jambi berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan Jambi membentuk tim gabungan penanganan konflik.

“Upaya penanganan konflik satwa dan manusia di Jambi adalah tanggung jawab kita bersama. Karena itu kerja kolaborasi sangat diperlukan agar permasalahan ini dapat ditanggulangi,” kata Rahmad Saleh, Kepala BKSDA Jambi.

 

Pemberian vitamin gajah sebelum lepas liar. Foto: Lili Rambe/ Mongabay Indonesia

 

Tim gabungan penanganan konflik bertugas sosialisasi soal gajah di perkebunan warga guna mengurangi risiko konflik dan relokasi serta pemantauan pasca relokasi.

“Sudah banyak tanaman perkebunan dan sawah warga dirusak gajah selama di Lubuk Lawas dan sekitar,” kata Muhammad Olis, Bintara Pembina Desa (Babinsa) TNI yang giat sosialisasi keberadaan gajah liar itu.

Pada 7 Maret, tim gabungan yang dengan koordinir Dinas Kehutanan Jambi upaya relokasi, mulai memobilisasi dua gajah jinak dari Pusat Latihan Gajah Minas di Riau. Gajah jinak ini akan membantu menggiring gajah liar.

Pada 8 Maret, dua gajah jinak tiba di Lubuk Lawas. Tim gabungan yang terdiri KPH Tanjung Jabung Barat, Frankfurt Zoological Society (FZS) TNI dan Polri, BKSDA Jambi dan Riau, masyarakat mitra konservasi dan mitra swasta terus memantau pergerakan gajah liar. Gajah liar sempat bergerak mendekati gajah jinak yang tidak jauh dari posko tim.

Pada 9 Maret, gajah liar berhasil dilumpuhkan dengan tembakan bius. Gajah liar digiring dengan bantuan gajah jinak, naik ke truk dan pindah segera ke lanskap Bukit Tigapuluh.

Hari Rabu, 11 Maret pukul 04.00, gajah tiba di lokasi pelepasliaran di wilayah restorasi ekosistem PT. Alam Bukit Tigapuluh, terletak di Kecamatan Sumay, Tebo. Sebelum lepas liar gajah dipasangi kalung GPS (global positioning system) untuk mempermudah memantau pergerakannya.

Saat pemasangan kalung GPS berlangsung, tim juga mengukur lingkar dada gajah untuk memperkirakan berat badan. “Dari pengukuran diperkirakan gajah ini berbobot sekitar 2,5 ton,” kata Zulmanudin, Kepala Tim Medis yang menangani relokasi gajah ini.

 

Pemulihan gajah jinak sebelum kembali ke Riau. Foto: Lili Rambe/ Mongabay Indonesia

 

Dua gajah jinak pun kembali ke truk dan mendapat perawatan dari tim medis agar kondisi prima selama perjalanan ke Riau. Pada Kamis ( 12/3/20), dari hasil pemantauan tim monitoring, gajah mulai bergerak menjauh dari lokasi pelepasliaran.

Krismanko Padang, Ketua Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) mengapresiasi pemindahan gajah ini. “Kami berharap, kerja kolaborasi penanganan konflik gajah dan manusia di Jambi dapat terus berjalan baik,” katanya.

Selama 2020, sudah lima laporan konflik satwa dengan manusia yang diterima BKSDA Jambi. Empat kasus di Jambi, antara lain, di Tanjung Jabung Barat, Tebo dan Kerinci. Laporan terbaru dari Desa Sepintun Sarolangun.

Warga Desa Sepintun, langsung mendatangi BKSDA Jambi untuk melaporkan ini pada 5 Maret lalu. “Laporan dari warga sudah kami terima. Kami akan mengirimkan tim ke lapangan untuk pengecekan,” kata Rahmad.

Dari laporan, diperkirakan ada dua gajah di desa itu. BKSDA masih mengkaji kemungkinnan relokasi.

 

KEE Bukit Tigapuluh

Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Bukit Tigapuluh bakal jadi kawasan habitat perlindungan hidupan liar yang menghubungkan beberapa koridor jadi jalur lintasan satwa liar terutama gajah Sumatera di Tebo, memasuki babak baru.

Pembentukan forum kolaborasi pengelola kawasan ekosistem esensial koridor hidupan liar di bentang alam Bukit Tigapuluh, telah disahkan dengan Keputusan Gubernur No. 177 tertanggal 19 Februari 2020.

Forum yang beranggotakan pemerintah pusat, pemerintah daerah, TNI dan Polri serta mitra konservasi dan swasta ini bertugas mengusulkan areal pengelolaan KEE dan menyusun rencana aksi pengelolaan.

Selama 2019, ada tiga kasus kematian gajah di Jambi, satu terjadi di kawasan yang akan diusulkan jadi KEE. Dugaan kuat penyebab kematian gajah karena memakan racun. Lokasi temuan bangkai gajah di perkebunan warga yang merambah konsesi perusahaan.

 

 

Keterangan foto utama:  Proses penggiringan gajah liar oleh gajah jinak ke dalam truk. Foto: Lili Rambe/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version