Mongabay.co.id

Pemerintah Ubah Aturan Pembangkit Energi Terbarukan, Seperti Apa?

Energi terbarukan dari turbin angin yang dibangun Tri Mumpuni di Pulau Sumba. Foto: dokumen Tri Mumpuni/ Mongabay Indonesia

 

 

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 4/2020 sebagai perubahan kedua atas Permen No 50/2017 tentang pemanfaatan sumber energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik. Sebelumnya, perubahan pertama diatur dalam Permen Nomor 53/2018.

Harris, Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan, Dirjen Enerti Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), KESDM, mengatakan, setidaknya ada lima pokok perubahan pada perubahan kedua permen ini, seperti, proses pembelian, perubahan skema BOOT (build, own, operate, and transfer-red), pengaturan PLTA waduk atau irigasi yang dibangun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KPUPR).

“Juga penugasan PLTSa dan penugasan proyek yang pendanaan dari hibah atau pemerintah selain APBN KESDM,” katanya, baru-baru ini.

Dengan ada permen ini, kata Harris, pertama, membuka opsi proses pembelian melalui penunjukan langsung, dari semula dengan pemilihan langsung atau lelang.

“Revisi Pasal 4 membuka opsi penunjukan langsung dengan syarat tertentu, antara lain, penyediaan listrik setempat, excess power, penambahan kapasitas pembangkitan, hanya tersedia satu calon penyedia dan PLTA yang memiliki izin lokasi dari pemerintah daerah,” katanya.

Dalam Permen No 4, Pasal 4 menyatakan, pembelian tenaga listrik dari pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan oleh PLN melalui mekanisme pemilihan langsung.

Permen ini menyebutkan, penunjukan langsung dapat dilakukan kalau sistem tenaga listrik setempat dalam kondisi krisis atau darurat penyediaan tenaga listrik.

Selain itu, pembelian kelebihan tenaga listrik, termasuk pembelian tenaga listrik melalui kerja sama pemegang wilayah usaha. Diatur juga penambahan kapasitas pembangkitan pada pusat pembangkit tenaga listrik yang beroperasi di lokasi sama atau pembelian tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik energi terbarukan dengan hanya satu penyedia tenaga listrik.

Pemilihan langsung ini, katanya, termasuk proses kualifikasi, pemasukan dan evaluasi penawaran. Penandatanganan perjanjian jual beli listrik pemilihan langsung selesai paling lama 180 hari dan 90 hari kalender untuk penunjukan langsung.

Pembelian listrik dengan pemilihan langsung, katanya, untuk energi dengan teknologi tinggi, efisiensi sangat variatif, intermitten, dan dibeli berdasarkan kuota kapasitas dan PLN wajib mengoperasikan pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan secara terus menerus dengan masa kontrak paling lama 30 tahun.

Kedua, kata Harris, skema BOOT tak berlaku lagi bagi pembangkit listrik yang memanfaatkan energi terbarukan sebagaimana tercantum dalam Pasal 27 B. Terhadap pengembang pembangkit listrik (PPL) yang menandatanganiperjanjian jual beli listrik ( PJBL) berdasar ketentuan Permen 50/2017. “Pola kerja sama dalam PJBL dapat disesuaikan jadi kerja sama build, own, operate (BOO) dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan berlaku.

 

Seorang pekerja di PLTS Kayubihi, Bangli, Bali. PLTS ini merupakan yang pertama dibangun di Indonesia pada 2012. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Ketiga, permen baru ini menambahkan pasal baru yang mengatur pembelian tenaga listrik dari PLTA yang memanfaatkan waduk atau bendungan atau saluran irigasi yang multiguna, dibangun KPUPR.

“Pasal 7A yang mengatur penunjukan langsung melalui penugasan atas pembelian tenaga listrik dari PLTA waduk atau irigasi yang dibangun KPUPR,” kata Harris.

Keempat, aturan mengenai pembelian listrik dari pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) ditegaskan dalam pasal 10 ayat 3 yang menyatakan bahwa pembelian listrik dari PLTSa, diluar Peraturan Presiden no 35 tahun 2018, dilaksanakan berdasarkan penugasan dari menteru kepada PLN untuk membeli tenaga dari PPL yang telah ditetapkan sebagai pengembang PLTSa oleh pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Kelima, proyek energi terbarukan dengan pendanaan dari hibah atau pemerintah selain APBN KESDM, dengan penunjukan langsung melalui penugasan diatur dalam Pasal 18B.

“Jadi, pimpinan instansi atau lembaga, gubernur, bupati atau walikota yang mengusulkan kepada Menteri ESDM untuk memberikan penugasan pembelian tenaga listrik yang dimaksud,” katanya.

Mengenai harga listrik energi terbarukan, KESDM tengah mengusulkan aturan baru terkait harga beli dari pembangkit listrik berbasis energi terbarukan, yang akan ditetapkan melalui perpres.

 

Perubahan positif?

Jannata Giwangkara, Manajer Program Tranformasi Energi Institute for Essential Services Reform (IESR), mengatakan, permen ini memuat sejumlah perubahan positif.

Salah satu kelebihan dari mekanisme penunjukan langsung, antara lain, memungkinkan pengembang energi terbarukan yang ingin menambah kapasitas pembangkitan (ekspansi), bisa langsung mengajukan penambahan tanpa harus melalui proses lelang dari awal.

“Harapannya, dapat mempercepat pencapaian target kapasitas energi terbarukan 115 GW pada tahun 2025 sesuai RUEN,” katanya.

Kelebihan lain, kata Jannata, untuk yang memiliki izin lokasi pengembangan PLTA dari pemerintah daerah bisa langsung mengajukan proyek ke PLN. Mereka, katanya, tanpa harus berjuang mengikuti prosedur lelang seperti sebelumnya, Permen ESDM No. 50/2017. Hal ini juga berlaku bila hanya ada satu calon penyedia dari proses lelang proyek energi terbarukan di satu wilayah.

Meskipun begitu, katanya, model pengadaan proyek energi terbarukan dengan mekanisme penunjukan langsung berpotensi ada kolusi korupsi dan nepotisme (KKN).

“Namun, opsi penunjukan langsung ini dibatasi dengan kondisi-kondisi tertentu, seperti darurat penyediaan listrik setempat,” katanya.

Mengenai pembangkit tenaga sampah, beleid ini memberikan kepastian pembelian tenaga listrik kepada pengembang yang selama ini “digantung” PLN. Terutama bagi proyek di luar 12 kota yang tercakup dalam Perpres No. 35/2018 dan sudah mendapatkan penetapan sebagai PPL baik oleh pemerintah daerah.

Soal kajian lingkungan, jadi salah satu prasyarat (analisis mengenai dampak lingkungan/UKL-UPL) di awal saat pengajuan PJBL(power purchase agreement/PPA), bersama izin lokasi, feasibility studi dan interconnection study.

“Perlu catatan, dengan ada mekanisme OSS (online single submission-red), kajian lingkungan ini perlu diperhatikan dan dikawal dengan seksama oleh semua pihak, terutama pihak-pihak terkait setempat,” katanya.

Klausul PLTA yang memanfaatkan waduk (bendungan) atau saluran irigasi yang bersifat multiguna, kata Jannata, untuk memaksimalkan penambahan kapasitas terpasang dari infrastruktur.

“Asumsi saya, perbandingan antara jumlah infrastruktur yang dimiliki PUPR dengan potensi kawasan hidro total tidak terlalu signifikan secara nasional, tidak menutup kemungkinan menjadi signifikan di daerah tertentu,” katanya, seraya bilang. secara agregat tak akan berpengaruh terhadap “jatah” lokasi pembangkit tenaga hidro lainn yang bisa dimanfaatkan PPL swasta.

Apresiasi untuk perubahan skema BOOT jadi BOO tak hanya positif, tetapi cukup berdampak pada perhitungan keekonomian proyek dan penurunan risiko. Pada akhirnya, lebih membuat proyek-proyek energi terbarukan lebih bankable.

“Ini membuat bank atau pemberi pinjaman lebih nyaman karena aset juga menjadi jaminan peminjaman akan tetap dimiliki pemohon kredit atau pengembang. Dengan kata lain, tidak lagi suatu waktu dialihmilikkan oleh yang lain.”

Suryadarma, Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) mengatakan, investor masih menunggu perpres mengenai harga energi terbarukan yang masih digodok. “Memang, harapan dari para pelaku usaha ada perubahan dari Permen No.50 dan beberapa peraturan lain yang terkait untuk diatur dalam perpres,” katanya.

Draf perpres, katanya, sudah dibahas bersama KESDM dengan para pemangku kepentingan sektor energi terbarukan. Karena itu, respon terhadap Permen 4/2020 itu tidak terlalu ramai.

Para pelaku usaha, katanya, masih menantikan perpres yang dijanjikan Menteri ESDM terbit. “Menurut informasi segera terbit. Namun, beberapa poin yang diubah dalam permen itu bagian dari harapan para pelaku usaha. Biarlah permen itu itu berjalan walaupun belum tentu efektif dengan harapan akan ada penyesuaian segera setelah terbit perpres.”

Apalagi, katanya, permen itu sama sekali tak menyentuh perubahan penetapan harga energi terbarukan yang diharapkan bisa menarik para pelaku usaha.

 

Salinan Permen ESDM No. 4 Tahun 2020.pdf 

 

Keterangan foto utama: Turbin angin, untuk pembangkit energi angin. Foto: Tri Mumpuni

PLTA Sipan Sihaporas yang berada di Tapanuli Tengah. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version