Mongabay.co.id

Cerita Covid dan Corona, Anak Orangutan yang Selamat dari Perdagangan Satwa

Covid dan Corona. Dua anak orangutan yang diserahkan kepada Balai Taman Nasional Gunung Leuser, 15 Maret lalu, oleh seorang yang mengaku membeli dari Aceh. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

 

Adalah dua anak orangutan jantan berusia sekitar dua dan tiga tahun, belakangan diberi nama Covid dan Corona. Ceritanya, dua anak satwa dilindungi ini diserahkan seorang warga kepada petugas Balai Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), 15 Maret lalu.

Palber Turnip, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok, BBTNGL, mengatakan, pada 15 Maret lalu, dia mendapat telepon dari seseorang yang menyebutkan memiliki dua bayi orangutan Sumatera. Dia ingin menyerahkan satwa yang menurut orang itu dari Taman Nasional Gunung Leuser.

Turnip mengatakan, si pemilik dua bayi orangutan, meminta agar dia datang seorang diri tanpa ditemani petugas lain, dan tak boleh membawa senjata api.

Dengan nada peringatan, pemilik dua bayi orangutan juga menyatakan bersama tiga pria pengawal. “Si pemilik yang menelpon saya menggunakan nomor telepon rahasia. Jadi ketika dia menelpon nomornya tidak terlihat.”

 

 

Usai berkomunikasi dengan pemilik dua bayi orangutan itu, dia langsung pergi ke lokasi yang diberitahu untuk mengambil dua bayi orangutan Sumatera itu.

Jarak lokasi serah terima dua orangutan sekitar dua kilometer dari Desa Telagah, Langkat, Sumut. Sebelum sampai di lokasi, Turnip memerintahkan beberapa staf berjaga di Resort Bekancan.

Sekitar pukul 24.00, dia bertemu dengan si pemilik satwa dilindungi ini. Turnip melihat bungkusan biru.

Setelah menyerahkan dua bayi orangutan itu si pemilik dan tiga bodyguard langsung pergi menuju ke Berastagi, Karo. Turnip langsung membawa dua orangutan ke Seksi Wilayah V Bahorok, Bukit Lawang.

Setelah mengambil dua bayi orangutan, dia langsung menghubungi petugas Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut), untuk membawa ke pusat rehabilitasi orangutan, di Batu Mbelin, Sibolangit.

Dia bilang, anak orangutan masuk rehabilitasi, tak langsung lepas liar karena usia masih muda dan perlu ada identifikasi lebih lanjut soal kesehatannya.

 

Nasib anak orangutan…Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Melihat usia orangutan ini, kalau cara konvensional, katanya, dua induk induk kedua bayi sudah mati baru anak diambil. Atau bisa juga, pemburu membius induk hingga tak berdaya baru mengambil kedua bayi orangutan ini.

‘Tapi senjata bius dan bius itu mahal, kami berpikir si pemburu menciderai induk hingga tidak berdaya, kemudian baru mengambil kedua anaknya.

Menurut pengakuan orang yang menyerahkan, orangutan ini dia beli dari Aceh. Namun, katanya, mungkin hanya alibi, bisa jadi dari Bukit Lawang, Tangkahan atau Tapanuli.

Dia menduga, pemilik menyerahkan kemugkinan khawatir kalau ketahuan punya satwa dilindungi kena jerat hukum.

Petugas, katanya, kini gencar mengejar pelaku perdagangan satwa termasuk pembeli.

Ketika ditanya mengapa tak langsung mengamankan lelaki yang menyerahkan dua bayi orangutan, kata Turnip, si pelaku membawa jasa pengamanan.

“Kata si pelaku kami tidak mau niatan baik menyerahkan dua orangutan ini jadi hal lain. Jangan dicoba ya pak, nanti kita berdarah-darah di sini. Itu kata si pria itu.”

Dalam dua bulan Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V, BBTNGL, berhasil menyelamatkan empat bayi orangutan dari upaya perdagangan ilegal.

Turnip meyakini, dua perkara yang mereka bongkar, dan pengembangan kasus sebelumnya, bayi orangutan dari Aceh. Begitu juga, dua bayi orangutan yang diserahkan pembeli itu. Dia bilang, pengawasan di Aceh, harus lebih ditingkatkan lagi.

 

 

Keterangan foto utama:  Covid dan Corona. Dua anak orangutan yang diserahkan kepada Balai Taman Nasional Gunung Leuser, 15 Maret lalu, oleh seorang yang mengaku membeli dari Aceh. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Bayi orangutan bermain bersama ibunya. Ketika anak-anak orangutan ini diburu dan diperdagangkan, kemungkinan besar, si ibu sudah mati kala pemburu merampas anaknya…. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia
Exit mobile version