Mongabay.co.id

Denmark Siap Bantu Program Bebas Sampah Pemerintah NTB

Pemulung di TPA Kebon Kongok berjalan di atas gunung sampah. Usia TPA Kebon Kongok ini diperkirakan tinggal satu tahun. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Wow….Wow….Wow….Oh my God…..” Ucapan itu berulang kali keluar dari mulut rombongan yang menemani Menteri Lingkungan Hidup Denmark, Lea Wermelin, saat berkunjung ke tempat pembuangan akhir sampah (TPA) Kebon Kongok di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa (25/2/20). TPA yang beroperasi sejak 1993 itu, lokasi pembuangan akhir dari Lombok Barat dan Kota Mataram.

Tumpukan sampah membentuk gunung itu membuat heran seluruh rombongan. Mereka tak mengira tumpukan sampah menyerupai gunung. Saking herannya, seorang pegawai live report dari atas tumpukan sampah. Kontras dengan pakaian rapi, pria itu berdiri di tengah timbunan sampah.

Wermelin, juga tak bisa menahan rasa kaget dengan tumpukan sampah itu. Dia mengambil handphone dan swafoto di atas tumpukan sampah. Wermelin juga berdiskusi dengan para pemulung yang mengais sampah di TPA.

Awalnya, dia mengira itu petugas TPA, setelah dijelaskan kalau para perempuan pengais sampah itu disebut pemulung, bukan petugas kebersihan TPA. Dia penasaran. Dia berdialog dengan para pemulung yang bekerja 8-10 jam sehari itu.

Kunjungan ke TPA terbesar di Pulau Lombok ini jadi rangkaian kerja rombongan Pemerintah Denmark ke NTB. Hadir juga Gubernur Pulau Bornholm, Winni Grosboll, Dubes Denmark untuk Indonesia, Rasmus Abilgaard Kristensen dan belasan pejabat dan peneliti dari Denmark.

Kunjungan itu untuk penjajakan kerja sama dan melihat upaya pengolahan sampah di Pulau Lombok. Melalui program Sustainable Island Initiative (SII), Pulau Lombok dengan Pulau Bornholm di Denmark, akan menerapkan lingkungan hijau berkelanjutan.

Kerja sama ini, meliputi peningkatan kapasitas, penelitian, dan pengembangan serta mendorong investasi bidang energi terbarukan dengan memanfaatkan sumber daya sampah.

TPA Kebon Kongok baru dua tahun diambil alih pengelolaan oleh Pemerintah NTB dan mulai dibenahi. Bukan semata sebagai lokasi pembuangan sampah, juga mulai jadi pengolahan sampah.

 

Pemulung di TPA Kebon Kongok menjelaskan aktivitasnya kepada rombongan Menteri Lingkungan Hidup Denmark yang berkunjung Selasa (25/2//20). Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Sumber listrik

Sisi utara TPA, dibangun unit pengolahan sampah jadi pellet, sumber bahan bakar pembangkit listrik milik PLN. Pembangunan sarana pengolahan pellet itu atas kerja sama Pemprov NTB dengan Indonesia Power. Pemprov NTB juga mengembangkan alat sendiri dalam mengolah pellet.

“Saat ini, masih terbatas produksi karena kami terus mengembangkan teknologinya,’’ kata Madani Mukarom, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB.

Di Kompleks TPA juga terbangun instalasi pemanfaatan gas metana. Gas yang terperangkap di bawah timbunan sampah teralir melalui pipa kecil, lalu masuk selang yang terhubung dengan kompor gas.

Pemanfaatan gas ini satu upaya Dinas LHK NTB dalam memanfaatkan energi dari sampah. Sementara, gas ini untuk lingkungan TPA Kebon Kongok.

Dinas LHK NTB juga bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri Korea Selatan, membangun fasilitas pengolahan sampah organik dengan black soldier flies (BSF).

Lalat hitam itu memakan sampah organik dan menghasilkan telur yang disebut magot. Magot ini jadi sumber pakan ikan dan unggas. Fasilitas BSF ini dibangun di Kecamatan Lingsar, Lombok Barat. Dalam sehari, BSF itu mampu menghabiskan empat ton sampah. Model ini akan dikembangkan di tempat lain.

 

Maggot, larva yang dihasilkan oleh black soldier flies (BSF). Di lokasi pengembangan BSF, dalam sehari 4 ton sampah organik bisa dihabiskan lalat BSF. Selain menghasilkan magot, juga menghasilkan pupuk organik cair dan pupuk organik padat. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Bebas sampah

Gubernur dan Wakil Gubernur NTB, Zulkieflimansyah-Rohmi Djalilah menaruh perhatian besar pada isu lingkungan. Lewat program NTB bersih dan lestari, pengelolaan sampah jadi salah satu program unggulan.

Lewat jargon zero waste (bebas sampah), NTB berkomitmen mengatasi persoalan sampah. Sebagai pulau kecil dan memiliki beberapa pulau kecil (gili), sampah jadi satu persoalan lingkungan yang berdampak besar. Apalagi, Lombok mengandalkan pariwisata. Pariwisata berkelanjutan bisa terwujud kalau memerhatikan lingkungan.

”Kami tidak punya pilihan, program prioritas yang sedang kami kembangkan adalah pariwisata,” kata Zulkieflimansyah saat menjamu rombongan dari Denmark.

Dia menyambut positif kerja sama dengan Denmark. Sebagai negara maju, Denmark memiliki pengalaman memanfaatkan sampah jadi sumber energi. Bahkan, negara itu “terpaksa” mengimpor sampah karena kekurangan pasokan. Untuk kasus di NTB, sampah masih ditumpuk di TPA. Yang dibawa ke TPA juga masih kecil. Karena

Pemprov NTB pun menjemput bola. Membangun bank sampah hingga ke tingkat desa dan melibatkan komunitas.

Kerja sama antara NTB dengan Denmark ini untuk mendorong kedua daerah, terutama Pulau Lombok dan Pulau Bornholm di Denmark menerapkan lingkungan hijau berkelanjutan. Kerja sama ini menyangkut peningkatan kapasitas melalui dialog berbagi pengetahuan dan penelitian.

Wermelin mengatakan, kerja sama dengan Pemprov NTB ini satu bagian dari kerja sama antara Denmark dan Indonesia. Denmark memiliki kesamaan dengan Indonesia, sama-sama negara kepulauan.

Denmark memiliki penduduk sekitar 5,7 juta jiwa, hampir sama dengan penduduk NTB. Kerja sama ini mendorong pemerintah daerah menerapkan lingkungan hidup hijau dan mencari sumber energi ramah lingkungan.

“Saya merasa bahagia, masing-masing pihak berwenang di bidang lingkungan dan energi akan bekerjasama menghadapi tantangan yang makin kompleks dan mencari solusi bersama terkait lingkungan dan mengubah sampah jadi energi,” katanya.

“Untuk pulau indah seperti Lombok dan pulau lain di Indonesia, pariwisata hal penting untuk meningkatkan ekonomi dan kesempatan kerja masyarakat.”

 

Madani Mukarom, Kepala Dinas LHK NTB (kanan) menunjukkan alat pencacah sampah dan alat pembuat pellet yang diproduksi oleh Scinece Techno and Industrial Park (STIP) Banyumulek. STIP ini adalah UPTD Dinas Perindustrian Pemprov NTB. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Zero waste adalah program unggulan paling gaduh. Sejak awal rilis, menuai pro dan kontra. Banyak cibiran netizen, hingga komentar politisi terkait program ini. Pemprov NTB dinilai terlalu bermimpi dengan jadikan NTB bebas sampah.

Perda Nomor 5/2019 tentang Pengelolaan Sampah jadi payung hukum bagi Pemprov NTB dalam mewujudkan zero waste. Selain menyiapkan perangkat beberapa peraturan gubernur, penguatan kapasitas kelompok masyarakat juga dilakukan.

Madani memperkirakan, produksi sampah di NTB sehari mencapai 3.500 ton, hanya 20% dibawa ke TPA.

“Selebihnya jadi tumpukan yang sering kita lihat. Dibuang ke sungai, laut, kebun, pinggir jalan. Sedikit yang diolah,’’ katanya.

Membawa seluruh sampah ke TPA terbatas pada sarana dan prasarana pemerintah kabupaten. Melalui pendekatan komunitas, Pemprov NTB mendorong pembentukan kelompok bank sampah di desa. Setiap tahun ada anggaran miliaran rupiah mendukung program bank sampah.

Pemprov NTB juga mendorong pemerintah desa untuk mengatasi persoalan sampah. Bank-bank sampah yang sudah berdiri sebelum program zero waste diajak menjadi mitra. Pemprov NTB juga mendukung pembentukan bank sampah baru.

Madani bilang, masih ada kekurangan dalam program bank sampah, misal, masih memilah jenis sampah bernilai ekonomis. Ada juga bank sampah mulai mengolah sampah organik.

Berbagai inovasi juga muncul di tengah masyarakat dalam pengolahan sampah. Ada kelompok yang membuat paving dari sampah plastik. Ada yang fokus pada sampah organik. Ada juga kelompok fokus pada isu sampah plastik. Muncul berbagai inisiatif masyarakat ini disambut positif Pemprov NTB.

Di kalangan ASN Pemprov NTB juga muncul inisiatif mendorong program zero waste. Salah satu UPTD milik Pemprov NTB, Science Techno and Industrial Park (STIP) Banyumulek mengembangkan mesin pencacah sampah.

Mesin pencacah ini digunakan mencacah sampah organik untuk BSF. STIP juga membuat mesin untuk pembuatan pellet BSF. STIP juga mengembangkan mesin untuk mencacah sampah plastik dan organik buat bahan pellet. Akhirnya, zero waste juga mendorong tumbuhnya industri di daerah.

“Mesin-mesin ini dibuat di STIP Banyumulek,’’ kata Madani, menunjukkan mesin pencacah dan pembuatan pellet.

***

Keterangan foto utama:  Pemulung di TPA Kebon Kongok berjalan di atas gunung sampah. Usia TPA Kebon Kongok ini diperkirakan tinggal satu tahun. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version