Mongabay.co.id

Pembangunan Jalan Jantho – Keumala dan Geumpang – Pameu, Walhi Aceh: Pertimbangkan Fungsi Hutan dan Habitat Satwa Liar

Pembangunan jalan di Ulu Masen ini telah direncanakan sejak 2009. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat [PUPR] bersiap membangun jalan Jantho, Kabupaten Aceh Besar, menuju Keumala, Kabupaten Pidie yang melintasi hutan lindung di Aceh.

Pembangunan jalan juga akan dilakukan di Geumpang, Kabupaten Pidie, ke Pameu, Kecamatan Rusip, Kabupaten Aceh Tengah, atau biasa disebut jalan Geumpang – Pameu.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, pada 24 Februari 2020 mengatakan, peningkatan aksesibilitas serta konektivitas jaringan infrastruktur jalan bertujuan memberikan kelancaran, keselamatan, keamanan, juga kenyamanan perjalanan pengendara.

“Akses jalan yang semakin baik akan menunjang perekonomian masyarakat di kawasan sekitar,” ungkapnya, dikutip dari laman Kementerian PUPR.

Baca: Foto: Jalan Jantho – Lamno yang Membelah Hutan Ulu Masen

 

Pembangunan Jalan Jantho – Lamno yang membelah hutan Ulu Masen wilayah Kabupaten Aceh Besar dan Aceh Jaya, Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional [BPJN] I Banda Aceh Kementerian PUPR Elvi Roza menjelaskan, selain melakukan preservasi jalan di Provinsi Aceh, BPJN I Banda Aceh juga mulai membangun dua ruas jalan nasional yang menghubungkan Jantho – Keumala sepanjang 38,91 kilometer dan jalan Geumpang – Pameu sepanjang 59,6 kilometer.

Dua ruas jalan tersebut merupakan bagian jalan yang belum tersambung di Jalur Lintas Tengah Aceh sepanjang 444,38 kilometer.

“Selama ini, pengendara dari Pameu atau Jantho yang akan menuju Kabupaten Pidie harus memutar dari Lintas Tengah ke Lintas Timur Aceh. Dengan begitu, jarak tempuh perjalanan lebih jauh,” ujarnya.

Dikatakan Elvi, pada 2020 ini telah teralokasi anggaran sebesar Rp10,45 miliar untuk pembentukan badan jalan baru sepanjang 2,6 kilometer Jantho – Keumala. Untuk ruas Geumpang – Pameu dialokasikan anggaran Rp80 miliar, guna pembentukan badan jalan baru sepanjang 15 kilometer dari arah Geumpang dan sepanjang 14 km dari arah Pameu.

“Sebagian jalan sudah terbuka dan sebagian lagi masih hutan yang melewati Gunung Leuser,” jelasnya.

Baca: Desa di Hutan yang Sulit Dijangkau Itu Bernama Sikundo

 

Jalan tambang yang telah merusak kelestarian hutan Beutong, Nagan Raya, Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kantongi izin

Pemerintah Aceh mengungkapkan, meski melewati kawasan hutan jalan Jantho – Keumala dan Geumpang – Pameu, sudah mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan [IPPKH] dan pembangunannya bisa dilakukan 2020 ini.

Pada 4 Maret 2020, Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Nova Iriansyah juga memaparkan tiga usulan proyek prioritas strategis tahun 2021 dalam rapat koordinasi dengan para Gubernur seluruh lndonesia di Kementerian PPN/Bappenas.

Salah satu proyek prioritas strategis yang diusulkan itu adalah, penyelesaian pembangunan jalan lintas tengah Aceh, yaitu jalan Jantho -Keumala dan jalan Geumpang – Pameu.

“Untuk kondisi eksisting di lintas Jantho – Keumala itu belum tersambung sepanjang 38,91 kilometer. Begitu juga untuk kondisi eksisting lintasan Geumpang – Pameu yang belum tersambung sepanjang 59,60 kilometer,” katanya.

Menurut Nova, untuk lintasan yang sudah tersambung, jalan Keumala – Geumpang 69,12 kilometer, Pameu – Genting Gerbang sepanjang 53,70 kilometer, dan Genting Gerbang – Takengon sepanjang 20,65 kilometer.

Baca juga: Hutan Aceh Rusak, Dua Lokasi Ini Terus Dirambah

 

Perambahan hutan di Aceh Barat Daya. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Jangan perparah kerusakan

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] Aceh, Muhammad Nur mengatakan, kebiasaan yang terjadi setelah pembangunan jalan selesai dilaksanakan adalah pengawasan dan pengamanan hutan sangat lemah. Akibatnya, perambahan hutan akan terjadi.

“Perambah akan berlomba membuka lahan untuk kebun yang tentu saja ada kegiatan pembalakan liar yang bakal sulit dihentikan pemerintah. Ini yang kita khawatirkan,” ujarnya.

Muhammad Nur menambahkan, peruntukan hutan lindung sebagaimana diatur UU Nomor 41 Tahun 1999 bahwa kawasan hutan sebagaimana dimaksud ayat [1] dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan.

“Sementara di Pasal 5 dinyatakan penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan dilakukan berdasarkan IPPKH,” jelasnya.

Pembangunan jalan seharusnya mempertimbangkan kawasan hutan lindung sebagai sumber air, dan dampaknya terutama hilangnya fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan masyarakat.

“Walhi Aceh meminta pembangunan jalan yang membelah kawasan hutan dipertimbangkan lagi. Seharusnya, pemerintah bertugas menjaga hutan,” ungkapnya.

 

Kawasan Ekosistem Leuser yang berada di Gayo Lues ini dirambah. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Dalam Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2016 tentang Kehutanan, terutama Pasal 54 ayat [2] menjelaskan, pemberian izin penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan dilakukan melalui izin pinjam kawasan hutan yang dikeluarkan oleh Gubernur, setelah mendapat rekomendasi dinas dan dilaporkan ke DPRA.

“Pembangunan dua ruas jalan lintas tengah merupakan proyek nasional. Pemerintah Aceh memiliki kewajiban untuk mempertahankan kawasan hutan lindung. Mekanisme perizinan tidak langsung biasa dikeluarkan menteri, akan tetapi juga harus ada rekomedasi Pemerintah Aceh dalam menggunakan kawasan hutan, sesuai kewenangannya,” lanjutnya.

Muhammad Nur juga mengatakan hutan di Kabupaten Aceh Besar, Pidie, dan Aceh Tengah, merupakan habitatnya satwa liar. Ketika pembangunan jalan dilakukan, habitat satwa terfragmentasi sehingga konfik satwa seperti gajah atau harimau akan terjadi.

“Banyak kerugian dan pemerintah akan kewalahan menangani konflik ini, belum lagi meningkatkan potensi bencana alam karena hutan telah beralih fungsi,” tegasnya.

 

 

Exit mobile version